2.1 Awal Kerajaan Demak
Kerajaan Islam yang pertama di Jawa adalah Demak, dan berdiri pada tahun 1478 M. Hal ini didasarkan atas jatuhnya kerajaan Majapahit yang diberi tanda Candra Sengkala: Sirna hilang Kertaning Bumi, yang berarti tahun saka 1400 atau 1478 M.
Kerajaan Demak itu didirikan oleh Raden Fatah. Beliau selalu memajukan agama islam di bantu oleh para wali dan saudagar Islam.Raden Fatah nama kecilnya adalah Pangeran Jimbun. Menurut sejarah, dia adalah putera raja Majapahit yang terakhir dari garwa Ampean, dan Raden Fatah dilahirkan di Palembang. Karena Arya Damar sudah masuk Islam maka Raden Fatah dididik secara Islam, sehingga jadi pemuda yang taat beragama Islam.
Setelah usia 20 tahun Raden Fatah dikirim ke Jawa untuk memperdalam ilmu agama di bawa asuhan Raden Rahmat dan akhirnya kawin dengan cucu beliau. Dan akhirnya Raden Fatah menetap di Demak (Bintoro). Pada kira-kira tahun 1475 M, Raden Fatah mulai melaksanakan perintah gurunya dengan jalan membuka madrasah atau pondok pesantren di daerah tersebut. Rupanya tugas yang diberikan kepada Raden Fatah dijalankan dengan sebaik-baiknya. Lama kelamaan Desa Glagahwangi ramai dikunjungi orang-orang. Tidak hanya menjadi pusat ilmu pengetahuan dan agama, tetapi kemudian menjadi pusat peradagangan bahkan akhirnya menjadi pusat kerajaan Islam pertama di Jawa.
Desa Glagahwangi, dalam perkemabangannya kemudian karena ramainya akhirnya menjadi ibukota negara dengan nama Bintoro Demak.
2.2 Letak Kerajaan Demak
Secara geografis Kerajaan Demak terletak di daerah Jawa Tengah, tetapi pada awal kemunculannya kerajaan Demak mendapat bantuan dari para Bupati daerah pesisir Jawa Tengah dan Jawa Timur yang telah menganut agama Islam.Pada sebelumnya, daerah Demak bernama Bintoro yang merupakan daerah vasal atau bawahan Kerajaan Majapahit. Kekuasaan pemerintahannya diberikan kepada Raden Fatah (dari kerajaan Majapahit) yang ibunya menganut agama Islam dan berasal dari Jeumpa (Daerah Pasai).
Letak Demak sangat menguntungkan, baik untuk perdagangan maupun pertanian. Pada zaman dahulu wilayah Demak terletak di tepi selat di antara Pegunungan Muria dan Jawa. Sebelumnya selat itu rupanya agak lebar dan dapat dilayari dengan baik sehingga kapal dagang dari Semarang dapat mengambil jalan pintas untuyk berlayar ke Rembang. Tetapi sudah sejak abad XVII jalan pintas itu tidak dapat dilayari setiap saat.
Pada abad XVI agaknya Deamak telah menjadi gudang padi dari daerah pertanian di tepian selat tersebut. Konon, kota Juwana merupakan pusat seperti itu bagi daerah tersebut pada sekitar 1500. Tetapi pada sekitar 1513 Juwana dihancurkan dan dikosongkan oleh Gusti Patih, panglima besar kerajaan Majapahit yang bukan Islam. Ini kiranya merupakan peralawanan terakhir kerajaan yang sudah tua itu. Setelah jatuhnya Juwana, Demak menjadi penguasa tunggal di sebelah selatan Pegunungan Muria.
Yang menjadi penghubung antara Demak dan Daerah pedalaman di Jawa Tengah ialah Sungai Serang (dikenal juga dengan nama-nama lain), yang sekarang bermuara di Laut Jawa antara Demak dan Jepara.Hasil panen sawah di daerah Demak rupanya pada zaman dahulu pun sudah baik. Kesempatan untuk menyelenggarakan pengaliran cukup. Lagi pula, persediaan padi untuk kebutuhan sendiri dan untuk pergadangan masih dapat ditambah oleh para penguasa di Demak tanpa banyak susah, apabila mereka menguasai jalan penghubung di pedalaman Pegging dan Pajang.
