Landasan Pembelajaran Berorientasi Aktivitas


PENDAHULUAN 

A. Latar Belakang Masalah 

Suasana yang diharapkan tercipta dalam pembelajaran yaitu suasana belajar dimana siswa benar-benar berperan aktif dalam belajar. Hal tersebut disebabkan karena saat ini pembelajaran di sekolah lebih banyak hanya pihak guru saja yang aktif, sehingga terkesan ibarat seorang yang menuangkan air dari ceret ke gelas. Sekarang ini, pembelajaran cenderung masih berpusat kepada guru dengan bercerita atau ceramah. Akibatnya tingkat pemahaman siswa terhadap materi pelajaran rendah.
Hal ini sudah tentu mengharuskan seorang guru mengubah strategi, model, dan teknik dalam mengajarnya agar tidak hanya terfokus pada aktivitas guru saja, melainkan pada aktivitas siswa yang senderung lebih penting. Salah satu cara untuk menciptakan pembelajaran aktif, yaitu anak didik belajar dari pengalaman. Anak didik belajar dengan baik dari pengalaman mereka dan harus belajar memecahkan masalah yang diperoleh. 

Atas dasar tersebut, maka pada kesempatan kali ini akan dijelaskan lebih mendalam lagi mengenai model pembelajaran berorientasi pada aktivtas siswa yang mencakup aspek-aspek pendukung dalam menciptakan pembelajaran yang aktif. Dari pembahasan ini, diharapkan kita dapat memiliki pengetahuan mengenai model pembelajaran yang bisa diasumsikan sebagai model pembelajarang yang efektif untuk menciptakan pembelajaran yang aktif. 


B. Rumusan Masalah 

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat diambil rumusan masalahnya yaitu: 

1. Apa saja teori yang melandasi pembelajaran berorientasi aktivitas siswa? 

2. Apa saja asumsi dari adanya pembelajaran berorientasi aktivitas siswa? 

3. Apa pengertian pembelajaran berorientasi aktivitas siswa? 

4. Apa konsep dan tujuan dari PBAS? 

5. Bagaimana peran guru dalam penerapan PBAS? 

6. Bagaimana merancang pembelajaran berorientasi aktivitas siswa? 

7. Bagaimana penerapan model PBAS dalam suatu pembelajaran? 

8. Apa saja faktor-faktor keberhasilan PBAS? 

9. Apa saja pendekatan dan model dalam PBAS? 


C. Tujuan Pembahasan 

Tujuan dari pembahasan makalah ini adalah sebagai berikut: 

1. Untuk mengetahui teori yang melandasi pembelajaran berorientasi aktivitas siswa. 

2. Untuk mengetahui asumsi dari PBAS. 

3. Untuk mengetahui pengertian model PBAS. 

4. Untuk mengetahu konsep dan tujuan model PBAS. 

5. Untuk mengetahui peran guru dalam pembelajaran PBAS. 

6. Untuk mengetahui cara merancang model untk PBAS. 

7. Untuk mengetahui penerapan model PBAS? 

8. Untuk mengetahui faktor keberhasialan PBAS. 

9. Untuk mengetahui model dalam PBAS. 



TINJAUAN TEORITIS 


A. Landasan Pembelajaran Berorientas Aktivitas Siswa 

1. Landasan Filosofis 

Pembelajaran berorientasi aktivitas siswa dilandasi oleh filsafat pendidikan progresivisme. 

“filsafat progresif berpendapat bahwa pengetahuan yang benar pada masa kini mungkin tidak benar di masa mendatang. Karenanya cara terbaik mempersiapkan para siswa untuk masa depan yang tidak diketahui adalah membekali mereka dengan strategi pemecahan masalah yang memungkinkan mereka mengatasi tantangan-tantangan baru dalam kehidupan dan untuk menemukan kebenaran-kebenaran yang relevan pada saat ini.” 

