Cinta Tanah Air dan Politik dalam Islam


Cinta Tanah Air dan Politik dalam Islam

PENDAHULUAN 

A. Latar Belakang

Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Terdiri dari beribu-ribu pulau. Dari Sabang hingga Merauke. Dipimpin oleh seorang kepala pemerintahan yang disebut presiden dan dibantu oleh wakil dan menteri-menteri. Sistem politik yang dipakai adalah sistem politik demokrasi. Yaitu sistem politik yang mengutamakan musyawarah dan suara rakyat untuk mencapai mufakat. Akan tetapi, sistem politik dan pemerintahan di Indonesia mempunyai banyak kekurangan, seperti banyaknya praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme. Maka dari itu perlu adanya pedoman dalam proses sistem politik dan pemerintah Indonesia tersebut, yaitu Islam.

Secara etimologi Islam berasal dari bahasa arab, dari asal kata salima berarti selamat sentosa. Dari asal kata ini dibentuk kata aslama berarti memeliharakan dalam keadaan selamat sentosa dan juga berarti menyerahkan dii, tunduk, patuh, dan taat. Secara bahasa kata Islam juga diambil dari, aslama yuslimu islaman yaitu menyerah diri, tunduk, patuh, dan pasrah. Yang dimaksud dengan kalimat tersebut adalah ketundukan, kepatuhan, dan menyerah diri kepada Allah semata. Sedangkan pengertian secara istilah adalah: “Ketundukan dan kepatuhan dalam melaksanakan syari’ah serta iltizam kepada apa yang datang dari Rasulullah”. Istilah lain yang digunakan dalam mendefinisikan Islam adalah sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Muhamad bin Abdul Wahab: “Menyerahkan diri kepada Allah dengan tunduk kepadaNya dengan penuh ketaatan dan berlepas diri dari kesyirikan orang-orang musyrik”. (Fadloli, dkk., 2011: 16)

Sebagaimana disebutkan dalam pengertian Islam secara bahasa dan istilah, Islam mengandung pengertian berserah diri, tunduk, dan patuh kepada Allah sebagai satu-satunya Tuhan dan hanya Allah yang berhak diibadahi dalam agama Islam.

Pemeluk agama Islam terbanyak adalah di negara Indonesia. Mayoritas warga negaranya juga beragama Islam. Sebagai warga negara Indonesia, tentunya mereka mencintai tanah airnya. Cinta tanah air merupakan tabiat alami manusia. Karena di tanah air itulah mereka dilahirkan, dibesarkan, dididik dan disayang. Perasaan rindu terhadap tanah air menunjukkan adanya cinta dan hubungan batin antara manusia dan tanah tumpah darahnya. Kecintaan terhadap tanah air akan menimbulkan sikap nasionalisme, yaitu kesadaran dan semangat cinta tanah air. (Tim Dosen Agama Islam UM, 2014: 195) Di sisi lain banyak masyarakat Indonesia yang belum menerapkan 4 pilar kebangsaan Indonesia, yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika sebagai salah satu wujud cinta tanah air Indonesia.

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis membahas tentang hukum cinta dan membela tanah air dan sistem politik dan pemerintahan dalam Islam di Indonesia. Maka penulis memberi judul “Politik dan Cinta Tanah Air di Indonesia Menurut Islam ” dalam makalahnya.

Baca : Aliran Filsafat Konstruktivisme dan Implikasinya dalam Pendidikan

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana sistem politik dan pemerintahan di Indonesia menurut Islam?

2. Bagaimana hukum cinta dan membela tanah air di Indonesia menurut Islam?

C. Tujuan

1. Makalah ini dimaksudkan untuk menjelaskan sistem politik dan pemerintahan di Indonesia menurut Islam.

2. Makalah ini dimaksudkan untuk menjelaskan hukum cinta dan membela tanah air di Indonesia menurut Islam.


PEMBAHASAN

A. Sistem Politik di Indonesia Menurut Islam

1. Pengertian Politik

Kata “politik” berasal dari bahasa Yunani, polis yang berarti “kota”. Pada era modern, istilah politik berarti “segala aktivitas atau sikap yang bermaksud mengatur kehidupan masyarakat. Didalamnya, terkandung unsur kekuasaan untuk membuat aturan hukum dan menegakkannya dalam kehidupan masyarakat yang bersangkutan”. (Salim 1994: 291 dalam Tim Dosen Pendidikan Islam UM 2009: 266)

Politik sebagai kata benda mencakup 3 pemahaman yaitu: pengetahuan mengenai kenegaraan, segala urusan dan tindakan mengenai pemerintahan, dan kebijakan atau cara bertindak dalam menangani suatu masalah. Berdasarkan pengertian ini maka dalam politik terkandung tugas pemeliharaan (ri’ayah), perbaikan (islah), pelurusan (taqwim), pemberian petunjuk (Irsyad), dan mendidik dan membuat orang menjadi beradab (taq’dib).