Letak kerajaan Demak dapat dilihat dari gambar berikut ini :
2.3 KEHIDUPAN POLITIK KERAJAAN DEMAK
Ketika kerajaan Majapahit mulai mundur, banyak bupati yang ada di daerah pantai utara Pulau Jawa melepaskan diri. Bupati-bupati itu membentuk suatu persekutuan di bawah pimpinan Demak. Setelah kerajaan Majapahit runtuh, berdirilah kerajaan Demak sebagai kerajaan Islam pertama dipulau Jawa. Raja-raja yang pernah memerintah Kerajaan Demak adalah sebagai berikut :
A. Raden Patah (1500-1518)
Raden Patah adalah pendiri dan sultan pertama dari kerajaan Demak yang memerintah tahun 1500-1518 (Muljana: 2005). Menurut Babad Tanah Jawi, Raden Patah adalah putra prabu Brawijaya raja terakhir. Di ceritakan prabu Brawijaya selain kawin dengan Ni Endang Sasmitapura, juga kawin dengan putri cina dan putri campa. Karena Ratu Dwarawati sang permaisuri yang berasal dari Campa merasa cemburu, prabu Brawijaya terpaksa memberikan putri Cina kepada putra sulungnya, yaitu Arya Damar bupati Palembang. Setelah melahirkan Raden Patah, setelah itu putri Cina dinikahi Arya Damar, dan melahirkan seorang anak laki-laki yang diberi nama Raden Kusen. Demikianlah Raden Patah dan Raden Kusen adalah saudara sekandung berlainan bapak.( Muljana: 2005). Menurut kronik Cina dari kuil Sam Po Kong, nama panggilan waktu Raden Patah masih muda adalah Jin Bun, putra Kung-ta-bu-mi (alias Bhre Kertabhumi) atau disebut juga prabu Brawijaya V dari selir Cina.
Babad Tanah Jawi menyebutkan, Raden Patah dan Raden Kusen menolak untuk menuruti kehendak orang tuanya untuk menggantikan ayahnya sebagai adipati di Palembang. Mereka lolos dari keraton menuju Jawa dengan menumpang kapal dagang. Mereka berdua mendarat di Surabaya, lalu menjadi santri pada Sunan Ngampel.( Muljana: 2005). Raden Patah tetap tinggal di Ngampel Denta, kemudian dipungut sebagai menantu Sunan Ngampel, dikawinkan dengan cucu perempuan, anak sulung Nyai Gede Waloka.Raden Kusen kemudian mengabdi pada prabu Brawijaya di Majapahit. Raden Kusen diangkat menjadi adipati Terung, sedangkan Raden Patah pindah ke Jawa Tengah, di situ ia membuka hutan Glagahwangi atau hutan Bintara menjadi sebuah pesantren dan Raden Patah menjadi ulama di Bintara dan mengajarkan agama Islam kepada penduduk sekitarnya. Makin lama Pesantren Glagahwangi semakin maju. Prabu Brawijaya di Majapahit khawatir kalau Raden Patah berniat memberontak.Raden Kusen yang kala itu sudah diangkat menjadi Adipati Terung diperintah untuk memanggil Raden Patah.Raden Kusen menghadapkan Raden Patah ke Majapahit.Brawijaya merasa terkesan dan akhirnya mau mengakui Raden Patah sebagai putranya. Raden Patah pun diangkat sebagai bupati, sedangkan Glagahwangi diganti nama menjadi Demak, dengan ibu kota bernama Bintara.
Menurut kronik Cina, Jin Bun alias Raden Patah pindah dari Surabaya ke Demak tahun 1475. Kemudian ia menaklukkan Semarang tahun 1477 sebagai bawahan Demak. Hal itu membuat Kung-ta-bu-mi di Majapahit resah. Namun, berkat bujukan Bong Swi Hoo (alias Sunan Ampel), Kung-ta-bu-mi bersedia mengakui Jin Bun sebagai anak, dan meresmikan kedudukannya sebagai bupati di Bing-to-lo atau Bintara ( Muljana: 2005).
Dalam waktu yang singkat, di bawah kepemimpinan Raden Patah, lebih-lebih oleh karena jatuhnya Malaka ke tangan portugis dalam tahun 1511, Demak mencapai puncak kejayaannya. Dalam masa pemerintahan Raden Patah, Demak berhasil dalam berbagai bidang, diantaranya adalah perluasan dan pertahanan kerajaan, pengembangan islam dan pengamalannya, serta penerapan musyawarah dan kerja sama antara ulama dan umara (penguasa). ( Muljana: 2005 ). Keberhasilan Raden Patah dalam perluasan dan pertahanan kerajaan dapat dilihat ketika ia menaklukkan Girindra Wardhana yang merebut tahkta Majapahit (1478), hingga dapat menggambil alih kekuasaan majapahit. Selain itu, Raden Patah juga mengadakan perlawan terhadap portugis, yang telah menduduki malaka dan ingin mengganggu demak.Ia mengutus pasukan di bawah pimpinan putranya, Pati Unus atau Adipati Yunus atau Pangeran Sabrang Lor (1511), meski akhirnya gagal. Perjuangan Raden Patah kemudian dilanjutkan oleh Pati Unus yang menggantikan ayahnya pada tahun 1518. Dalam bidang dakwah islam dan pengembangannya,
Raden patah mencoba menerapkan hukum islam dalam berbagai aspek kehidupan. Selain itu, ia juga membangun istana dan mendirikan masjid (1479) yang sampai sekarang terkenal dengan masjid Agung Demak. Pendirian masjid itu dibantu sepenuhnya oleh walisanga.