Proses belajar menurut aliran progresivisme yaitu terpusat kepada anak, namun hal ini tidak berarti bahwa anak akan diizinkan untuk mengikuti semua keinginannya. Karena ia belum cukup matang untuk menentukan tujuan yang memadai dan siswa membutuhkan arahan dan bimbingan dari guru dalam melaksanakan aktivitasnya.[1]

Kutipan tersebut mengandung makna bahwa pendidikan harus dapat memberikan kemampuan berpikir kritis dan fleksibel, sehingga hasil pendidikan akan menghasilkan individu yang dapat mengatasi berbagai masalah kehidupan yang dihadapi dengan kemampuan merefleksikan pengalaman belajar dalam memecahkan masalah secara mandiri dan bertanggung jawab. 

Kemampuan tersebut dalam pandangan filsafat progresivisme merupakan hasil dari proses pendidikan, sehingga mengharuskan pendidikan harus berpusat pada siswa atau sering disebut dengan student centered aproach. Dalam hal ini, meskipun berpusat pada siswa, tidak berarti siswa bebas melakukan apapun yang mereka inginkan tanpa pengawasan dari guru, tetapi tetap dalam bimbngan guru. 

Menurut pandangan ini, guru akan memulai proses pendidikan dari posisi dimana siswa saat ini, dan mengarahkan siswa untuk melihat manfaat dari mata pelajaran uang akan dipelajari bag kehdupannya. Selain itu, siswa diberikan kesempatan untuk bekerja secara kooperatif dan kolaboratif di dalam kelompok untuk memecahkan masalah yang dianggap penting oleh siswa. 

Pandangan filsafat progresivisme pendidikan di dasarkan pada enam asumsi, yaitu: 

a. Muatan kurikulum harus diperoleh dari minat dan interest siswa, bukan dari disiplin akademik. 

b. Pembelajaran dikatakan efektif jika mempertimbangkan interest, minat-minat serta kebutuhan-kebutuhan siswa secara menyeluruh dalam aspek kognitif, afektif, dan psikomotor. 

c. Pembelajaran pada dasarnya aktif bukan pasif, sehingga guru yang efektif adalah guru yang memberikan siswa pengalaman-pengalaman yang memungkinkan mereka belajar dengan melakukan kegiatan secara langsung yang bersifat kontekstual. 

d. Tujuan pendidikan adalah mengajar siswa berpikir secara rasional, sehingga mereka menjadi cerdas, dan mampu memberi kontribusi pada masyarakat. 

e. Di sekolah para siswa mempelajari nilai-nilai personal dan juga nilai-nilai sosial. 

f. Manusia berada dalam suatu keadaan yang berubah secara konstan, dan pendidikan memungkinkan masa depan yang lebih baik dibandingkan dengan masa lalu. 

Dalam pandangan progresivisme, belajar merupakan bukan proses penerimaan pengetahuan dari guru pada siswa, tetapi belajar merupakan pengalaman yang dilakukan secara aktif, baik aktif secara mental dalam bentuk aktivitas berpikir, maupun aktif secara fisik dalam bentuk kegiatan-kegiatan praktik dan melakukan langsung. Pengetahuan merupakan alat untuk mengatur pengalaman , memecahkan masalah atau situasi baru secara terus menerus, karena perubahan hidup dianggap sebagai tantangan yang harus dihadapi. Belajar merupakan eksperimen melalui pengalaman langsung untuk menghasilkan pengetahuan yang bermanfaat dalam memecahkan masalah-masalah kehidupannya di masa sekarang dan masa yang akan datang, 

Dengan demikian, alasan filsafat progresivisme menjadi landasan pembelajaran berorientasi pada aktivitas siswa yaitu karena pendidikan dipandangnya sebagai proses pembelajaran yang harus memerhatikan interest dan minat-minat siswa secara keseluruhan. Belajar merupakan aktivitas siswa baik pada ranah kognitif, afektif dan psikomotor, sehingga memberkan kemampuan berpikir rasional dan cerdas dalam menghadapi masalah dan perubahan dalam kehidupan. 


2. Landasan Psikologis 

Pendidikan pada dasarnya didalamnya terdapat interaksi antara guru dengan siswa yang berlangsung dalam situasi yang kondusif untuk pelaksanaan pendidikan. Interaksi pendidikan sangat dipengaruhi oleh kondisi dan latar belakang siswa dan guru. Oleh karena itu, jelaslah bahwa dalam pendidikan dibutuhkan pemahaman secara menyeluruh terhadap kondisi siswa. Sehingga proses pembelajaran dilakukan pada siswa sesuai dengan tingkat perkembangan, kemampuan dan kebutuhan siswa. 