Berpijak atas pengertian politik di atas, politik Islam dapat dimaknai “aktivitas politik sebagian umat Islam yang menjadikan Islam sebagai acuan nilai dalam solidaritas berkelompok”. Politik Islam juga merupakan penghadapan Islam dengan kekuasaandan negara yang melahirkan sikap dan perilaku politik (political behavior)serta budaya politik (political culture) yang berorientasi pada nilai-nilai Islam.

Dalam Islam, hadis Nabi SAW yang dimaknai sebagai dasar perpolitikan dalam Islam yang artinya:

Telah bercerita kepadaku Muhammad bin Basysyar, telah bercerita kepada kami Muhammad bin Ja>far, telah bercerita kepada kami Syu>bah dari Furat al-Qazaz berkata, aku mendengar Abu Hazim berkata; <<Aku hidup mendampingi Abu Hurairah radliallahu <anhu selama lima tahun dan aku mendengar dia bercerita dari Nabi shallallahu <alaihi wasallam yang bersabda: <<Bani Isra>il, kehidupan mereka selalu didampingi oleh para Nabi, bila satu Nabi meninggal dunia, akan dibangkitkan Nabi setelahnya. Dan sungguh tidak ada Nabi sepeninggal aku, yang ada adalah para khalifah yang banyak jumlahnya>>. Para sahabat bertannya; <<Apa yang baginda perintahkan kepada kami ?>> Beliau menjawab: <<Penuhilah bai<at kepada khalifah yang pertama (lebih dahulu diangkat), berikanlah hak mereka karena Allah akan bertanya kepada mereka tentang pemerintahan mereka>>.

Prinsip yang menonjol dalam hadis ini adalah pertanggungjawaban pemegang kekuasaan (khalifah) yang bersifat langsung kepada Allah dalam memenuhi kewajibannya sebagai pengatur yang berikhtiar memenuhi hak orang yang dipimpin. Politik Islam dikenal juga dengan istilah siyasah syar’iyah. Definisi siyasah syar;iyah menurut Abdul Wahhab Khallaf adalah pengaturan urusan pemerintahan kaum muslimin secara menyeluruh dengan cara mewujudkan dan mencegah terjadinnya kerusakan melalui aturan-aturan yang ditetapkan Islam dan prinsip-prinsip umum, kendati hal itu tidak ada dalam ketepatan nash (al-Qur’an dan hadis) dan hanya merujuk pada pendapat para imam mujtahidid. (Tim Dosen Agama Islam UM, 2013: 211)

2. Variasi Pandangan Umat Islam Dalam Melihat Relasi Islam dan Negara

Manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan negara untuk melakukan kerjasama sosial dengan menjadikan agama (wahyu) sebagai pedoman. Beragam bentuk pemerintahan ditawarkan oleh para pemikir Islam klasik dan pertengahan (Kamil, 2013:8 dalam Tim Dosen Agama Islam UM 2013:212).

a. Tipologi Relasi Agama dan Negara

Berdasarkan pemikiran politik Islam modern, terdapat 3 tipologi relasi agama dan negara, yaitu bentuk pemerintahan teo-demokrasi, sekuler, dan moderat.

a) Tipologi teo-demokrasi

Tipologi teo-demokrasi menganggap bahwa agama sekaligus negara, keduannya merupakan entitas yang menyatu. Kelompok ini disebut juga Islam Politik (al-Islam as-Siyasiy) karena menganggap politik sebagai bagian integral dari Islam. Mereka memandang Islam sebagai suatu agama yang serba lengkap, termasuk ketatanegaraan atau politik.