B. Adipati Unus (1518 - 1521)
Pada tahun 1518 Raden Patah wafat kemudian digantikan putranya yaitu Pati Unus.Pati Unus terkenal sebagai panglima perang yang gagah berani dan pernah memimpin perlawanan terhadap Portugis di Malaka. Karena keberaniannya itulah ia mendapatkan julukan Pangeran Sabrang lor. ( Soekmono: 1973). Tome Pires dalam bukunya Suma Oriental menceritakan asal-usul dan pengalaman Pate Unus. Dikatakan bahwa nenek Pate Unus berasal dari Kalimantan Barat Daya.Ia merantau ke Malaka dan kawin dengan wanita Melayu. Dari perkawinan itu lahir ayah Pate Unus, ayah Pate Unus kemudian kembali ke Jawa dan menjadi penguasa di Jepara.( Muljana: 2005 ). Setelah dewasa beliau diambil mantu oleh Raden Patah yang telah menjadi Sultan Demak I. Dari Pernikahan dengan putri Raden Patah, Adipati Unus resmi diangkat menjadi Adipati wilayah Jepara (tempat kelahiran beliau sendiri). Karena ayahanda beliau (Raden Yunus) lebih dulu dikenal masyarakat, maka Raden Abdul Qadir lebih lebih sering dipanggil sebagai Adipati bin Yunus (atau putra Yunus). Kemudian hari banyak orang memanggil beliau dengan yang lebih mudah Pati Unus.
Tahun 1512 giliran Samudra Pasai yang jatuh ke tangan Portugis ( Muljana: 2005 ). Hal ini membuat tugas Pati Unus sebagai Panglima Armada Islam tanah jawa semakin mendesak untuk segera dilaksanakan. Maka tahun 1513 dikirim armada kecil, ekspedisi Jihad I yang mencoba mendesak masuk benteng Portugis di Malaka gagal dan balik kembali ke tanah Jawa. Kegagalan ini karena kurang persiapan menjadi pelajaran berharga untuk membuat persiapan yang lebih baik.Maka direncanakanlah pembangunan armada besar sebanyak 375 kapal perang di tanah Gowa, Sulawesi yang masyarakatnya sudah terkenal dalam pembuatan kapal.Di tahun 1518 Raden Patah, Sultan Demak I bergelar Alam Akbar Al Fattah mangkat, beliau berwasiat supaya mantu beliau Pati Unus diangkat menjadi Sultan Demak berikutnya. Maka diangkatlah Pati Unus atau Raden Abdul Qadir bin Yunus.
Armada perang Islam siap berangkat dari pelabuhan Demak dengan mendapat pemberkatan dari Para Wali yang dipimpin oleh Sunan Gunung Jati.Armada perang yang sangat besar untuk ukuran dulu bahkan sekarang.Dipimpin langsung oleh Pati Unus bergelar Senapati Sarjawala yang telah menjadi Sultan Demak II. Dari sini sejarah keluarga beliau akan berubah, sejarah kesultanan Demak akan berubah dan sejarah tanah Jawa akan berubah.Kapal yang ditumpangi Pati Unus terkena peluru meriam ketika akan menurunkan perahu untuk merapat ke pantai. Ia gugur sebagai Syahid karena kewajiban membela sesama Muslim yang tertindas penjajah (Portugis) yang bernafsu memonopoli perdagangan rempah-rempah.
Sedangkan Pati Unus, Sultan Demak II yang gugur kemudian disebut masyarakat dengan gelar Pangeran Sabrang Lor atau Pangeran (yang gugur) di seberang utara. Pimpinan Armada Gabungan Kesultanan Banten, Demak dan Cirebon segera diambil alih oleh Fadhlullah Khan yang oleh Portugis disebut Falthehan, dan belakangan disebut Fatahillah setelah mengusir Portugis dari Sunda Kelapa 1527. Di ambil alih oleh Fadhlullah Khan adalah atas inisiatif Sunan Gunung Jati yang sekaligus menjadi mertua karena putri beliau yang menjadi janda Sabrang Lor dinikahkan dengan Fadhlullah Khan.
C. Sultan Trenggono (1521 - 1546)
Sultan Trenggono adalah Sultan Demak yang ketiga, beliau memerintah Demak dari tahun 1521-1546 M. ( Badrika: 2006 ). Sultan Trenggono adalah putra Raden Patah pendiri Demak yang lahir dari permaisuri Ratu Asyikah putri Sunan Ampel ( Muljana: 2005 ). Menurut Suma Oriental, ia dilahirkan sekitar tahun 1483. Ia merupakan adik kandung Pangeran Sabrang Lor, raja Demak sebelumnya (versi Serat Kanda). Sultan Trenggono memiliki beberapa orang putra dan putri. Diantaranya yang paling terkenal ialah Sunan Prawoto yang menjadi raja penggantinya, Ratu Kalinyamat yang menjadi bupati Jepara, Ratu Mas Cempaka yang menjadi istri Sultan Hadiwijaya, dan Pangeran Timur yang berkuasa sebagai adipati di wilayah Madiun dengan gelar Rangga Jumena.
