ETIKA BERPOLITIK MENURUT PANDANGAN ISLAM
DAN PENERAPANYA DI INDONESIA
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Memperbincangkan persoalan etika politik adalah sesuatu yang sangat penting dalam Islam, karena barbagai alasan, di antaranya;
Pertama, politik itu dipandang sebagai bagian dari ibadah, karena itu harus dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip ibadah. Misalnya, dalam berpolitik harus diniatkan dengan lillahi taala. Dalam berpolitik, kita tidak boleh melanggar perintah-perintah dalam beribadah, karena pelanggaraan terhadap prinsip-prinsip ibadah akan dapat merusak "kesucian" politik itu sendiri. Kedua, etika politik dipandang sangat perlu dalam Islam, karena politik itu berkenaan dengan prinsip Islam dalam pengelolaan masyarakat (Irfan Idris: 2009).
Dalam berpolitik sering menyangkut hubungan antar-manusia, misalnya saling menghormati, saling menghargai hak orang lain, saling menerima dan tidak memaksakan pendapat sendiri. Itulah menurut hemat saya prinsip-prinsip hubungan antar-manusia yang harus berlaku di dalam dunia politik kita saat ini. Akan tetapi, ada sebagian pengamat politik yang justru berpendapat sebaliknya, bahkan berpandangan sinis: "mereka berkata; bahwa membahas tentang etika politik itu seperti 'berteriak di padang pasir' ". lebih jauh mereka mengatakan bahwa "etika politik itu nonsense". Menurutnya, realitas politik itu sebenarnya pertarungan kekuatan dan kepentingan dan tak ada kaitan dengan etika. Politik dibangun bukan dari yang ideal, tidak tunduk kepada apa yang seharusnya. Dalam politik, kecenderungan umum adalah tujuan menghalalkan segala cara seperti apa yang diajarkan oleh filosof Machiavelli.
Dari pandangan singkat di atas, maka wajar jika salah seorang filosof yakni Immanuel Kant pernah menyindir bahwa ada dua watak binatang terselip di setiap "insan politik": watak merpati dan watak ular. Politisi kadang memiliki watak merpati yang lemah lembut dan penuh kemuliaan dalam memperjuangkan idealisme. Tetapi, di sisi lain terkadang ia juga mempunyai watak ular yang licik dan jahat, serta selalu berupaya untuk memangsa merpati. Akan tetapi celakanya, yang sering menonjol dimiliki oleh insan politik adalah "watak sisi ular" ketimbang watak " sisi merpati"-nya. Dari sikap itu sehingga memunculkan pemikiran bahwa politik itu kotor, akal-akal-an, tipu muslihat, licik, serta kejam dalam mencapai suatu tujuan, dan anggapan ini hingga kini masih dianut oleh sebagian bahkan mayoritas orang, dan tentunya hal ini mencederai pengertian politik itu sendiri yang padahal menurut filosof Aristoteles bahwa politik itu sendiri justru bertujuan mulia. Di sinilah pentingnya etika politik sebagai alternative solusi piihan untuk mewujudkan prilaku politik yang santun demi terwujudnya kondisi Negara yang tentram, aman dan maju.
Baca : Makalah Epistemologi Tasawuf
B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini masalah yang akan dibahas diantaranya meliputi:
1. Bagaimana pengetian dari etika, sistem politik ?
2. Bagaimana sistem politik dalam islam ?
3. Bagaimana etika berpolitik dalam islam ?
4. Bagaimana penerapannya di Indonesia tentang sistem berpolitik menurut Islam ?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulis adalah untuk memenuhi tugas dalam mata kuliah Pendidikan Pancasila, selain itu juga ada beberapa tujuan diantaranya :
1. Mengetahui lebih jauh tentang sistem politik dalam Islam.
2. Mengetahui etika berpolitik dalam Islam.
3. Mengetahui bagaimana penerapannya di Indonesia tentang sistem berpolitik menurut Islam.
A. Pengertian Etika
Dalam pergaulan hidup bermasyarakat, bernegara hingga pergaulan hidup tingkat internasional di perlukan suatu sistem yang mengatur bagaimana seharusnya manusia bergaul. Sistem pengaturan pergaulan tersebut menjadi saling menghormati dan dikenal dengan sebutan sopan santun, tata krama, protokoler dan lain-lain. Maksud pedoman pergaulan tidak lain untuk menjaga kepentingan masing-masing yang terlibat agar mereka senang, tenang, tentram, terlindung tanpa merugikan kepentingannya serta terjamin agar perbuatannya yang tengah dijalankan sesuai dengan adat kebiasaan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan hak-hak asasi umumnya. Hal itulah yang mendasari tumbuh kembangnya etika di masyarakat kita. Menurut para ahli maka etika tidak lain adalah aturan prilaku, adat kebiasaan manusia dalam pergaulan antara sesamanya dan menegaskan mana yang benar dan mana yang buruk. Perkataan etika atau lazim juga disebut etik, berasal dari kata Yunani ETHOS yang berarti norma-norma, nilai-nilai, kaidah-kaidah dan ukuran-ukuran bagi tingkah laku manusia yang baik, seperti yang dirumuskan oleh beberapa ahli berikut ini : – Drs. O.P. SIMORANGKIR : etika atau etik sebagai pandangan manusia dalam berprilaku menurut ukuran dan nilai yang baik. – Drs. Sidi Gajalba dalam sistematika filsafat : etika adalah teori tentang tingkah laku perbuatan manusia dipandang dari segi baik dan buruk, sejauh yang dapat ditentukan oleh akal. – Drs. H. Burhanudin Salam : etika adalah cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma moral yang menentukan prilaku manusia dalam hidupnya.
B. Pengertian Sistem Politik
Sistem Politik adalah berbagai macam kegiatan dan proses dari struktur dan fungsi yang bekerja dalam suatu unit atau kesatuan (masyarakat/negara). Menurut Drs. Sukarno, sistem politik adalah sekumpulan pendapat, prinsip, yang membentuk satu kesatuan yang berhubungan satu sama lain untuk mengatur pemerintahan serta melaksanakan dan mempertahankan kekuasaan dengan cara mengatur individu atau kelompok individu satu sama lain atau dengan Negara dan hubungan Negara dengan Negara.
Menurut Rusadi Kartaprawira adalah Mekanisme atau cara kerja seperangkat fungsi atau peranan dalam struktur politik yang berhubungan satu sama lain dan menunjukkan suatu proses yang langggeng. Menurut Almond, Sistem Politik adalah interaksi yang terjadi dalam masyarakat yang merdeka yang menjalankan fungsi integrasi dan adaptasi.