Tipologi ini disebut juga dengan kelompok fundamental; menginginkan syariat Islam menjadi dasar negara dan semua peraturan serta keputusan yang ada di dalamnya. Sistem politik didasarkan pada tiga prinsip pokok: tauhid, risalah, khilafah. Konsep tauhid menegaskan bahwa Allah-lah satu-satunya Rabb berdaulat terhadap alam ini. Yang termasuk dalam tipologi ini adalah Rasyid Ridha, Sayyid Qutub, Abdul A’la Al-Maududi, Hasan Al-Banna, Mohammad Abduh, dan Muhammad Natsir.

b) Tipologi Sekunder

Tipologi sekunder berpendapat bahwa agama bukanlah negara. Negara adalah urusan dunia yang pertimbangannya menggunakan akal dan kemaslahatan kemanusiaan yang bersifat duniawi saja. Penganut tipologi ini menyatakan, tidak ada dalil eksplisit dalam Al-Qur’an maupun hadis yang menunjukkan kewajiban mendirikan sebuah negara. Jika tepologi neo-teokrasi terbelenggu o9leh pemikiran dan praktik politik Islam klasik, maka tipologi sekuler ini terbelenggu oleh pemikiran Barat, seolah-olah apa yang berkembang di Barat sudah final (Kamil, 2013:31; Khan ,1982:75-76 dalam Tim Dosen Agama Islam UM 2013:213).

Menurut kelompok ini, persoalan politik merupakan persoalan historis, bukan teologis yang harus diyakini dan diikuti oleh setiap individu muslim. Islam bersifat universal dan praktek politik bersifat particular (Al-Ashmawy, 1996:17-18 dalam Tim Dosen Agama Islam UM 2013:213). Kelompok sekuler banyak ditemukan di negara-negara sekuler seperti Perancis, Amerika, Australia. Inilah sikap kiri Islam yang sekaligus kritikannya terhadap kelompok Islam Politik.

c) Tipologi Moderat

Tipologi ketiga adalah tipologi moderat (al-mutawassith), mereka berparadigma substantivistik. Aliran ini berpendirian bahwa Islam tidak mengatur sistem ketatanegaraan, tetapi terdapat seperangkat tata nilai etika bagi kehidupan bernegara. Menurut kelompok ini, tidak satu nash pun dalam al- Qur’an yg memerintahkan didirinya sebuah negara Islam (Iqbal & Nasution, 2010:28-29 dalam Tim Dosen Agama Islam UM 2013:214). Aliran moderat disebut juga aliran neo modernisme. Bagi kelompok ini, konsep negara dan pemerintahan merupakan bagian dari ijtihad kaum muslimin, karena tata negara dan sistem pemerintahan tidak tertera secara jelas dalam al-Qur’an.

Pemikiran neo-modernisme ini selalu mempertimbangkan aspek fikih, yakni tasharruf al-imam ‘ala al-ra’iyyah manuth bi al-maslahah (kebijaksanaan kepala pemerintah harus mengikuti kesejahteraan rakyat). Aliran neo-modernisme menempatkan syariat sebagai tata nilai masyarakat dalam kehidupan bernegara (Isybah.2013 dalam Tim Dosen Agama Islam UM 2013:215) 

Baca : Pengaruh Teknologi di Bidang Pendidikan

3. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)

Terkait dengan pemerintahan Indonesia, NKRI dari sudut pandangan agama adalah sah karena presiden Indonesia dipilih langsung oleh rakyat sebagaimana prosedur pengangkatan Ali RA menjadi khalifah. Keabsahan kedaulatan pemerintahan NKRI ini jugas bisa dilihat dari terpenuhinya maqashid al-syar’iyah (tujuan-tujuan syar’i), yakni demi menjaga kesejahteraan dan kemaslahatan umum. Empat pilar kebangsaan yang terdiri atas pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika, sebenarnya merupakan formulasi final umat Islam Indonesia dari segala upaya mendirikan negara dan membentuk pemerintahan. Pancasila yang menjadi ideologi NKRI adalah falsafah pemersatu dari keberagaman agama, budaya, suku, ras, dan kondisi geografis.