Sultan Trenggana Wafat / Mangkat Berita Sultan Trenggono wafat ditemukan dalam catatan seorang Portugis bernama Fernandez Mendez Pinto.Pada tahun 1546 Sultan Trenggono menyerang Panarukan, Situbondo yang saat itu dikuasai Blambangan.Sunan Gunung Jati membantu dengan mengirimkan gabungan prajurit Cirebon, Banten, dan Jayakarta sebanyak 7.000 orang yang dipimpin Fatahillah.Mendez Pinto bersama 40 orang temannya saat itu ikut serta dalam pasukan Banten. Pasukan Demak sudah mengepung Panarukan selama tiga bulan, tapi belum juga dapat merebut kota itu. Suatu ketika Sultan Trenggono bermusyawarah bersama para adipati untuk melancarkan serangan selanjutnya.Putra bupati Surabaya yang berusia 10 tahun menjadi pelayannya.Anak kecil itu tertarik pada jalannya rapat sehingga tidak mendengar perintah Trenggono.Trenggono marah dan memukulnya.Anak itu secara spontan membalas menusuk dada Trenggono memakai pisau. Sultan Demak itu pun tewas seketika dan segera dibawa pulang meninggalkan Panarukan.
Sultan Trenggana berjasa atas penyebaran Islam di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Di bawah Sultan Trenggana, Demak mulai menguasai daerah-daerah Jawa lainnya seperti merebut Sunda Kelapa dari Pajajaran serta menghalau tentara Portugis yang akan mendarat di sana (1527), Tuban (1527), Madiun (1529), Surabaya dan Pasuruan (1527), Malang (1545), dan Blambangan, kerajaan Hindu terakhir di ujung timur pulau Jawa (1527, 1546). Panglima perang Demak waktu itu adalah Fatahillah, pemuda asal Pasai (Sumatera), yang juga menjadi menantu Sultan Trenggana. Sultan Trenggana meninggal pada tahun 1546 dalam sebuah pertempuran menaklukkan Pasuruan, dan kemudian digantikan oleh Sunan Prawoto
D. Sunan Prawata (1546 – 1549)
Sunan Prawata adalah nama lahirnya (Raden Mukmin) adalah raja keempat Kesultanan Demak, yang memerintah tahun 1546-1549. Ia lebih cenderung sebagai seorang ahli agama daripada ahli politik. Pada masa kekuasaannya, daerah bawahan Demak seperti Banten, Cirebon, Surabaya, dan Gresik, berkembang bebas tanpa mampu dihalanginya. Menurut Babad Tanah Jawi, ia tewas dibunuh oleh orang suruhan bupati Jipang Arya Penangsang, yang tak lain adalah sepupunya sendiri. Setelah kematiannya, Hadiwijaya memindahkan pusat pemerintahan ke Pajang, dan Kesultanan Demak pun berakhir.
Sepeninggal Sultan Trenggana yang memerintah Kesultanan Demak tahun 1521-1546, Raden Mukmin selaku putra tertua naik tahta.Ia berambisi untuk melanjutkan usaha ayahnya menaklukkan Pulau Jawa. Namun, keterampilan berpolitiknya tidak begitu baik, dan ia lebih suka hidup sebagai ulama daripada sebagai raja. Raden Mukmin memindahkan pusat pemerintahan dari kota Bintoro menuju bukit Prawoto. Lokasinya saat ini kira-kira adalah desa Prawoto, Kecamatan Sukolilo, Kabupaten Pati, Jawa Tengah.Oleh karena itu, Raden Mukmin pun terkenal dengan sebutan Sunan Prawoto.
Pemerintahan Sunan Prawoto juga terdapat dalam catatan seorang Portugis bernama Manuel Pinto. Pada tahun 1548, Manuel Pinto singgah ke Jawa sepulang mengantar surat untuk uskup agung Pastor Vicente Viegas di Makassar. Ia sempat bertemu Sunan Prawoto dan mendengar rencananya untuk mengislamkan seluruh Jawa, serta ingin berkuasa seperti sultan Turki. Sunan Prawoto juga berniat menutup jalur beras ke Malaka dan menaklukkan Makassar.Akan tetapi, rencana itu berhasil dibatalkan oleh bujukan Manuel Pinto.
Cita-cita Sunan Prawoto pada kenyataannya tidak pernah terlaksana.Ia lebih sibuk sebagai ahli agama dari pada mempertahankan kekuasaannya. Satu per satu daerah bawahan, seperti Banten, Cirebon, Surabaya, dan Gresik, berkembang bebas; sedangkan Demak tidak mampu menghalanginya.