Menurut Rober A. Dahl, Sistem politik adalah pola yang tetap dari hubungan – hubungan antara manusia yang melibatkan sampai dengan tingkat tertentu, control, pengaruh, kekuasaan, ataupun wewenang.
Dapat disimpulkan bahwa sistem politik adalah mekanisme seperangkat fungsi atau peranan dalam struktur politik dalam hubungan satu sama lain yanh menunjukan suatu proses yang langsung memandang dimensi waktu (melampaui masa kini dan masa yang akan datang).
C. Sistem Politik Islam
1. Pengertian Politik Menurut Islam
Politik dalam Islam menjurus kegiatan ummah kepada usaha untuk mendukung dan melaksanakan syariat bertujuan untuk menyimpulkan segala sudut Islam yang syumul melalui satu institusi yang mempunyai sahsiah untuk menerajui dan melaksanakan undang-undang. Pengertian ini bertepatan dengan firman Allah: Dan katakanlah: “Ya Tuhan-ku, masukkanlah aku secara masuk yang benar dan keluarkanlah (pula) aku secara keluar yang benar dan berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong.” (Al-Isra’: 80)
2. Asas – Asas Sistem Politik Islam
a. Hikamiyyah Ilahiyyah
Hakimiyyah atau memberikan kuasa pengadilan dan kedaulatan hukum tertinggi dalam sistem politik Islam hanyalah hak mutlak Allah.
Dan Dialah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, bagi-Nyalah segala puji di dunia dan di akhirat, dan bagi-Nyalah segala penentuan dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan. (Al-Qasas: 70)
Hakimiyyah Ilahiyyah membawa pengertian-pengertian berikut:
· Bahawasanya Allah Pemelihara alam semesta yang pada hakikatnya adalah Tuhan yang menjadi pemelihara manusia, dan tidak ada jalan lain bagi manusia kecuali patuh dan tunduk kepada sifat IlahiyagNya Yang Maha Esa
· Bahawasanya hak untuk menghakimi dan meng adili tidak dimiliki oleh sesiap kecuali Allah
· Bahawasanya hanya Allah sahajalah yang memiliki hak mengeluarkan hukum sebab Dialah satu-satuNya Pencipta
· Bahawasanya hanya Allah sahaja yang memiliki hak mengeluarkan peraturan-peraturan sebab Dialah satu-satuNya Pemilik
· Bahawasanya hukum Allah adalah suatu yang benar sebab hanya Dia sahaja yang Mengetahui hakikat segala sesuatu dan di tanganNyalah sahaja penentuan hidayah dan penentuan jalan yang selamat dan lurus
Hakimiyyah Ilahiyyah membawa erti bahawa teras utama kepada sistem politik Islam ialah tauhid kepada Allah di segi Rububiyyah dan Uluhiyyah.
b. Risalah
Risalah berarti bahwa kerasulan beberapa orang lelaki di kalangan manusia sejak Nabi Adam hingga kepada Nabi Muhammad s.a.w adalah suatu asas yang penting dalam sistem politik Islam. Melalui landasan risalah inilah maka para rasul mewakili kekuasaan tertinggi Allah dalam bidang perundangan dalam kehidupan manusia. Para rasul meyampaikan, mentafsir dan menterjemahkan segala wahyu Allah dengan ucapan dan perbuatan.
Dalam sistem politik Islam, Allah telah memerintahkan agar manusia menerima segala perintah dan larangan Rasulullah s.a.w. Manusia diwajibkan tunduk kepada perintah-oerintah Rasulullah s.a.w dan tidak mengambil selain daripada Rasulullah s.a.w untuk menjadi hakim dalam segala perselisihan yang terjadi di antara mereka. Firman Allah:
Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya. (Al-Hasyr: 7)
Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (An-Nisa’: 65)
c. Khilafah
Khilafah bererti perwakilan. Kedudukan manusia di atas muka bumi ini adlah sebagai wakil Allah. Oleh itu, dengan kekuasaanyang telah diamanahkan ini, maka manusia hendaklah melaksanakan undang-undang Allah dalam batas yang ditetapkan. Di atas landasan ini, maka manusia bukanlah penguasa atau pemilik tetapi hanyalah khalifah atau wakil Allah yang menjadi Pemilik yang sebenar. Kemudian Kami jadikan kamu pengganti-pengganti (mereka) di muka bumi sesudah mereka, supaya Kami memperhatikan bagaimana kamu berbuat. (Yunus: 14)
Seseorang khalifah hanya menjadi khalifah yang sah selama mana ia benar-benar mengikuti hukum-hukum Allah. Ia menuntun agar tugas khalifah dipegang oleh orang-orang yang memenuhi syarat-syarat berikut:
· Terdiri daripada orang-orang yang benar-benar boleh menerima dan mendukung prinsip-prinsip tanggungjawab yang terangkum dalam pengertian kkhilafah
· Tidak terdiri daripada orang-orang zalim, fasiq, fajir dan lalai terhadap Allah serta bertindak melanggar batas-batas yang ditetapkan olehNya
· Terdiri daripada orang-orang yang berilmu, berakal sihat, memiliki kecerdasan, kearifan serta kemampuan intelek dan fizikal
· Terdiri daripada orang-orang yang amanah sehingga dapt dipikulkan tanggungjawab kepada mereka dengan yakin dan tanpa keraguan
Baca : Makalah Konstitusi
3. Prinsip-prinsip Utama Sistem Politik Islam
· Musyawarah
Asas musyawarah yang paling utama adalah berkenaan dengan pemilihan ketua negara dan oarang-oarang yang akan menjawat tugas-tugas utama dalam pentadbiran ummah. Asas musyawarah yang kedua adalah berkenaan dengan penentuan jalan dan cara pelaksanaan undang-undang yang telah dimaktubkan di dalam Al-Quran dan As-Sunnah. Asas musyawarah yang seterusnya ialah berkenaan dengan jalan-jalan bagi menetukan perkara-perkara baru yang timbul di dalangan ummah melalui proses ijtihad.