Atas dasar hal tersebut maka sudah jelas bahwa dalam pross pendidikan dibutuhkan pemahaman psikologi sebagai landasan pelaksanaan pendidikan. Adapun teori psikologi belajar yaitu: 

a. Teori Dsiplin Mental 

Teori disiplin mental memandang bahwa individu memiliki kekuatan, kemampuan, serta potensi-potensi tertentu yang dapat dikembangkan. Pengembangan potensi-potensi tersebut dinamakan belajar. Terdapat bebearapa teori psikologi yang termasuk teori disiplin mental yaitu: 

1) Teori psikologi daya memandang bahwa individu memiliki daya-daya seperti daya mengenal, mengingat, menanggapi, mengkhayal, berpikir, merasakan, berbuat, dan sebagainya. Menurut teori ini, belajar adalah latihan yang dilakukan secara berulang-ulang. 

2) Vorstellungen, teori ini memandang bahwa individu memiliki kemampuan untuk melakukan atau menanggapi sesuatu. Tanggapan tersebut meliputi impresi indera, bayangan impresi indera sebelumnya, dan rasa senang atau tidak senang. Menurut teori ini, belajar adalah pemberian bahan yang sederhana, penting dan menarik sesering mungkin, sehingga akan menjadi stimulasi terjadinya tanggapan-tanggapan pada kesadaran individu. 

3) Teori naturalisme romantik, teori ini dipelopori oleh Jean Jacques Rousseau pendidik dan negarawan Perancis. Teori ini memandang bahwa individu memliki potensi-potensi atau kemampuan-kemampuan yang masih terpendam dan memiliki kekuatan sendiri untuk mengembangkan dirinya secara mandiri. Melalui belajar siswa diberikan kesempatan untuk mengaktualisasikan potensi-potensi yang masih terpendam melalui belajar sendiri. Sesungguhnya anak memiliki kekuatan sendiri untuk mencari, mencoba, menemukan dan mengembangkan dirinya sendiri. Anak-anak akan berkembang secara alamiah. Pendidik tidak perlu banyak ikut campur mengatur anak, biarkan anak didik belajar sendiri.[2]


b. Teori Behavioristik 

Teori ini menekankan perilaku atau tingkah laku yang dapat diamati yang bersifat molekular atau unsur-unsur. Teori ini memilik beberapa ciri yaitu: 

1) Mengutamakan bagian-bagian kecil, 

2) Bersifat mekanistik, 

3) Menekankan peranan lingkungan, 

4) Mementingkan pembentukan respons, 

5) Menekankan pentingnya latihan.[3]

Behaviorisme merupakan aliran psikologi yang memandang individu lebih kepada sisi fenomena jasmaniah dan mengabaikan aspek-aspek mental seperti kecerdasan, bakat, minat, dan perasaan individu dalam kegiatan belajar. Para ahli behavorisme berpendapat bahwa belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai hasl dari pengalaman. Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon. 

Beberapa teori yang termasuk teori behavioristik yaitu: 

1) Teori Koneksionisme dari Thorndike 

Teori ini memandang bahwa tingkah laku manusia merupakan hubungan stimulus respons. Sehingga belajar merupakan pembentukan hubungan stimulus dan respons sebanyak-banyaknya. Menurut teori ini terdapat prinsip belajar yaitu belajar dikatakan berhasil jika memiliki kesiapan, banyak latihan dan belajar akan bersemangat apabila mengetahui dan mendapatkan hasil yang baik. 

2) Teori Pengkondisian (Conditioning) 

Tingkah laku manusia dapat dibentuk melalui pengkondisian, yang dilakukan berulang-ulang. Pemberian stimulus merupakan aspek yang dikondisikan, sehingga belajar merupakan suatu upaya untuk mengkondisikan pembentukan perilaku atau respons terhadap sesuatu. 