2.4 KEHIDUPAN EKONOMI KERAJAAN DEMAK
Seperti yang telah dijelaskan pada uraian materi sebelumnya, bahwa letak Demak sangat strategis di jalur perdagangan nusantara memungkinkan Demak berkembang sebagai kerajaan maritim. Dalam kegiatan perdagangan, Demak berperan sebagai penghubung antara daerah penghasil rempah di Indonesia bagian Timur dan penghasil rempah-rempah Indonesia bagian barat.Dengan demikian perdagangan Demak semakin berkembang.Dan hal ini juga didukung oleh penguasaan Demak terhadap pelabuhan-pelabuhan di daerah pesisir pantai pulau Jawa.
Sebagai kerajaan Islam yang memiliki wilayah di pedalaman, maka Demak juga memperhatikan masalah pertanian, sehingga beras merupakan salah satu hasil pertanian yang menjadi komoditi dagang.Dengan demikian kegiatan perdagangannya ditunjang oleh hasil pertanian, mengakibatkan Demak memperoleh keuntungan di bidang ekonomi. Letak kerajaan Demak yang strategis , sangat membantu Demak sebagai kerajaan Maritim. Lagi pula letaknya yang ada di muara sungai Demak mendorong aktivitas perdagangan cepat berkembang.Di samping dari perdagangan, Demak juga hidup dari agraris.Pertanian di Demak tumbuh dengan baik karena aliran sungai Demak lewat pelabuhan Bergota dan Jepara.Demak bisa menjual produksi andalannya seperti beras, garam dan kayu jati.
2.5 KEHIDUPAN SOSIAL – BUDAYA KERAJAAN DEMAK
Berdirinya kerajaan Demak banyak didorong oleh latar belakang untuk mengembangkan dakwah Islam.Oleh karena itu tidak heran jika Demak gigih melawan daerah-daerah yang ada dibawah pengaruh asing. Berkat dukungan Wali Songo , Demak berhasil menjadikan diri sebagai kerajaan Islam pertama di Jawa yang memiliki pengaruh cukup luas. Untuk mendukung dakwah pengembangan agama Islam, dibangun Masjid Agung Demak sebagai pusatnya.Kehidupan sosial dan budaya masyarakat Demak lebih berdasarkan pada agama dan budaya Islam karena pada dasarnya Demak adalah pusat penyebaran Islam di pulau Jawa.
Sebagai pusat penyebaran Islam Demak menjadi tempat berkumpulnya para wali seperti Sunan Kalijaga, Sunan Muria, Sunan Kudus dan Sunan Bonar.Para wali tersebut memiliki peranan yang penting pada masa perkembangan kerajaan Demak bahkan para wali tersebut menjadi penasehat bagi raja Demak.Dengan demikian terjalin hubungan yang erat antara raja/bangsawan, para wali/ulama dengan rakyat.Hubungan yang erat tersebut, tercipta melalui pembinaan masyarakat yang diselenggarakan di Masjid maupun Pondok Pesantren.Sehingga tercipta kebersamaan atau Ukhuwah Islamiyah (persaudaraan di antara orang-orang Islam).
Demikian pula dalam bidang budaya banyak hal yang menarik yang merupakan peninggalan dari kerajaan Demak.Salah satunya adalah Masjid Demak, di mana salah satu tiang utamanya terbuat dari pecahan-pecahan kayu yang disebut Soko Tatal.Masjid Demak dibangun atas pimpinan Sunan Kalijaga. Di serambi depan Masjid (pendopo) itulah Sunan Kalijaga menciptakan dasar-dasar perayaan Sekaten (Maulud Nabi Muhammad saw) yang sampai sekarang masih berlangsung di Yogyakarta dan Cirebon.
Dilihat dari arsitekturnya, Masjid Agung Demak seperti yang tampak pada gambar 10 tersebut memperlihatkan adanya wujud akulturasi kebudayaan Indonesia Hindu dengan kebudayaan Islam.Salah satu peninggalan berharga kerajaan Demak adalah bangunan Masjid Demak yang terletak di sebelah barat alun-alun Demak. Masjid Agung Demak memiliki ciri khas yakni salah satu tiang utamanya terbuat dari tatal ( potongan kayu), atap tumpang, dan di belakngnya terdapat makam raja-raja Demak.
2.6 PERADABAN KERAJAAN ISLAM DEMAK PADA ABAD XVI
Kerajaan Islam Demak merupakan lanjutan kerajaan Majapahit. Sebelum raja Demak merasa sebagai raja Islam merdeka dan memberontak pada kekafiran (Majapahit). Tidak diragukan lagi bahwa sudah sejak abad XIV orang Islam tidak asing lagi di kota kerajaan Majapahit dan di bandar bubat. Cerita-cerita jawa yang memberitakan adanya “kunjungan menghadap raja” ke Keraton Majapahit sebagai kewajiban tiap tahun, juga bagi para vasal yang beragama Islam, mengandung kebenaran juga. Dengan melakukan “kunjungan menghadap raja” secara teratur itulah vasal menyatakan kesetiaannya sekaligus dengan jalan demikian ia tetap menjalin hubungan dengan para pejabat keraton Majapahit, terutama dengan patih. Waktu raja Demak menjadi raja Islam merdeka dan menjadi sultan, tidak ada jalan lain baginya. Bahwa banyak bagian dari peradaban lama, sebelum zaman Islam telah diambil alih oleh Keraton-keraton Jawa Islam di Jawa Tengah, terbukti jelas sekali dari kesusastraan Jawa pada zaman itu.