· Keadilan
Prinsip ini adalah berkaitan dengan keadilan sosial yang dijamin oleh sistem sosial dan sistem ekonomi Islam. Dalam pelaksanaannya yang luas, prinsip keadilan yang terkandung dalam sistem politik Islam meliputi dan merangkumi segala jenis perhubungan yang berlaku dalam kehidupan manusia, termasuk keadilan di antara rakyat dan pemerintah, di antara dua pihak yang bersengketa di hadapan pihak pengadilan, di antara pasangan suami isteri dan di antara ibu bapa dan anak-anaknya.kewajipan berlaku adil dan menjauhi perbuatan zalim adalah di antara asas utama dalam sistem sosial Islam, maka menjadi peranan utama sistem politik Islam untuk memelihara asas tersebut. Pemeliharaan terhadap keadilan merupakan prinsip nilai-nilai sosial yang utama kerana dengannya dapat dikukuhkan kehidupan manusia dalam segala aspeknya.
· Kebebasan
Kebebasan yang diipelihara oleh sistem politik Islam ialah kebebasan yang berterskan kepada makruf dan kebajikan. Menegakkan prinsip kebebasan yang sebenaradalah tujuan terpenting bagi sistem politik dan pemerintahan Islam serta menjadi asas-asas utama bagi undang-undang perlembagaan negara Islam.
· Persamaan
Persamaan di sini terdiri daripada persamaan dalam mendapatkan dan menuntut hak, persamaan dalam memikul tanggungjawab menurut peringkat-peringkat yang ditetapkan oleh undang-undang perlembagaan dan persamaan berada di bawah kuatkuasa undang-undang.
· Hak menghisab pihak pemerintah
Hak rakyat untuk menghisab pihak pemerintah dan hak mendapat penjelasan terhadap tindak tanduknya. Prinsip ini berdasarkan kepada kewajipan pihak pemerintah untuk melakukan musyawarah dalam hal-hal yang berkaitan dengan urusan dan pentadbiran negara dan ummah. Hak rakyat untuk disyurakan adalah bererti kewajipan setiap anggota dalam masyarakat untuk menegakkan kebenaran dan menghapuskan kemungkaran. Dalam pengertian yang luas, ini juga bererti bahawa rakyat berhak untuk mengawasi dan menghisab tindak tanduk dan keputusan-keputusan pihak pemerintah.
4. Tujuan Politik Menurut Islam
Tujuan sistem politik Islam adalah untuk membangunkan sebuah sistem pemerintahan dan kenegaraan yang tegak di atas dasar untuk melaksanakan seluruh hukum syariat Islam. Tujuan utamanya ialah menegakkan sebuah negara Islam atau Darul Islam. Dengan adanya pemerintahan yang mendukung syariat, maka akan tertegaklah Ad-Din dan berterusanlah segala urusan manusia menurut tuntutan-tuntutan Ad-Din tersebut. Para fuqahak Islam telah menggariskan 10 perkara penting sebagai tujuan kepada sistem politik dan pemerintahan Islam:
· Memelihara keimanan menurut prinsip-prinsip yang telah disepakati oleh ulama salaf daripada kalangan umat Islam
· Melaksanakan proses pengadilan dikalangan rakyat dan menyelesaikan masalah dikalangan orang-orang yang berselisih
· Menjaga keamanan daerah-daerah Islam agar manusia dapat hidup dalam keadaan aman dan damai
· Melaksanakan hukuman-hukuman yang telah ditetapkan syarak demi melindungi hak-hak manusia
· Menjaga perbatasan negara dengan berbagai persenjataan bagi menghadapi kemungkinan serangan daripada pihak luar
· Mengendalikan urusan pengutipan cukai, zakat, dan sedekah sebagaimana yang ditetapkan syarak
· Mengatur anggaran belanjawan dan perbelanjaan daripada perbendaharaan negara agar tidak digunakan secara boros atau kikir
· Melantik pegawai-pegawai yang cekap dan jujur bagi mengawal kekayaan negara dan menguruskan hal-ehwal pentadbiran negara
· Menjalankan pengawalan dan pemeriksaan yang rapi dalam hal-ehwal awam demi untuk memimpin negara dan melindungi Ad-Din
D. Etika Berpolitik Dalam Islam
1. Pengertian Etika Politik Islam
Etika politik Islam adalah seperangkat aturan atau norma dalam bernegara di mana setiap individu dituntut untuk berperilaku sesuai dengan ketentuan Allah sebagaimana tercantum dalam al-Qur’an. Adapun mengenai aplikasi nilai-nilai etika tersebut merujuk kepada pola kehidupan Nabi Muhammad Saw baik dalam kehidupan secara umum maupun secara khusus, yaitu dalam tatanan politik kenegaraan.
Tidak diragukan lagi bahwa sistem kepemimpinan yang paling sempurna dan ideal adalah kepemimpinan yang dijalankan oleh Nabi Muhammad Saw. Sistem kepemimpinan yang dipraktikkan Rasulullah didasarkan atas kapasitasnya sebagai nabi dan rasul Allah yang memiliki sifat-sifat shiddiq, amanah, tabligh, dan fathanah. Keempat sifat inilah yang mewarnai pola laku dan kebijakan Rasulullah dalam memimpin umatnya. Setelah kewafatan beliau, sifat-sifat ini tidak dimiliki sepenuhnya oleh empat khalifah sesudahnya. Namun, salah satu sifat itu tetap menonjol dalam sistem kepemimpinan mereka, seperti sifat shiddiq sangat menonjol dalam kepribadian Abu Bakar. Sifat amanah menjadi ciri khas kepemimpinan Umar bin Khattab. Sifat tabligh sangat menjiwai Utsman bin ‘Affan. Dan sifat fathanah (cerdas dan berpengetahuan luas) menjadi karakteristik Ali bin Abi Thalib. Sistem kepemimpinan umat pasca kewafatan Rasulullah menjadi sebuah model untuk kepemimpinan umat masa-masa berikutnya. Memang benar bahwa Rasulullah tidak meninggalkan wasiat mengenai penggantinya untuk meneruskan kepemimpinan, tetapi para sahabat dapat menilai di antara mareka yang lebih berhak dan pantas untuk memimpin. Maka, tampillah Abu Bakar sebagai khalifah pertama yang diangkat berdasarkan musyawarah para sahabat dari golongan Muhajirin dan Anshar. Kemudian, tampil Umar bin Khattab sebagai khalifah kedua berdasarkan kaderisasi yang dilakukan Abu Bakar dan dimusyawarahkan bersama sahabat-sahabat lain pada masa hidupnya. Selanjutnya, khalifah yang ketiga, Utsman bin ‘Affan dipilih berdasarkan musyawarah tim formatur yang dibentuk oleh Umar bin Khattab semasa hidupnya, yang diketuai oleh Abdurrahman bin ‘Auf. Setelah itu, kepemimpinan digantikan oleh Ali bin Abi Thalib, sebagai khalifah keempat, yang diangkat oleh mayoritas kaum muslimin. Namun, ada juga pihak yang tidak setuju karena perbedaan prinsip dan kepentingan. Sejarah mencatat bahwa sejak akhir pemerintahan Utsman bin ‘Affan sampai pemerintahan Ali bin Abi Thalib, situasi politik terus bergejolak. Kemudian, sistem kepemimpinan berganti dengan dinasti, yaitu Dinasti Bani Umayyah dan Dinasti Bani Abbasiyyah dan dinasti-dinasti lainnya.