3) Teori Penguatan (Reinforcement) dari B. F. Skinner 

Teori penguatan melihat bahwa tingkalaku manusia dapat dibentuk melalui pemberian penghargaan atas respons yang dilakukan. Setiap kali terjadi perubahan tingkah laku sebagai efek dari pemberian stimulus, maka secara rutin diberikan penghargaan, sehingga dengan adanya penghargaan ini siswa akan termotivasi untuk melakukan respons berikutnya. Oleh karena itu, belajar merupakan upaya pemberian motivasi untuk melakukan sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya. 

4) Teori Cognitive Gestalt Field dari Max Wertheimer 

Teori ini menekankan perilaku atau tingkah laku yang dapat diamati yang bersifat moral (keseluruhan) atau keterpaduan dari bagian-bagian. Teori ini lebih menekankan pada aspek mental, bukan perilaku. Hasil belajar yang diutamakan adalah mengetahui sesuatu sebanyak mungkin melalui aktivitas mental atau kegiatan berpikir, sedangkan respons merupakan indikator yang menunjukkan sedang terjadi aktivitas mental pada individu yang sedang belajar.[4]


B. Asumsi yang Mendasari Pembelajaran Berorintasi Aktivitas Siswa 

Pembelajaran dianggap efektif jika pembelajaran menekankan dan berorientasi pada aktivitas siswa. Ada beberapa asumsi yang mendasari pembelajaran berorientasi aktivitas siswa (PBAS) yaitu[5]: 

1. Asumsi Filosofis tentang Pendidikan 

Pendidikan merupakan usaha sadar untuk mengembangkan manusia menuju kedewasaan, baik kedewasaan intelektual, sosial maupun kedewasaan moral. Pendidikan bertugas mengembangkan seluruh potensi siswa. Pendidikan pada dasarnya adalah interaksi manusia, pembinaan, dan pengembangan potensi manusia, berlangsung sepanjang hayat, kesesuaian dengan kemampuan dan tingkat perkembangan siswa, keseimbangan antata kebebasan subjek didik dan kewibawaan guru, peningkatan kualitas hidup mannusia. 

2. Asumsi tentang Siswa Sebagai Subjek Pendidikan 

Asumsi tentang siswa sebagai subjek pendidikan yaitu : 

a. Siswa bukanlah manusia dalam ukuran mini, akan tetapi manusia sedang dalam tahap perkembangan. 

b. Setiap manusia mempunyai kemampuan yang berbeda. 

c. Anak didik pada dasarnya adalah insan yang aktif, kreatif dan dnamis dalam menghadapi lingkungannya. 

d. Anak didik memiliki motivasi dalam memenuhi kebutuhannya.[6]

Siswa merupakan manusia yang sedang dalam tahap perkembangan dengan karakteristik dan potensi yang unik, heterogen, aktif, dinamis, dan memiliki motivasi untuk memnuhi kebutuhannya. Asumsi ini memberikan gambaran bahwa siswa ini adalah subjek yang memiliki potensi sehingga proses pembelajaran harus diarahkan untuk mengembangkan potensi yang dimiliki siswa. 

3. Asumsi tentang Guru 

Guru memiliki tanggungjawab dalam menciptakan suasana yang memungkinkan para siswa dapat belajar dengan baik. guru harus bertanggung jawab atas tercapainya hasil belajar siswa, guru memiliki kemampuan profesional dalam mengajar, kode etik keguruan, berperan sebagai sumber belajar, mediator, dan fasilitator belajar serta pemimpin dalam belajar yang memungkinkan terciptanya kondisi yang baik bagi siswa dalam belajar. 

Filosofis mengajar yang baik adalah bukan sekedar mentransfer pengetahuan kepada siswa, tetapi bagaimana membantu siswa dapat belajar. Dengan demikian, proses pembelajaran yang baik adalah proses pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencari, menemukan, dan memecahkan masalah secara langsung dari pengalaman belajarnya. 

4. Asumsi yang Berkaitan dengan Proses Pembelajaran 

Kegiatan pembelajaran akan terjadi apabila siswa berinteraksi secara aktif dalam lingkungan belajarnya. Maksudnya yaitu proses pembelajaran direncanakan dan dilaksanakan sebagai suatu sistem. Proses pembelajaran akan lebih efektif jika menggunakan metode, strategi, pendekatan, dan model pembelajaran yang tepat. Pembelajaran memberi penekanan pada proses dan produk secara proporsional dan inti dari pembelajaran adalah adanya aktivitas belajar siswa secara aktif, kreatif dan bermakna. 