Prinsip-prinsip dasar dalam politik Islam meliputi (1) prinsip amanah, (2) prinsip keadilan, (3) prinsip ketaatan,dan (4) prinsip musyawarah (Salim, 1994:306-307 dalam Tim Dosen Agama Islam UM 2013:215). Amanah adalah segala yang dipercayakan orang, berupa perkataan, perbuatan, harta dan pengetahuan, atau segala nikmat yang ada pada manusia yang berguna bagi dirinyas dan orang lain (Jauhari, tt.:54 dalam Tim Dosen Agama Islam UM 2013:215). Prinsip ini menghendaki agar pemerintah melaksanakan tugasnya dengan sebaik-baiknya, meliputi tanggung jawab manusia terhadap Allah, terhadap sesamanya, dan terhadap diri sendiri (Al-Maraghi, 1974-70 dalam Tim Dosen Agama Islam UM 2013:215). Setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawabannya. Rasulullah SAW bersabda yang artinya:

Semua kamu adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas kepemimpinannya.

Ketaatan berarti ikut berpartisipasi dalam upaya mendukung pemerintahan dan melaksanakan serta mensosialisasikan ajaran agama Islam (Shibab, 1999:427 dalam Tim Dosen Agama Islam UM 2013:216).

4. Institusi Khilafah Dalam Tradisi Politik Islam

Khilafah dalam bahasa Arab berarti penggantian.Kata ini mengingatkan orang pada kata khalifah (pengganti, pengatur, wakil) yang ada dalam Q.S. al-Baqarah:30, yang artinya:

Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”.

Dewasa ini, khalifah banyak digunakan oleh kelompok muslim tertentu untuk mewakili cita-cita mereka dalam mewujudkan keberlakuan tatanan masyarakat dunia yang berdasarkan syari’at Islam. Namun demikian tidak semua ahli setuju bahwa khalifah itu merupakan konsep yang mempunyai rujukan tekstual dalam sumber utama Islam (al-qur’an dan hadis). Meskipun garis keturunan menjadi bahan pertimbangan dalam pemilihan khalifah, namun pertimbangan utama adalah kecakapan dalam memimpin; mampu memberikan perkindungtan dan menegakkan keadilan diantara mereka (Donner, 1981 dalam Tim Dosen Agama Islam UM 2013:217)

Pemilihan ini berpijak pada QS. Al-Syura: 38 dan Ali Imran:159 yang menyandarkan pemilihan pada asas musyawarah yang masing-masing mempunyai arti:

...sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka... (QS Asy-Syura:38)

...dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu...(QS.Ali Imran:159).

5. Asas-Asas Dalam Politik Islam

a. Hakimiyyah Ilahiyyah

Hakimiyyah atau memberikan kuasa pengadilan dan kedaulatan hukum tertinggi dalam sistem politik Islam hanyalah hak mutlak Allah.


Dan Dialah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, bagi-Nyalah segala puji di dunia dan di akhirat, dan bagi-Nyalah segala penentuan dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan. (Al-Qasas: 70)

Hakimiyyah Ilahiyyah membawa pengertian-pengertian berikut:
a) Allah Pemelihara alam semesta yang pada hakikatnya adalah Tuhan yang menjadi pemelihara manusia, dan tidak ada jalan lain bagi manusia kecuali patuh dan tunduk kepada sifat IlahiNya Yang Maha Esa.
b) Hak untuk menghakimi dan meng adili tidak dimiliki oleh setiap orang kecuali Allah.
c) Hanya Allah sajalah yang memiliki hak mengeluarkan hukum sebab Dialah satu-satuNya Pencipta.
d) Hanya Allah saja yang memiliki hak mengeluarkan peraturan-peraturan sebab Dialah satu-satuNya Pemilik.
e) Hukum Allah adalah suatu yang benar sebab hanya Dia saja yang Mengetahui hakikat segala sesuatu dan di tanganNyalah saja penentuan hidayah dan penentuan jalan yang selamat dan lurus.

6. Prinsip Politik dalam Islam

a. Musyawarah

Asas musyawarah yang paling utama adalah berkenaan dengan pemilihan ketua negara dan oarang-oarang yang akan menjabat tugas-tugas utama dalam sistem politik. Asas musyawarah yang kedua adalah berkenaan dengan penentuan jalan dan cara pelaksanaan undang-undang yang telah dianjurkan di dalam Al-Quran dan As-Sunnah. Asas musyawarah yang seterusnya ialah berkenaan dengan jalan-jalan untuk menyelesaikan perkara-perkara baru yang timbul di kalangan politik.