2. Tujuan Etika Politik
Etika, atau filsafat moral (Telchman, 1998) mempunyai tujuan menerangkan kebaikan dan kejahatan. Etika politik dengan demikian, memiliki tujuan menjelaskan mana tingkah laku politik yang baik dan sebaliknya. Apa standar baik? Apakah menurut agama tertentu? Bisa iya, bisa juga tidak! Tapi yang penting adalah standar baik dalam konteks politik adalah bagaimana politik diarahkan untuk memajukan kepentingan umum. Jadi kalau politik sudah mengarah pada kepentingan pribadi dan golongan tertentu, itu etika politik yang buruk. Sayangnya, itulah yang terjadi di negeri kita tercinta ini.
Politik yang baik adalah politik yang bisa mencapai tujuannya, apa pun caranya. Relevansi etika politik terletak pada kemampuannya untuk menjinakkan kekuatan itu dan mengatur kepentingan-kepentingan kelompok dengan membangun institusi institusi yang lebih adil.
Beberapa prinsip ajaran Islam yang dapat dijadikan etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini antara lain meliputi kekuasaan sebagai amanah, musyawarah, prinsip keadilan sosial, prinsip persamaan, pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak azasi manusia, prinsip peradilan bebas kepentingan, prinsip perdamaian dan keselamatan, prinsip kesejahteraan, prinsip ketaatan rakyat.
B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini masalah yang akan dibahas diantaranya meliputi:
1. Bagaimana pengetian dari etika, sistem politik ?
2. Bagaimana sistem politik dalam islam ?
3. Bagaimana etika berpolitik dalam islam ?
4. Bagaimana penerapannya di Indonesia tentang sistem berpolitik menurut Islam ?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulis adalah untuk memenuhi tugas dalam mata kuliah Pendidikan Pancasila, selain itu juga ada beberapa tujuan diantaranya :
1. Mengetahui lebih jauh tentang sistem politik dalam Islam.
2. Mengetahui etika berpolitik dalam Islam.
3. Mengetahui bagaimana penerapannya di Indonesia tentang sistem berpolitik menurut Islam.
PEMBAHASAN
A. Pengertian Etika
Dalam pergaulan hidup bermasyarakat, bernegara hingga pergaulan hidup tingkat internasional di perlukan suatu sistem yang mengatur bagaimana seharusnya manusia bergaul. Sistem pengaturan pergaulan tersebut menjadi saling menghormati dan dikenal dengan sebutan sopan santun, tata krama, protokoler dan lain-lain. Maksud pedoman pergaulan tidak lain untuk menjaga kepentingan masing-masing yang terlibat agar mereka senang, tenang, tentram, terlindung tanpa merugikan kepentingannya serta terjamin agar perbuatannya yang tengah dijalankan sesuai dengan adat kebiasaan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan hak-hak asasi umumnya. Hal itulah yang mendasari tumbuh kembangnya etika di masyarakat kita. Menurut para ahli maka etika tidak lain adalah aturan prilaku, adat kebiasaan manusia dalam pergaulan antara sesamanya dan menegaskan mana yang benar dan mana yang buruk. Perkataan etika atau lazim juga disebut etik, berasal dari kata Yunani ETHOS yang berarti norma-norma, nilai-nilai, kaidah-kaidah dan ukuran-ukuran bagi tingkah laku manusia yang baik, seperti yang dirumuskan oleh beberapa ahli berikut ini : – Drs. O.P. SIMORANGKIR : etika atau etik sebagai pandangan manusia dalam berprilaku menurut ukuran dan nilai yang baik. – Drs. Sidi Gajalba dalam sistematika filsafat : etika adalah teori tentang tingkah laku perbuatan manusia dipandang dari segi baik dan buruk, sejauh yang dapat ditentukan oleh akal. – Drs. H. Burhanudin Salam : etika adalah cabang filsafat yang berbicara mengenai nilai dan norma moral yang menentukan prilaku manusia dalam hidupnya.
B. Pengertian Sistem Politik
Sistem Politik adalah berbagai macam kegiatan dan proses dari struktur dan fungsi yang bekerja dalam suatu unit atau kesatuan (masyarakat/negara). Menurut Drs. Sukarno, sistem politik adalah sekumpulan pendapat, prinsip, yang membentuk satu kesatuan yang berhubungan satu sama lain untuk mengatur pemerintahan serta melaksanakan dan mempertahankan kekuasaan dengan cara mengatur individu atau kelompok individu satu sama lain atau dengan Negara dan hubungan Negara dengan Negara.
Menurut Rusadi Kartaprawira adalah Mekanisme atau cara kerja seperangkat fungsi atau peranan dalam struktur politik yang berhubungan satu sama lain dan menunjukkan suatu proses yang langggeng. Menurut Almond, Sistem Politik adalah interaksi yang terjadi dalam masyarakat yang merdeka yang menjalankan fungsi integrasi dan adaptasi.
Menurut Rober A. Dahl, Sistem politik adalah pola yang tetap dari hubungan – hubungan antara manusia yang melibatkan sampai dengan tingkat tertentu, control, pengaruh, kekuasaan, ataupun wewenang.
Dapat disimpulkan bahwa sistem politik adalah mekanisme seperangkat fungsi atau peranan dalam struktur politik dalam hubungan satu sama lain yanh menunjukan suatu proses yang langsung memandang dimensi waktu (melampaui masa kini dan masa yang akan datang).
C. Sistem Politik Islam
1. Pengertian Politik Menurut Islam
Politik dalam Islam menjurus kegiatan ummah kepada usaha untuk mendukung dan melaksanakan syariat bertujuan untuk menyimpulkan segala sudut Islam yang syumul melalui satu institusi yang mempunyai sahsiah untuk menerajui dan melaksanakan undang-undang. Pengertian ini bertepatan dengan firman Allah: Dan katakanlah: “Ya Tuhan-ku, masukkanlah aku secara masuk yang benar dan keluarkanlah (pula) aku secara keluar yang benar dan berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong.” (Al-Isra’: 80)
2. Asas – Asas Sistem Politik Islam
a. Hikamiyyah Ilahiyyah
Hakimiyyah atau memberikan kuasa pengadilan dan kedaulatan hukum tertinggi dalam sistem politik Islam hanyalah hak mutlak Allah.