Bertambahnya bangunan militer di Demak dan Ibukota lainnya di Jawa pada abad XVI, selain karena keperluan yang sangat mendesak, disebabkan juga oleh pengaruh tradisi kepahlawanan Islam dan contoh ynag dilihat di kota-kota Islam di luar negeri.Peranan penting masjid Demak sebagai pusat peribadatan kerajaan Islam pertama di Jawa dan kedudukannya di hati orang beriman pada abad XVI dan sesudahnya. Terdapatnya jemaah yang sangat berpengaruh dan dapat berhubungan dengan pusat Islam Internasional di luar negeri.
Bagian-bagian penting peradaban jawa Islam yang sekarang, seperti wayang orang, wayang topeng, gamelan, tembang macapat dan pembuatan keris, kelihatannya sejak abad XVII oleh hikayat Jawa dipandang sebagai hasil penemuan para wali yang hidup sezaman dengan kesultanan Demak.Kesenian tersebut telah mendapat kedudukan penting dalam peradaban Jawa sebelum Islam, kemungkinan berhubungan dengan ibadat. Pada waktu abad XV dan XVI di kebanyakan daerah jawa tata cara kafir harus diganti dengan upacara keagamaan Islam, seni seperti wayang dan gamelan itu telah kehilangan sifat sakralnya. Sifatnya lalu menjadi “sekuler”.
Perekembangan sastra Jawa yang pada waktu itu dikatakan “modern” juga mendapat pengaruh dari proses sekularisasi karya-karya sastra yang dahulu keramat dan sejarah suci dari zaman kuno. Peradaban “pesisir” yang berpusat di bandar-bandar pantai utara dan pantai timur Jawa, mungkin pada mulanya pada abad XV tidak semata-mata bersifat Islam. Tetapi kejayaannya pada abad XVI dan XVII dengan jelas menunjukkan hubungan dengan meluasnya agama Islam.
2.7 PERANG SAUDARA DI DEMAK
Perang saudara ini berawal dari meninggalnya anak sulung Raden Patah yaitu Adipati Unus yang manjadi putra mahkota. Akhirnya terjadi perebutan kekuasaan antara anak-anak dari Raden Patah. Persaingan ketat anatara Sultan Trenggana dan Pangeran Seda Lepen (Kikin). Akhirnya kerajaan Demak mampu dipimpin oleh Trenggana dengan menyuruh anaknya yaitu Prawoto untuk membunuh pangeran Seda Lepen. Dan akhirnya sultan Trenggana manjadi sultan kedua di Demak. Pada masa kekuasaan Sultan Trenggana (1521-1546), Demak mencapai puncak keemasan dengan luasnya daerah kekuasaan dari Jawa Barat sampai Jawa timur. Hasil dari pemerintahannya adalah Demak memiliki benteng bawahan di barat yaitu di Cirebon. Tapi kesultanan Cirebon akhirnya tidak tunduk setelah Demak berubah menjadi kesultanan pajang.
Sultan Trenggana meninggalkan dua orang putra dan empat putri. Anak pertama perempuan dan menikah dengan Pangeran Langgar, anak kedua laki-laki, yaitu sunan prawoto, anak yang ketiga perempuan, menikah dengan pangeran kalinyamat, anak yang keempat perempuan, menikah dengan pangeran dari Cirebon, anak yang kelima perempuan, menikah dengan Jaka Tingkir, dan anak yang terakhir adalah Pangeran Timur. Arya Penangsang Jipang telah dihasut oleh Sunan Kudus untuk membalas kematian dari ayahnya, Raden Kikin atau Pangeran Sedo Lepen pada saat perebutan kekuasaan. Dengan membunuh Sunan Prawoto, Arya Penangsang bisa menguasai Demak dan bisa menjadi raja Demak yang berdaulat penuh. Pada tahun 1546 setelah wafatnya Sultan Trenggana secara mendadak, anaknya yaitu Sunan Prawoto naik tahta dan menjadi raja ke-3 di Demak. Mendengar hal tersebut Arya Penangsang langsung menggerakan pasukannya untuk menyerang Demak. Pada masa itu posisi Demak sedang kosong armada. Armadanya sedang dikirim ke Indonesia timur. Maka dengan mudahnya Arya Penangsang membumi hanguskan Demak. Yang tersisa hanyalah masjid Demak dan Klenteng. Dalam pertempuran ini tentara Demak terdesak dan mengungsi ke Semarang, tetapi masih bisa dikejar. Sunan prawoto gugur dalam pertempuran ini. Dengan gugurnya Sunan Prawoto, belum menyelesaikan masalah keluarga ini. Masih ada seseorang lagi yang kelak akan membawa Demak pindah ke Pajang, Jaka Tingkir. Jaka Tingir adalah anak dari Ki Ageng Pengging bupati di wilayah Majapahit di daerah Surakarta.