b. Keadilan

Prinsip ini adalah berkaitan dengan keadilan sosial yang dijamin oleh sistem sosial dan sistem ekonomi Islam. Dalam pelaksanaannya yang luas, prinsip keadilan yang terkandung dalam sistem politik Islam meliputi dan merangkumi segala jenis perhubungan yang berlaku dalam kehidupan manusia, termasuk keadilan di antara rakyat dan pemerintah, di antara dua pihak yang bersengketa di hadapan pihak pengadilan, di antara pasangan suami isteri dan di antara ibu bapa dan anak-anaknya.kewajipan berlaku adil dan menjauhi perbuatan zalim adalah di antara asas utama dalam sistem sosial Islam, maka menjadi peranan utama sistem politik Islam untuk memelihara asas tersebut. Pemeliharaan terhadap keadilan merupakan prinsip nilai-nilai sosial yang utama kerana dengannya dapat dikukuhkan kehidupan manusia dalam segala aspeknya.

c. Kebebasan

Kebebasan yang diipelihara oleh sistem politik Islam ialah kebebasan yang mencerminkan kebajikan. Menegakkan prinsip kebebasan yang sebenarnya adalah tujuan terpenting bagi sistem politik dan pemerintahan Islam serta menjadi asas-asas utama bagi undang-undang perlembagaan negara Islam.

d. Persamaan

Persamaan di sini terdiri dari persamaan dalam mendapatkan dan menuntut hak, persamaan dalam memikul tanggung jawab menurut peringkat-peringkat yang ditetapkan oleh undang-undang perlembagaan dan persamaan berada di bawah kuatkuasa undang-undang.

e. Hak Mengawasi Pihak Pemerintah

Hak rakyat untuk mengawasi pihak pemerintah dan hak mendapat penjelasan terhadap tindak tanduknya. Prinsip ini berdasarkan kepada kewajiban pihak pemerintah untuk melakukan musyawarah dalam hal-hal yang berkaitan dengan urusan negara. Hak rakyat untuk disuarakan berarti kewajiban setiap anggota dalam masyarakat untuk menegakkan kebenaran dan menghapuskan kemungkaran. Dalam pengertian yang luas, ini juga bererti bahawa rakyat berhak untuk mengawasi tindak tanduk dan keputusan-keputusan pihak pemerintah.

7. Karakteristik dalam Politik Islam

Menurut Dr. Abdul Azis ‘izzat al-Khayyah dalam Dhiauddin, 2001: 4, karakter dalam politik Islam adalah:
a. Adil dan Persamaan

Islam sangat menegaskan akan persamaan harkat dan martabat manusia. Rasulullah mengajarkan kepada kita bahwa sesama manusia itu adalah sama derajatnya di hadapan Allah SWT yang menentukan tinggi rendahnya derajat seseorang adalah ketakwaannya kepada Allah SWT.
b. Musyawarah

Musyawarah dilakukan untuk mencapai kemufakatan dari berbagai masalah yang dihadapi. Hal ini penting karena dapat mempererat hubungan kaum muslimin. Rasulullah mencontohkan bahwa pemimpin tidaklah harus bersikap otoriter dan menunjukkan keegoan diri dalam kepemimpinan.
c. Ketaatan terhadap Pemimpin

Dalam hal ini kita telah banyak diajarkan Allah dan Rasul-Nya untuk taat pada pemimpin. Akan tetapi kata taat disini memiliki batasan, artinya ketaatan terhadap pemimpin apabila ia (pemimpin) tidak melanggar syariat Islam.
d. Pengawasan (kontrol sosial) terhadap pemerintah sesuai fakta

Maksudnya, ketika pemimpin mempunyai kesalahan dalam mengemban masalah rakyat, maka kita sebagai rakyat wajib mengkritik secara konstruktif (bersifat membangun), dan tidak bermaksud untuk mencela.

B. Cinta Tanah Air Indonesia Menurut Islam

1. Pengertian Cinta Tanah Air

Cinta tanah air merupakan tabiat alami manusia. Karena di tanah air itulah mereka dilahirkan, dibesarkan, dididik dan disayang. Perasaan rindu terhadap tanah air menunjukkan adanya cinta dan hubungan batin antara manusia dan tanah tumpah darahnya. Kecintaan terhadap tanah air akan menimbulkan sikap nasionalisme, yaitu kesadaran dan semangat cinta tanah air.