Dan Dialah Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, bagi-Nyalah segala puji di dunia dan di akhirat, dan bagi-Nyalah segala penentuan dan hanya kepada-Nyalah kamu dikembalikan. (Al-Qasas: 70)
Hakimiyyah Ilahiyyah membawa pengertian-pengertian berikut:
· Bahawasanya Allah Pemelihara alam semesta yang pada hakikatnya adalah Tuhan yang menjadi pemelihara manusia, dan tidak ada jalan lain bagi manusia kecuali patuh dan tunduk kepada sifat IlahiyagNya Yang Maha Esa
· Bahawasanya hak untuk menghakimi dan meng adili tidak dimiliki oleh sesiap kecuali Allah
· Bahawasanya hanya Allah sahajalah yang memiliki hak mengeluarkan hukum sebab Dialah satu-satuNya Pencipta
· Bahawasanya hanya Allah sahaja yang memiliki hak mengeluarkan peraturan-peraturan sebab Dialah satu-satuNya Pemilik
· Bahawasanya hukum Allah adalah suatu yang benar sebab hanya Dia sahaja yang Mengetahui hakikat segala sesuatu dan di tanganNyalah sahaja penentuan hidayah dan penentuan jalan yang selamat dan lurus
Hakimiyyah Ilahiyyah membawa erti bahawa teras utama kepada sistem politik Islam ialah tauhid kepada Allah di segi Rububiyyah dan Uluhiyyah.
b. Risalah
Risalah berarti bahwa kerasulan beberapa orang lelaki di kalangan manusia sejak Nabi Adam hingga kepada Nabi Muhammad s.a.w adalah suatu asas yang penting dalam sistem politik Islam. Melalui landasan risalah inilah maka para rasul mewakili kekuasaan tertinggi Allah dalam bidang perundangan dalam kehidupan manusia. Para rasul meyampaikan, mentafsir dan menterjemahkan segala wahyu Allah dengan ucapan dan perbuatan.
Dalam sistem politik Islam, Allah telah memerintahkan agar manusia menerima segala perintah dan larangan Rasulullah s.a.w. Manusia diwajibkan tunduk kepada perintah-oerintah Rasulullah s.a.w dan tidak mengambil selain daripada Rasulullah s.a.w untuk menjadi hakim dalam segala perselisihan yang terjadi di antara mereka. Firman Allah:
Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya. (Al-Hasyr: 7)
Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya. (An-Nisa’: 65)
c. Khilafah
Khilafah bererti perwakilan. Kedudukan manusia di atas muka bumi ini adlah sebagai wakil Allah. Oleh itu, dengan kekuasaanyang telah diamanahkan ini, maka manusia hendaklah melaksanakan undang-undang Allah dalam batas yang ditetapkan. Di atas landasan ini, maka manusia bukanlah penguasa atau pemilik tetapi hanyalah khalifah atau wakil Allah yang menjadi Pemilik yang sebenar. Kemudian Kami jadikan kamu pengganti-pengganti (mereka) di muka bumi sesudah mereka, supaya Kami memperhatikan bagaimana kamu berbuat. (Yunus: 14)
Seseorang khalifah hanya menjadi khalifah yang sah selama mana ia benar-benar mengikuti hukum-hukum Allah. Ia menuntun agar tugas khalifah dipegang oleh orang-orang yang memenuhi syarat-syarat berikut:
· Terdiri daripada orang-orang yang benar-benar boleh menerima dan mendukung prinsip-prinsip tanggungjawab yang terangkum dalam pengertian kkhilafah
· Tidak terdiri daripada orang-orang zalim, fasiq, fajir dan lalai terhadap Allah serta bertindak melanggar batas-batas yang ditetapkan olehNya
· Terdiri daripada orang-orang yang berilmu, berakal sihat, memiliki kecerdasan, kearifan serta kemampuan intelek dan fizikal
· Terdiri daripada orang-orang yang amanah sehingga dapt dipikulkan tanggungjawab kepada mereka dengan yakin dan tanpa keraguan
Baca : Makalah Konstitusi
3. Prinsip-prinsip Utama Sistem Politik Islam
· Musyawarah
Asas musyawarah yang paling utama adalah berkenaan dengan pemilihan ketua negara dan oarang-oarang yang akan menjawat tugas-tugas utama dalam pentadbiran ummah. Asas musyawarah yang kedua adalah berkenaan dengan penentuan jalan dan cara pelaksanaan undang-undang yang telah dimaktubkan di dalam Al-Quran dan As-Sunnah. Asas musyawarah yang seterusnya ialah berkenaan dengan jalan-jalan bagi menetukan perkara-perkara baru yang timbul di dalangan ummah melalui proses ijtihad.
· Keadilan
Prinsip ini adalah berkaitan dengan keadilan sosial yang dijamin oleh sistem sosial dan sistem ekonomi Islam. Dalam pelaksanaannya yang luas, prinsip keadilan yang terkandung dalam sistem politik Islam meliputi dan merangkumi segala jenis perhubungan yang berlaku dalam kehidupan manusia, termasuk keadilan di antara rakyat dan pemerintah, di antara dua pihak yang bersengketa di hadapan pihak pengadilan, di antara pasangan suami isteri dan di antara ibu bapa dan anak-anaknya.kewajipan berlaku adil dan menjauhi perbuatan zalim adalah di antara asas utama dalam sistem sosial Islam, maka menjadi peranan utama sistem politik Islam untuk memelihara asas tersebut. Pemeliharaan terhadap keadilan merupakan prinsip nilai-nilai sosial yang utama kerana dengannya dapat dikukuhkan kehidupan manusia dalam segala aspeknya.
· Kebebasan
Kebebasan yang diipelihara oleh sistem politik Islam ialah kebebasan yang berterskan kepada makruf dan kebajikan. Menegakkan prinsip kebebasan yang sebenaradalah tujuan terpenting bagi sistem politik dan pemerintahan Islam serta menjadi asas-asas utama bagi undang-undang perlembagaan negara Islam.