Dalam babad tanah jawi, Arya Penangsang berhasil membunuh Sunan Prawoto dan Pangeran Kalinyamat, sehingga tersisa Jaka Tingkir. Dengan kematian kalinyamat, maka janda dari pangeran kalinyamat membuat saembara. Siapa saja yang bisa membunuh Arya Penangsang, maka dia akan mendapatkan aku dan harta bendaku. Begitulah sekiranya tutur kata dari Nyi Ratu Kalinyamat. Mendengar hal tersebut Jaka Tingkir menyanggupinya, karena beliau juga adik ipar dari Pangeran Kalinyamat dan Sunan Prawoto. Jaka Tingkir dibantu oleh Ki Ageng Panjawi dan Ki Ageng Pamanahan. Akhirnya Arya Panangsang dapat ditumbangkan dan sebagai hadiahnya Ki Ageng Panjawi mendapatkan hadiah tanah pati, dan Ki Ageng Pamanahan mendapat tanah mataram.
2.8 KERUNTUHAN KERAJAAN DEMAK
Setelah wafatnya Sultan Trenggana menimbulkan kekacauan politik yang hebat di keraton Demak. Negeri-negeri bagian (kadipaten) berusaha melepaskan diri dan tidak mengakui lagi kekuasaan Demak. Di Demak sendiri timbul pertentangan di antara para waris yang saling berebut tahta. Orang yang seharusnya menggantikan kedudukan Sultan Trengggono adalah pengeran Sekar Seda Ing Lepen. Namun, ia dibunuh oleh Sunan Prawoto yang berharap dapat mewarisi tahta kerajaan. Adipati Jipang yang beranama Arya Penangsang, anak laki-laki Pangeran Sekar Seda Ing Lepen, tidak tinggal diam karena ia merasa lebih berhak mewarisi tahta Demak. Sunan Prawoto dengan beberapa pendukungnya berhasil dibunuh dan Arya Penangsang berhasil naik tahta. Akan tetapi, Arya Penangsang tidak berkuasa lama karena ia kemudian di kalahkan oleh Jaka Tingkir yang di bantu oleh Kiyai Gede Pamanahan dan putranya Sutawijaya, serta KI Penjawi. Jaka tingkir naik tahta dan penobatannya dilakukan oleh Sunan Giri. Setelah menjadi raja, ia bergelar Sultan Handiwijaya serta memindahkan pusat pemerintahannya dari Demak ke Pajang pada tahun 1568.
Sultan Handiwijaya sangat menghormati orang-orang yang telah berjasa. Terutama kepada orang-orang yang dahulu membantu pertempuran melawan Arya Penangsang. Kyai Ageng Pemanahan mendapatkan tanah Mataram dan Kyai Panjawi diberi tanah di Pati. Keduanya diangkat menjadibupati di daerah-daerah tersebut.Sutawijaya, putra Kyai Ageng Pemanahan diangkat menjadi putra angkat karena jasanya dalam menaklukan Arya Penangsang. Ia pandai dalam bidang keprajuritan. Setelah Kyai Ageng Pemanahan wafat pada tahun 1575, Sutawijaya diangkat menjadi penggatinya.
Pada tahun 1582 Sultan Hadiwijaya wafat. Putranya yang bernama Pangeran Benawa diangkat menjadi penggantinya. Timbul pemberontakan yang dilakukan oleh Arya Panggiri, putra Sunan Prawoto, ia merasa mempunyai hak atasa tahta Pajang. Pemberontakan itu dapat digagalkan oleh Pangeran Benawan dengan bantuan Sutawijaya.Pengeran Benawan menyadari bahwa dirinya lemah, tidak mamapu mengendalikan pemerintahan, apalagi menghadapi musuh-musuh dan bupati-bupati yang ingin melepaskan diri dari kekuasaan Pajang kepada saudara angkatnya, Sutawijaya pada tahun 1586. Pada waktu itu Sutawijaya telah menjabat bupati Mataram, sehingga pusat kerajaan Pajang dipindahkan ke Mataram.
2.9 DEMAK DIBAWAH KEKUASAAN RAJA – RAJA MATARAM
Setelah sekitar 1588 Panembahan Senapati berkuasa di Jawa Tengah sebelah selatan, raja-raja Pati, Demak, dan Grobongan dianggapnya sebagai sampun kareh (sudah dikuasai). Sekitar 1589 mereka diperintah ikut dia bersama prajurit Mataram ke Jawa Timur, manaklukan raja-raja Jawa Timur. Maksud raja Mataram ini gagal, tampaknya terutama karena campur tangan Sunan Giri. Panembahan Senapati terpaksa kembali ke Mataram dengan tangan hampa.