PEMBAHASAN 


A. Pengertian Pembelajaran Berorientasi Aktivitas Siswa 

Pembelajaran yang berorientasi pada aktivitas siswa merupakan kegiatan yang mutlak dilakukan oleh seorang guru agar pembelajaran tersebut dapat mengaktifkan siswa. Sehingga, pembelajaran berlangsung secara optimal. Selain itu, pembelajaran tersebut dapat menghindarkan pembelajaran yang mengarah pada “teaching to the test” atau mengajar yang diarahkan hanya untuk menghadapi soal-soal ujian. 

Penerapan pembelajaran yang mengaktifkan siswa dapat dilakukan melalui pengembangan berbagai keterampilan belajar esensial secara eklektif yaitu: 

1. Berkomunikasi lisan dan tertulis secara efektif 

2. Berpikir logis, kritis, dan kreatif 

3. Rasa ingin tahu 

4. Penguasaan teknologi dan informasi 

5. Pengembangan personal dan sosial 

6. Belajar mandiri.[7]

Aktivitas siswa merupakan ciri dimana suatu pembelajaran sedang berlangsung. Untuk mencptakan suasana siswa yang aktif maka digunakan pendekatan pembelajaran yang berrpusat pada siswa. Belajar harus melibatkan seluruh potensi yang dimiliki siswa, yaitu meliputi potensi gerakan fisik, potensi panca indera, dan potensi kemampuan intelektual. Pembelajaran yang melibatkan aktivitas siswa secara langsung merupakan implementasi dari gaya belajar yang mengaktifkan siswa. 

Pembelajaran bukan komunikasi satu arah transformasi dari guru ke siswa saja. Melainkan harus berupa komunikasi timbal balik secara interaktif antara siswa dengan guru. Dalam komunikasi tersebut siswa ditempatkan sebagai subjek belajar yang harus mendapatkan kesempatan secara luas untuk mengembangkan kreativitas, aktivitas dan potensi yang dimilikinya secara langsung untuk menemukan, mencari dan memecahkan masalah melalui pengalaman belajar. 

Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran berorientasi aktivitas siswa adalah pembelajaran yang memposisikan siswa sebagai subjek dalam pembelajaran, sehingga memberikan konsekuensi keterlibatan siswa secara penuh mulai dari perencanaan pembelajaran, proses pembelajaran sampai pada evaluasi pembelajaran. 

B. Konsep dan Tujuan Pembelajaran Berorientasi Aktivitas Siswa 

Pembelajaran berorientasi pada aktivitas siswa dipandang sebagai suatu pendekatan dalam pembelajaran yang menekankan kepada aktivitas siswa secara optimal untuk memperoleh hasil belajar berupa perpaduan antara aspek kognitif, afektif dan psikomotor secara seimbang. 

Dari konsep tersebut ada dua hal yang harus dipahami, yaitu: 

1. Dipandang dari sisi proses, PBAS menekankan kepada aktivitas siswa secara optimal, artinya PBAS menghendaki keseimbangan antara aktivitas fisik, mental termasuk emosional dan aktivitas intelektual. 

2. Di pandang dari sisi hasl belajar, PBAS menghendaki hasil belajar yang seimbang dan terpadu antara kemampuan intelektual, afektif, dan psikomotor. Dalam PBAS pembentukan siswa secara utuh merupakan tujuan utama dalam proses pembelajaran. PBAS tidak menghendaki pembentukan siswa yang secara intelektual (cerdas) tanpa dimbangi oleh sikap dan keterampilan. 