· Persamaan
Persamaan di sini terdiri daripada persamaan dalam mendapatkan dan menuntut hak, persamaan dalam memikul tanggungjawab menurut peringkat-peringkat yang ditetapkan oleh undang-undang perlembagaan dan persamaan berada di bawah kuatkuasa undang-undang.
· Hak menghisab pihak pemerintah
Hak rakyat untuk menghisab pihak pemerintah dan hak mendapat penjelasan terhadap tindak tanduknya. Prinsip ini berdasarkan kepada kewajipan pihak pemerintah untuk melakukan musyawarah dalam hal-hal yang berkaitan dengan urusan dan pentadbiran negara dan ummah. Hak rakyat untuk disyurakan adalah bererti kewajipan setiap anggota dalam masyarakat untuk menegakkan kebenaran dan menghapuskan kemungkaran. Dalam pengertian yang luas, ini juga bererti bahawa rakyat berhak untuk mengawasi dan menghisab tindak tanduk dan keputusan-keputusan pihak pemerintah.
4. Tujuan Politik Menurut Islam
Tujuan sistem politik Islam adalah untuk membangunkan sebuah sistem pemerintahan dan kenegaraan yang tegak di atas dasar untuk melaksanakan seluruh hukum syariat Islam. Tujuan utamanya ialah menegakkan sebuah negara Islam atau Darul Islam. Dengan adanya pemerintahan yang mendukung syariat, maka akan tertegaklah Ad-Din dan berterusanlah segala urusan manusia menurut tuntutan-tuntutan Ad-Din tersebut. Para fuqahak Islam telah menggariskan 10 perkara penting sebagai tujuan kepada sistem politik dan pemerintahan Islam:
· Memelihara keimanan menurut prinsip-prinsip yang telah disepakati oleh ulama salaf daripada kalangan umat Islam
· Melaksanakan proses pengadilan dikalangan rakyat dan menyelesaikan masalah dikalangan orang-orang yang berselisih
· Menjaga keamanan daerah-daerah Islam agar manusia dapat hidup dalam keadaan aman dan damai
· Melaksanakan hukuman-hukuman yang telah ditetapkan syarak demi melindungi hak-hak manusia
· Menjaga perbatasan negara dengan berbagai persenjataan bagi menghadapi kemungkinan serangan daripada pihak luar
· Mengendalikan urusan pengutipan cukai, zakat, dan sedekah sebagaimana yang ditetapkan syarak
· Mengatur anggaran belanjawan dan perbelanjaan daripada perbendaharaan negara agar tidak digunakan secara boros atau kikir
· Melantik pegawai-pegawai yang cekap dan jujur bagi mengawal kekayaan negara dan menguruskan hal-ehwal pentadbiran negara
· Menjalankan pengawalan dan pemeriksaan yang rapi dalam hal-ehwal awam demi untuk memimpin negara dan melindungi Ad-Din
D. Etika Berpolitik Dalam Islam
1. Pengertian Etika Politik Islam
Etika politik Islam adalah seperangkat aturan atau norma dalam bernegara di mana setiap individu dituntut untuk berperilaku sesuai dengan ketentuan Allah sebagaimana tercantum dalam al-Qur’an. Adapun mengenai aplikasi nilai-nilai etika tersebut merujuk kepada pola kehidupan Nabi Muhammad Saw baik dalam kehidupan secara umum maupun secara khusus, yaitu dalam tatanan politik kenegaraan.
Tidak diragukan lagi bahwa sistem kepemimpinan yang paling sempurna dan ideal adalah kepemimpinan yang dijalankan oleh Nabi Muhammad Saw. Sistem kepemimpinan yang dipraktikkan Rasulullah didasarkan atas kapasitasnya sebagai nabi dan rasul Allah yang memiliki sifat-sifat shiddiq, amanah, tabligh, dan fathanah. Keempat sifat inilah yang mewarnai pola laku dan kebijakan Rasulullah dalam memimpin umatnya. Setelah kewafatan beliau, sifat-sifat ini tidak dimiliki sepenuhnya oleh empat khalifah sesudahnya. Namun, salah satu sifat itu tetap menonjol dalam sistem kepemimpinan mereka, seperti sifat shiddiq sangat menonjol dalam kepribadian Abu Bakar. Sifat amanah menjadi ciri khas kepemimpinan Umar bin Khattab. Sifat tabligh sangat menjiwai Utsman bin ‘Affan. Dan sifat fathanah (cerdas dan berpengetahuan luas) menjadi karakteristik Ali bin Abi Thalib. Sistem kepemimpinan umat pasca kewafatan Rasulullah menjadi sebuah model untuk kepemimpinan umat masa-masa berikutnya. Memang benar bahwa Rasulullah tidak meninggalkan wasiat mengenai penggantinya untuk meneruskan kepemimpinan, tetapi para sahabat dapat menilai di antara mareka yang lebih berhak dan pantas untuk memimpin. Maka, tampillah Abu Bakar sebagai khalifah pertama yang diangkat berdasarkan musyawarah para sahabat dari golongan Muhajirin dan Anshar. Kemudian, tampil Umar bin Khattab sebagai khalifah kedua berdasarkan kaderisasi yang dilakukan Abu Bakar dan dimusyawarahkan bersama sahabat-sahabat lain pada masa hidupnya. Selanjutnya, khalifah yang ketiga, Utsman bin ‘Affan dipilih berdasarkan musyawarah tim formatur yang dibentuk oleh Umar bin Khattab semasa hidupnya, yang diketuai oleh Abdurrahman bin ‘Auf. Setelah itu, kepemimpinan digantikan oleh Ali bin Abi Thalib, sebagai khalifah keempat, yang diangkat oleh mayoritas kaum muslimin. Namun, ada juga pihak yang tidak setuju karena perbedaan prinsip dan kepentingan. Sejarah mencatat bahwa sejak akhir pemerintahan Utsman bin ‘Affan sampai pemerintahan Ali bin Abi Thalib, situasi politik terus bergejolak. Kemudian, sistem kepemimpinan berganti dengan dinasti, yaitu Dinasti Bani Umayyah dan Dinasti Bani Abbasiyyah dan dinasti-dinasti lainnya.
2. Tujuan Etika Politik
Etika, atau filsafat moral (Telchman, 1998) mempunyai tujuan menerangkan kebaikan dan kejahatan. Etika politik dengan demikian, memiliki tujuan menjelaskan mana tingkah laku politik yang baik dan sebaliknya. Apa standar baik? Apakah menurut agama tertentu? Bisa iya, bisa juga tidak! Tapi yang penting adalah standar baik dalam konteks politik adalah bagaimana politik diarahkan untuk memajukan kepentingan umum. Jadi kalau politik sudah mengarah pada kepentingan pribadi dan golongan tertentu, itu etika politik yang buruk. Sayangnya, itulah yang terjadi di negeri kita tercinta ini.