2. Faktor Penumbuh Cinta Tanah Air

Persamaan sejarah muncul sebagai unsur kebangsaan karena unsur ini merupakan salah satu yang terpenting demi menyatukan perasaan, pikiran, dan langkah-langkah masyarakat. Sejarah menjadi penting karena umat, bangsa, dan kelompok dapat melihat dampak positif atau negatif dari pengalaman masa lalu, kemudian mengambil pelajaran dari sejarah untuk melangkah ke masa depan yang lebih baik dan sejahtera. Sejarah yang gemilang dari suatu kelompok akan dibanggakan anggota kelompok serta keturunannya, demikian pula sebaliknya.

Al Qur-an sangat menonjol dalam menguraikan peristiwa sejarah. Bahkan tujuan utama dari uraian sejarahnya adalah guna mengambil i’tibar (pelajaran), guna menentukan langkah berikutnya. Secara singkat dapat dikatakan bahwa unsur kesejarahan sejalan dengan ajaran Al-Quran. Sehingga kalau unsur ini dijadikan salah satu faktor lahirnya paham kebangsaan, hal ini inklusif didalam ajaran Al Qur-an, selama uraian kesejarahan itu diarahkan untuk mencapai kebaikan, kerukunan, dan kesejahteraan. 

Baca : Peranan Kerajaan Islam di Aceh Terhadap Perkembangan Islam Nusantara

3. Perintah Allah SWT Untuk Cinta Tanah Air

Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa: Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini, negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman diantara mereka kepada Allah dan hari kemudian (QS.2:126)

Nabi Ibrohim berdoa untuk tanah airnya :
1) Menjadi negeri yang aman sentosa.
2) Penduduknya Dilimpahi rizqi.
3) Penduduknya Iman kepada Allah dan hari akhir.
Ini menunjukkan Nabi Ibrohim adalah seseorang yang begitu mendalam Cintanya akan tanah airnya.

Rasa kebangsaan tidak dapat dinyatakan adanya tanpa dibuktikan oleh patriotisme dan cinta tanah air. Cinta tanah air tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Agama, bahkan terdapat di dalam ajaran Al Qur-an dan praktek Nabi Muhammad SAW. Hal ini bukan sekadar dibuktikan melalui Hadits Nabi Muhammad SAW.

4. Orang yang Benar-Benar Cinta Tanah Air

Kalau kita perhatikan di sekeliling kita justru yang merusak tanah air sebenarnya orang-orang yang menggembar-gemborkan paham nasionalis. Yaitu mereka yang menyatakan dirinya sebagai pembela tanah air, pembela persatuan dan kesatuan. Bukankah kesyirikan dan kemaksiatan, kasus korupsi, proyek pembabatan hutan, pencemaran lingkungan, penindasan, kesewenang-wenangan dan yang lainnya dilakukan oleh mahluk yang menamakan dirinya nasionalis? Politikus yang gigih membela paham cinta tanah air. Padahal cinta tanah air tanpa didasari ilmu yang benar hanya akan menimbulkan kerusakan. Allah Ta’ala berfirman

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ

Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan Karena perbuatan tangan manusi, supay Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). (QS. Ar Ruum : 41)

5. Jihad

Jihad artinya perang, tapi banyak orang yang salah mengartikan tentang pengertian jihad yang sebenarnya. Jadi, jihad lebih diartikan sebagai perang (kekerasan). Jika Indonesia dibangun atas dasar islam dan berusaha menerapkan syari’at islam disetiap , maka wajib bagi ummat islam untuk membelanya. Akan tetapi jika negeri tersebut dibangun bukan diatas syari’at islam, melainkan syari’at kekufuran, maka bagi seorang muslim haram membela peperangan tersebut, karena peperangan yang tidak dijalan Allah adalah dijalan toghut. Di dunia ini hanya ada dua jalan, sabilullah dan sabilut toghut, tidak ada jalan yang ketiga. Allah Ta’ala berfirman :

الَّذِينَ آَمَنُوا يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَالَّذِينَ كَفَرُوا يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ الطَّاغُوتِ فَقَاتِلُوا أَوْلِيَاءَ الشَّيْطَانِ إِنَّ كَيْدَ الشَّيْطَانِ كَانَ ضَعِيفًا

Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah, dan orang-orang yang kafir berperang di jalan thaghut, sebab itu perangilah kawan-kawan syaitan itu, Karena Sesungguhnya tipu daya syaitan itu adalah lemah. (QS An Nisa’ : 76 ).