Dari konsep tersebut, dapat dilihat bahwa tujuan dari PBAS yaitu untuk membantu peserta didik agar bisa belajar mandiri dan kreatif, sehingga ia dapat memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dapat menunjang terbentuknya kepribadian yang mandiri. Sedangkan secara khusus, PBAS bertujuan untuk meningkatkan kualitas embelajaran agar lebih bermakna dan kedua yaitu untuk mengembangkan seluruh potensi yang dimilikinya. Akan tetapi, yang lebih penting adalah untuk membentuk manusia yang bertaqwa dan memiliki keterampilan disamping memiliki sikap budi pekerti yang rukun, maka PBAS merupakan pendekatan yang sangat cocok untuk dikembangkan.[8]

C. Peran Guru dalam Penerapan Pembelajaran Berorientasi Aktivitas Siswa 

Dalam pembelajaran berorientasi pada aktivitas siwa, guru berperan sebagai fasilitator, yang bertugas memfasilitasi siswa agar dapat belajar sesuai dengan gaya dan karakteristik belajar masing-masing. Pembelajaran berorientasi pada aktivitas siswa menuntut guru untuk lebih kreatif dan inovatif dalam mendesain pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan siswa. Enam tugas yang harus dilakukan guru dalam desain pembelajaran berorientasi pada aktivitas siswa yaitu : 

1. Mengemukakan berbagai alternatif tujuan pembelajaran yang harus dicapai sebelum kegiatan pembelajaran dimulai. 

2. Menyusun tugas-tugas belajar bersama siswa. 

3. Memberi informasi tentang kegiatan pembelajaran yang harus dilakukan. 

4. Memberikan bantuan dan pelayanan kepada siswa yang memerlukannya. 

5. Memberikan motivasi, mendorong siswa untuk belajar, membimbing melalui pengajuan pertanyaan-pertanyaan. 

6. Membantu siswa dalam menarik suatu kesimpulan kegiatan pembelajaran.[9]

Untuk dapat memainkan berbagai peran tersebut seorang guru harus menguasai sejumlah kecakapan tertentu. Kecakapan tersebut antara lain sebagai berikut: 

1. Kecakapan mendengar, yaitu seorang fasilitator harus mampu mendengarkan dengan baik dan hati-hati , dan secara kreatif memungut aspek-aspek positif dari suatu masalah. 

2. Kecakapan mengamati, yaitu kemampuan untuk melihat apa yang sesungguhnya terjadi serta memantau pelaksanaan kerja kelompok secara objektif. 

3. Kepekaan/empati, yaitu kecakapan untuk melihat masalah dari titik pandang peserta didik. 

4. Mendiagnosa, yaitu kecakapan untuk mendefinisikan masalah dan memilih intervensi serta tindakan bagi penyelesaan masalah. 

5. Mendukung/mendorong, yaitu kecapakan untuk menyediakan indikator baik verbal maupun non verbal untuk memberikan dorongan, menyetujui, melakukan apresiasi dan menyatakan kepedulian. 

6. Menantang, yaitu kecakapan untuk melakukan konfrontasi, menyatakan ketidaksetujuan atau memberhentikan proses yang menyimpang dari tujuan tanpa bertindak kasar. 

7. Keterbukaan yaitu kecakapan untuk mengundang adanya dialog, menerima umpan balik dan kesiapan dalam mengamati sikap, nilai-nilai dan ide milik peserta didik tersebut jika diperlukan. 

8. Menjadi model, yaitu kecakapan untuk menjadikan dirinya sebagai model bagi kelompok.[10]

D. Merancang Strategi Pembelajaran Aktif 

Untuk menjadikan pembelajaran aktif, maka sudah tentu dibutuhkan suatu perencanaan. Perencanaan yang cermat dan sungguh-sungguh melibatkan pemahaman akan tingkatkebiasaan yang dimiliki siswa. Menyangkut tingkat mana yang mereka perlu capai, dan strategi serta langkah untuk mencapai tingkat tersebut. 

Perencanaan dimulai dengan menggunakan informasi diagnostik untuk memperkirakan kemampuan siswa, kemudian menggunakan standar untuk menentukan pelajaran dan tujuan unit, secara kreatf menciptakan pelajaran dan unit yang aktif agar dapat mencapai semua siswa, mengembangkan perangkat pembelajaran yang efektif dan mengintegrasikan topik yang relevan antar kurikulum dengan usaha dari sekolah seta merencanakan penilaian. 