Politik yang baik adalah politik yang bisa mencapai tujuannya, apa pun caranya. Relevansi etika politik terletak pada kemampuannya untuk menjinakkan kekuatan itu dan mengatur kepentingan-kepentingan kelompok dengan membangun institusi institusi yang lebih adil.
Beberapa prinsip ajaran Islam yang dapat dijadikan etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini antara lain meliputi kekuasaan sebagai amanah, musyawarah, prinsip keadilan sosial, prinsip persamaan, pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak azasi manusia, prinsip peradilan bebas kepentingan, prinsip perdamaian dan keselamatan, prinsip kesejahteraan, prinsip ketaatan rakyat.
Baca : Makalah Kompetensi Guru
E. Kondisi Penerapan Etika Politik di Indonesia
Jika kita perhatika semenjak era reformasi yang serba boleh ini, kemunduran etika politik para elite dalam setiap jejak perjalanannya membuat kita menjadi “miris”. Kemunduran etika politik para elite ini salah satunya ditandai dengan menonjolnya sikap pragmatisme dalam perilaku politik yang hanya mementingkan individualisme dan kelompoknya saja. Kepentingan bangsa, menurut mereka bisa dibangun hanya melalui kelompoknya. Dan masing-masing kelompok berpikir demikian.
Jika kondisinya seperti itu, maka akan muncul pertanyaan; Ke arah manakah etika politik akan dikembangkan oleh para politisi produk reformasi ini? Dalam praktik keseharian, politik seringkali bermakna kekuasaan yang serba elitis, dari pada kekuasaan yang berwajah populis dan untuk kesejahteraan masyarakat. Politik identik dengan cara bagaimana kekuasaan diraih, dan dengan cara apa pun, meski bertentangan dengan pandangan umum.
Tanpa kita sadari, nilai etis politik kita cenderung mengarah pada kompetisi yang mengabaikan moral. Buktinya, semua harga jabatan politik setara dengan sejumlah uang. Semua jabatan memiliki harga yang harus dibayar si pejabat. Itulah mengapa para pengkritik dan budayawan secara prihatin menyatakan arah etika dalam bidang politik (dan bidang lainnya) sedang berlarian tunggang-langgang (meminjam istilah Giddens, “run away”) menuju ke arah “jual-beli” menggunakan uang maupun sesuatu yang bisa dihargai dengan uang.
Kita boleh bangga karena freedom house (2006) memasukkan negara kita sebagai negara demokrasi yang damai terbesar ketiga setelah Amerika dan India. Kita boleh bangga karena pemilu yang kita selenggarakan pasca reformasi berlangsung ramai dan damai.
Akan tetapi fenomena politik yang menyeruak belakangan ini mengarah pada arus balik yang cenderung mengotori demokrasi. Demokrasi pada titik ini tercederai oleh distingsi antara perilaku para politisi dengan nilai-nilai yang dibuatnya sebagai landasan etis bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dinegeri ini marak terjadi penyebaran “virus-virus pemikiran” yang menghalalkan segala cara untuk diperaktekkan demi mempertahankan eksistensi dirinya. Atau dalam bahasa Fukuyama agar guncangan dalam dirinya bisa ditekan sedemikian rupa dengan melemparkan beragam isu tanpa peduli validitas dan eksesnya. Maka kemudian konsekuensinya muncul korban-korban yang sejatinya tak perlu terjadi.
A. Kesimpulan
Etika politik didalam perspektif Islam dimaksudkan untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih, efisien, efektif serta menumbuhkan suasana politik yang demokratis yang bercirikan keterbukaan, rasa bertanggungjawab, tanggap akan aspirasi rakyat, menghargai pebedaan, jujur dalam persaingan, kesediaan untuk menerima pendapat yang lebih benar, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia dan keseimbangan hak dan kewajiban dalam kehidupan berbangsa. Etika Politik dalam pandangan Islam ini mengamanatkan agar penyelenggaraan negara mampu memberikan kepedulian tinggi dalam memberikan pelayanan kepada publik. Etika Politik ini juga diharapkan mampu menciptakan suasana harmonis antar pelaku dan antar kekuatan sosial politik serta antar kepentingan kelompok lainnya untuk mencapai kemajuan bangsa dan negara.
Selain itu, etika politik Islam senantiasa merujuk pada ketentuan dalam Alquran dan hadis. Dalam Alquran menyerukan umatnya untuk berlaku adil dan berbuat baik serta berlaku amanah.
E. Kondisi Penerapan Etika Politik di Indonesia
Jika kita perhatika semenjak era reformasi yang serba boleh ini, kemunduran etika politik para elite dalam setiap jejak perjalanannya membuat kita menjadi “miris”. Kemunduran etika politik para elite ini salah satunya ditandai dengan menonjolnya sikap pragmatisme dalam perilaku politik yang hanya mementingkan individualisme dan kelompoknya saja. Kepentingan bangsa, menurut mereka bisa dibangun hanya melalui kelompoknya. Dan masing-masing kelompok berpikir demikian.
Jika kondisinya seperti itu, maka akan muncul pertanyaan; Ke arah manakah etika politik akan dikembangkan oleh para politisi produk reformasi ini? Dalam praktik keseharian, politik seringkali bermakna kekuasaan yang serba elitis, dari pada kekuasaan yang berwajah populis dan untuk kesejahteraan masyarakat. Politik identik dengan cara bagaimana kekuasaan diraih, dan dengan cara apa pun, meski bertentangan dengan pandangan umum.
Tanpa kita sadari, nilai etis politik kita cenderung mengarah pada kompetisi yang mengabaikan moral. Buktinya, semua harga jabatan politik setara dengan sejumlah uang. Semua jabatan memiliki harga yang harus dibayar si pejabat. Itulah mengapa para pengkritik dan budayawan secara prihatin menyatakan arah etika dalam bidang politik (dan bidang lainnya) sedang berlarian tunggang-langgang (meminjam istilah Giddens, “run away”) menuju ke arah “jual-beli” menggunakan uang maupun sesuatu yang bisa dihargai dengan uang.
Kita boleh bangga karena freedom house (2006) memasukkan negara kita sebagai negara demokrasi yang damai terbesar ketiga setelah Amerika dan India. Kita boleh bangga karena pemilu yang kita selenggarakan pasca reformasi berlangsung ramai dan damai.