Mungkin sekali penguasa Demak, Pati dan Grobongan yang pada 1589 telah bersikap sebagai taklukan yang patuh itu, sama dengan mereka yang telah mengakui Sultan Pajang, yang sudah tua dan meninggal pada 1587, sebagai penguasa tertinggi. Jadi, agaknya Pangeran Kediri di Demak, setelah mengalami penghinaan di Pajang sebelumnya ternyata masih berhasil memerintah tanah asalnya beberapa waktu.
Pada 1595 orang Demak memihak raja-raja Jawa Timur, yang mulai melancarkan serangan terhadap kerajaan Mataram yang belum sempat berkonsolidasi. Serangan tersebut dapat dipatahkan, tetapi panglima perang Mataram, Senapati Kediri yang sudah membelot ke Mataram gugur dalam pertempuran dekat Uter. Sehabis perang, Panembahan mengangkat Ki Mas Sari sebagai adipati di Demak. Rupanya karena pemimpin pemerintahan yang sebelumnya tidak memuaskan atau ternyata tidak dapat dipercaya.
Tumenggung Endranata I di Demak ini pada tahun-tahun kemudian agaknya juga tidak bebas dari pengaruh plitik pesisir yang berlawanan dengan kepantingan Mataram di Pedalaman. Pada tahun 1627 ia terlibat dalam pertempuran antara penguasa di Pati, Pragola II dan Sultan Agung. Ia di bunuh dengan keris sebagai pengkhianat atas perintah Sultan Agung.Sesudah dia masih ada lagi seorang tumenggung Endranata II yang menjadi bupati di Demak. Tumenggung ini seorang pengikut setia Susuhunan Mangkurat II di Kartasura yang memerintah Jawa Tengah pada perempat terakhir abad XVII. Pada tahun 1678 disebutkan adanya Tumenggung Suranata di Demak.
Sebagai pelabuhan laut agaknya kota Demak sudah tidak berarti pada akhir abad XVI. Sebagai produsen beras dan hasil pertanian lain, daerah Demak masih lama mempunyai kedudukan penting dalam ekonomi kerajaan raja-raja Mataram. Sampai abad XIX di banyak daerah tanah Jawa rasa hormat pada masjid Demak dan makam-makam Kadilangu masih bertahan di antara kaum beriman, kota Demak dipandang sebagai tanah suci. Hal itulah yang terutama menyebabkan nama Demak dalam sejarah Jawa tetap tidak terlupakan di samping nama Majapahit.
3.1 KESIMPULAN
Kerajaan ini hanya berumur pendek. Namun, para rajanya merupakan pahlawan-pahlawan mujahid terbaik. Raja pertama mereka adalah Raden Fatah, yang berhasil menjadikan negerinya sebagai sebuah negara independen pada masanya. Setelah itu anaknya, Patih Yunus (Adipati Unus) berkuasa. Dia berhasil mengadakan perluasan wilayah kerajaan. Dia menghilangkan kerajaan Majapahit yang beragama Hindhu, yang pada saat itu sebagian wilayahnya menjalin kerja sama dengan orang-orang Portugis.
Setelah wafatnya Patih Yunus pada tahun 938 H/1531 M, memerintahlah raja paling terkenal dari kerajaan ini yaitu Raden Trenggono (Sultan Trenggana). Dia adalah seorang mujahid besar yang di antara hasil usahanya yang terkenal adalah masuknya Islam ke daerah Jawa Barat. Dia wafat pada tahun 953 H/1546 M.
Kebudayaan yang berkembang di kerajaan Demak bercorak Islam. Hal tersebut tampak dari peninggalan-peninggalan sejarahnya berupa masjid, makam, batu nisan, kitab suci Al-Quran, kaligrafi dan karya sastra. Sampai sekarang pun Demak di kenal sebagai pusat pendidikan agama Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Adnan Sekecake, Peta dan Kerajaan Demak, Senin 09 January 2012, Jam 20:00
Ahmad al-Usairy, 2003,Sejarah Islam Sejak Zaman Nabi Adam Hingga Abad XX, Jakarta: Akbar Media Eka Sarana
H.J. De Graaf dan TH. Pigeaud, 2003, Kerajaan Islam Pertama di Jawa, Jakarta: PT. Pustaka Utama Grafiti
I Wayan Badrika, 2006, Sejarah untuk SMA kelas XI, Jakarta:Erlangga
Muljana, Slamet. Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam di Nusantara (terbitan ulang 1968). Yogyakarta: LKIS. 2005
Poesponegoro, Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto. Sejarah Nasional Indonesia Jilid II. Edisi ke-4. Jakarta: Balai Pustaka . 1993.
Ridwanaz, Sejarah Agama Islam Di Indonesia (Kerajaan Demak), http//ridwanaz.com, Minggu 08 January 2012, jam 14:00
0 Response to "Kerajaan Demak"
Post a Comment