Beberapa hal yang harus diperhatikan oleh guru dalam merancang pembelajaran aktif yaitu: 

1. Membuat rencana secara hati-hati dengan memperhatikan detail berdasarkan atas sejumlah tujuan yang jelas yang dapat dicapai. 

2. Memberikan kesempatan bagi siswa untuk belajar secara aktif dan mengaplikasikan pembelajaran mereka dengan metode yang beragam sesuai dengan konteks kehidupan nyata siswa. 

3. Secara aktif mengelola lingkungan belajar agar tercipta suasana yang nyaman, tidak bersifat mengancam, berfokus pada pembelajaran serta dapat membangkitkan ide yang pada gilirannya dapat memaksimalkan waktu, sumber-sumber yang menjamin pembelajaran aktif berjalan. 

4. Menilai siswa dengan cara-cara yang dapat mendorong siswa untuk menggunakan apa yang telah mereka pelajari di kehidupan nyata.[11]

E. Penerapan PBAS dalam Pembelajaran 

Pembelajaran berorientasi pada aktivitas siswa dapat dilakukan dalam berbagai bentuk kegiatan pembelajaran, misalnya kegiatan mendengarkan, berdiskusi, bermain peran, melakukan pengamatan, melakukan eksperimen, membuat sesuatu, menyusun laporan, memecahkan masalah dan praktek melakukan sesuatu. Aktivitas siswa tidak hanya aktivitas fisiknya saja, melainkan juga dilihat dari aktivitas mental dan intelektualnya. Oleh karena itu, siswa tidak dapat dengan mudah dikatakan bahwa dia sedang belajar atau tidak. 

Kriteria penerapan PBAS dalam pembelajaran yaitu: 

1. Keterlibatan Siswa dalam Proses Perencanaan 

Keterlibatan siswa dalam proses perencanaan yaitu melputi : 

a. Perumusan tujuan pembelajaran, dalam menetapkan tujuan pembelajaran seorang guru harus melibatkan siswa. Karena isi dari pada pembelajarannya itu berisi kemampuan atau kompetensi dan pengalaman-pengalaman siswa yang akan dikembangkan dalam kegiatan pembelajaran harus sesuai dengan kebutuhan, kemampuan, dan tugas-tugas perkembangan siswa. 

b. Penyusunan rancangan pembelajaran, pada proses penyusunan RPP seorang guru harus melibatkan siswa, hal ini dilakukan agar RPP yang dibuat oleh guru dapat diterima dan sesuai dengan kebutuhan belajar siswa. Apabila RPP telah dirancang oleh guru, maka sebaiknya guru menyampaikannya kepada para siswa untuk dibahas, dikomentari, dikurangi atau ditambahkan tentang ruang lingkup materi yang ada dalam RPP. 

c. Memilih dan menentukan sumber belajar. Keterlibatan siswa dalam memilih dan menentukan sumber belajar dilakukan sengan cara melbatkan siswa untuk mencari dan menemukan bahan dan sumber yang dibutuhkan siswa melalui penugasan dan pembuatan makalah dalam kegiatan pembelajaran. 

d. Menentukan dan mengadakan media pembelajaran yang akan digunakan. Guru harus menggunakan multimedia dalam pembelajaran agar pada saat penyampaian materi dapat secara efektif sampai kepada siswa yang memiliki kemampuan belajar yang berbeda-beda.[12]

2. Keterlibatan Siswa dalam Proses Pembelajaran 

a. Kegiatan fisik, mental, intelekual. Tujuan yang ingin dicapai dalam proses pembelajaran adalah pencapaian kompetensi yang meliputi kompetensi akademik, sosial dan vokasional atau aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Sehingga seorang guru harus melibatkan siswa dalam aspek-aspek tersebut, yaitu melaui kegiatan pengalaman langsung seperti praktek, peragaan, bermain peran dan sebagainya. 

b. Kegiatan eksperimental. Seorang guru harus bisa melibatkan siswa dalam kegiatan observasi, melakukan langsung d laboratorium dan lapangan sampai pada pembuatan laporan utnuk di presentasikan. Guru harus memberikan waktu yang sebanyak mungkin kepada siswa untuk mengembangkan kemampuannya dalam kegiatan eksperimen tersebut. 