Akan tetapi fenomena politik yang menyeruak belakangan ini mengarah pada arus balik yang cenderung mengotori demokrasi. Demokrasi pada titik ini tercederai oleh distingsi antara perilaku para politisi dengan nilai-nilai yang dibuatnya sebagai landasan etis bagi kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dinegeri ini marak terjadi penyebaran “virus-virus pemikiran” yang menghalalkan segala cara untuk diperaktekkan demi mempertahankan eksistensi dirinya. Atau dalam bahasa Fukuyama agar guncangan dalam dirinya bisa ditekan sedemikian rupa dengan melemparkan beragam isu tanpa peduli validitas dan eksesnya. Maka kemudian konsekuensinya muncul korban-korban yang sejatinya tak perlu terjadi.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Etika politik didalam perspektif Islam dimaksudkan untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih, efisien, efektif serta menumbuhkan suasana politik yang demokratis yang bercirikan keterbukaan, rasa bertanggungjawab, tanggap akan aspirasi rakyat, menghargai pebedaan, jujur dalam persaingan, kesediaan untuk menerima pendapat yang lebih benar, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia dan keseimbangan hak dan kewajiban dalam kehidupan berbangsa. Etika Politik dalam pandangan Islam ini mengamanatkan agar penyelenggaraan negara mampu memberikan kepedulian tinggi dalam memberikan pelayanan kepada publik. Etika Politik ini juga diharapkan mampu menciptakan suasana harmonis antar pelaku dan antar kekuatan sosial politik serta antar kepentingan kelompok lainnya untuk mencapai kemajuan bangsa dan negara.
Selain itu, etika politik Islam senantiasa merujuk pada ketentuan dalam Alquran dan hadis. Dalam Alquran menyerukan umatnya untuk berlaku adil dan berbuat baik serta berlaku amanah.
Baca : Landasan Pembelajaran Berorientasi Aktivitas
Perinnsip dasar dalam etika politik Islam adalah menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan dan menghormati hak-hak asasi manusia, sehingga tercipta suatu kedamaian yang berkelanjutan dibawah norma-norma agama. Dan ketika segala aktifitas politik yang dilakukan senantiasa dituntut oleh nilai-nilai yang bersumber dari Alquran, maka aktifitas yang dilakukan mendapat berkah yang berlipat ganda, sehingga terhindar dari malapetaka yang disebabkan karena melakukan keterpurukan atau kemungkaran.
Maloko,Thahir. 2013. “Etika Politik Dalam Islam”. Makkasar: UIN Alauddin Makassar
Baasir, Faisal. 2003. “Etika Politik: Pandangan Seorang Politisi Muslim”. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Al-Maududi, Abul A’la. 1975. “Sistem Politik Islam”. Bandung: Penerbit Mizan.
Sukarna,DRS. 1990. “ Perbandingan Sistem Politik”. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Wikipedia. 2017. “Etika”, https://id.wikipedia.org/wiki/Etika, diakses pada 1 Oktober 2017 Pukul 6.30.
Hakiki, Muhammad, 2009. “Etika Politik Islam”. http://mhakicky.blogspot.co.id/2009/11/etika-politik-islam.html, diakses pada 5 Oktober 2017 Pukul 12.23.
10menit. 2014. “Pengertian Etika”, https://10menit.wordpress.com/tugas-kuliah/pengertian-etika/, diakses pada 3 Oktober 5.16.
Mamien. 2014. “Sistem Politik Dalam Islam”, http://bagiilmublogspot.blogspot.co.id/2012/06/sistem-politik-dalam-islam.html, diakses pada 3 Oktober 2017 Pukul 9.20.
Jo_Mblo. 2017. “Makalah Sistem Politik Dalam Islam”, http://wiwiekhaswinda.blogspot.co.id/2015/12/makalah-etika-politik-dalam-islam.html, diakses pada 2 Oktobe 2017 Pukul 16.20.
Zainuddin, Ansar. 2017. “Etika Berpolitik Dalam Islam”, http://www.kumpulanmakalah.com/2015/12/etika-politik-islam.html, diakes pada 30 September 2017 Pukul 22.33.
Perinnsip dasar dalam etika politik Islam adalah menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan dan menghormati hak-hak asasi manusia, sehingga tercipta suatu kedamaian yang berkelanjutan dibawah norma-norma agama. Dan ketika segala aktifitas politik yang dilakukan senantiasa dituntut oleh nilai-nilai yang bersumber dari Alquran, maka aktifitas yang dilakukan mendapat berkah yang berlipat ganda, sehingga terhindar dari malapetaka yang disebabkan karena melakukan keterpurukan atau kemungkaran.
DAFTAR PUSTAKA
Maloko,Thahir. 2013. “Etika Politik Dalam Islam”. Makkasar: UIN Alauddin Makassar
Baasir, Faisal. 2003. “Etika Politik: Pandangan Seorang Politisi Muslim”. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Al-Maududi, Abul A’la. 1975. “Sistem Politik Islam”. Bandung: Penerbit Mizan.
Sukarna,DRS. 1990. “ Perbandingan Sistem Politik”. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Wikipedia. 2017. “Etika”, https://id.wikipedia.org/wiki/Etika, diakses pada 1 Oktober 2017 Pukul 6.30.
Hakiki, Muhammad, 2009. “Etika Politik Islam”. http://mhakicky.blogspot.co.id/2009/11/etika-politik-islam.html, diakses pada 5 Oktober 2017 Pukul 12.23.
10menit. 2014. “Pengertian Etika”, https://10menit.wordpress.com/tugas-kuliah/pengertian-etika/, diakses pada 3 Oktober 5.16.
Mamien. 2014. “Sistem Politik Dalam Islam”, http://bagiilmublogspot.blogspot.co.id/2012/06/sistem-politik-dalam-islam.html, diakses pada 3 Oktober 2017 Pukul 9.20.
Jo_Mblo. 2017. “Makalah Sistem Politik Dalam Islam”, http://wiwiekhaswinda.blogspot.co.id/2015/12/makalah-etika-politik-dalam-islam.html, diakses pada 2 Oktobe 2017 Pukul 16.20.
Zainuddin, Ansar. 2017. “Etika Berpolitik Dalam Islam”, http://www.kumpulanmakalah.com/2015/12/etika-politik-islam.html, diakes pada 30 September 2017 Pukul 22.33.
0 Response to "Etika Politik Dalam Islam dan Penerapannya di Indonesia"
Post a Comment