Sebagaimana juga dijelaskan dari Abu Musa, ia berkata bahwa:

عَنْ أَبِى مُوسَى قَالَ جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – فَقَالَ الرَّجُلُ يُقَاتِلُ حَمِيَّةً وَيُقَاتِلُ شَجَاعَةً وَيُقَاتِلُ رِيَاءً ، فَأَىُّ ذَلِكَ فِى سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ « مَنْ قَاتَلَ لِتَكُونَ كَلِمَةُ اللَّهِ هِىَ الْعُلْيَا ، فَهْوَ فِى سَبِيلِ اللَّهِ »

Artinya: Ada seseorang yang pernah mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas ia berkata, ada seseorang yang berperang (berjihad) untuk membela sukunya (tanah airnya); ada pula yang berperang supaya disebut pemberani (pahlawan); ada pula yang berperang dalam rangka riya’ (cari pujian), lalu manakah yang disebut jihad di jalan Allah? Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda, “Siapa yang berperang supaya kalimat Allah itu mulia (tinggi) itulah yang disebut jihad di jalan Allah.” (HR. Bukhari no. 7458 dan Muslim no. 1904).

Ibnu Taimiyah berkata :

فَالْعَدُوُّ الصَائِلُ الذِي يُفْسِدُ الدِيْنَ وَالدُّنْيَا لاَ شَيْءَ أَوْجَبُ بَعْدَ الْإِيْمَانِ مِنْ دَفْعِهِ

Musuh yang menyerang yang merusak din dan dunia (ummat islam) tidak ada yang lebih wajib setelah iman kecuali menolaknya. (Majmu’ fatawa 4/608).


PENUTUP 

A. Kesimpulan

Sistem politik dan pemerintahan di Indonesia menurut Islam dibantu oleh khalifah, banyak digunakan oleh kelompok muslim tertentu untuk mewakili cita-cita mereka dalam mewujudkan keberlakuan tatanan masyarakat dunia yang berdasarkan syari’at Islam. Menganut prinsip-prinsip musyawarah untuk mencapai mufakat, kebebasan, keadilan, dan hak untuk mengawasi pemerintahan. Mempunyai karakter yang adil dan persamaan, musyawarah, dan patuh terhadap pemerintahan yang benar.

Cinta tanah air Indonesia dalam Islam perasaan rindu terhadap tanah air menunjukkan adanya cinta dan hubungan batin antara manusia dan tanah tumpah darahnya. Kecintaan terhadap tanah air akan menimbulkan sikap nasionalisme, yaitu kesadaran dan semangat cinta tanah air. Nasionalisme yang benar dan sesuai dengan syariat agama akan membawa dampak positif bagi pelakunya, sebaliknya nasionalisme yang berlebih akan membawa dampak negatif bagi pelaku. 

Baca : Landasan Psikologi Pendidikan

B. Saran

Sebagai warga Indonesia yangf memluk agama Islam sebaiknya kita harus membuat kesimbangan antara politik islam dan politik yang ada di Indonesia. Kita harus mencintai tanah air kita,Indonesia, tetapi dengan ketentuan-ketentuan yang sudah ditetapkan. Tidak melanggar hukum dan aturan yang berlaku dan menyimpang dari ajaran agama Islam. Juga, jangan sampai kita sebagai umat muslim di Indonesia terhasut dengan hal-hal yang mengatasnamakan cinta tanah air, tetapi hal tersebut justru menjerumuskan kita.

DAFTAR PUSTAKA 

1. Fadloli, dkk. 2011. Sistem Politik Islam. Jakarta:Prenada Media.

2. Rais, dr. M. Dhiauddin. 2001. Teori Politik Islam. Jakarta: Gema Insani Press.

3. UM, Tim dosen PAI. 2009. Aktualisasi Pendidikan Islam: Respon Terhadap Problematika Kontemporer. Surabaya: Hilal Pustaka.

4. UM, Tim Dosen PAI. 2013. Pendidikan Islam transformatif Menuju Perkembangan Pribadi Berkarakter. Malang: PT Temprina Media Grafika.

5. UM, Tim Dosen PAI. 2014. Pendidikan Islam Transformatif Membentuk Pribadi Berkarakter. Malang: Dream Litera.

0 Response to "Cinta Tanah Air dan Politik dalam Islam"

Post a Comment