c. Keinginan siswa untuk menciptakan iklim belajar yang kondusif. Guru harus kreatif dan inovatif dalam mengelola proses pembelajaran dengan melibatkan siswa seoptimal mungkin. 

d. Keterlibatan siswa untuk mencari dan memanfaatkan sumber belajar yang ada. Guru harus mampu mengatur dan mengkondisikan siswa untuk mengelola dan memanfaatkan sumber belajar yang ada. 

e. Adanya interaksi multiarah, yaitu interaksi siswa dengan siswa, dan interaksi siswa dengan guru.[13]


3. Keterlibatan Siswa dalam Proses Evaluasi Pembelajaran 

a. Mengevaluasi sendiri hasil pembelajaran yang telah dilakukan. 

b. Melaksanakan kegiatan semacam tes dan tugas-tugas yang harus dikerjakannya baik secara terstruktur maupun tugas mandiri yang diberikan guru. 

c. Menyusun laporan hasil belajar baik secara tertulis maupun lisan.[14]


F. Faktor-Faktor Keberhasilan PBAS 

Pelaksanaan pembelajaran berorientasi aktivtas siswa akan berhasil dengan baik apabila di dukung oleh kemampuan guru, sarana prasarana belajar, dan lingkungan belajar. Berikut dijelaskan mengenai faktor-faktor tersebut: 

1. Kemampuan Guru 

Guru merupakan faktor utama dalam pembelajaran, sehingga guru dituntut untuk memiliki kemampuan profesional. Pada pembelajaran berorientasi pada aktivitas siswa, guru berperan sebagai subjek dan siswa pun berperan sebagai subjek. Hal yang berkaitan dengan guru yaitu kemampuan guru, sikap profesional guru, kualifikasi dan pengalaman guru. 

2. Sarana dan Prasarana Belajar 

Fasilitas dan sarana yang mendukung kegiatan pembelajaran berorientasi pada aktivitas siswa yaitu: 

a. Ruang kelas yang memadai untuk terjadinya proses pembelajaran yang menimbulkan aktivitas siswa yaitu ruang kelas yang memiliki ruang ideal dengan jumlah siswa, pentilasi yang cukup, jauh dari kegaduhan, serta memungkinkan setting tempat duduk siswa untuk di tata secara dinamis sesuai dengan kebutuhan pembelajaran aktif. 

b. Tersedianya berbagai fasilitas media dan sumber belajar. Seperti flip chart, papan planel, buku, majalah, surat kabar, buletin, media radio, OHP, CD, video dan sebagainya. 

3. Lingkungan Belajar 

Lingkungan belajar yang kondusif merupakan faktor penunjang keberhasilan pembelajaran berorientasi pada aktivitas siswa untuk terjadinya proses belajar yang aktif dan menantang. Lingkungan belajar yang dimaksud yaitu meliputi lingkungan fisik dan lngkungan psikologis. Lingkungan fisik, seperti posisi letak sekolah, keadaan sekolah atau kondisi sekolah, jumlah ruang kelas, ruang laboratorium, perpustakaan dan sebagainya. Sedangkan lingkungan psikologis yaitu iklim sosial di sekolah yang kondusif misalnya keharmonisan guru dengan guru, guru dengan kepala sekolah, siswa dengan siswa, siswa dengan guru, atau hubungan antar sekolah dengan orangtua siswa dan sekolah dengan lingkungan masyarakat sekitar sekolah.[15]


G. Pendekatan dan Model Pembelajaran Berorientasi Pada Aktivitas Siswa 

Banyak cara yang bisa membuat siswa belajar secara aktif yaitu dengan perlengkapan belajar aktif. Perlengkapan belajar aktif yang dimaksud yaitu tata letak ruangan kelas, metode megaktifkan siswa, kemitraan belajar, melakukan analisis terhadap kebutuhan siswa, membangkitkan minat siswa, melibatkan siswa dalam pembelajaran, pemilihan tugas dan strategi yang tepat dan pengendalian aktvitas siswa yang berlebihan. 

Cara pelaksanaan hal tersebut dapat dilakukan dengan berbagai metode, strategi, pendekatan, dan model pembelajaran yang dapat menjadikan siswa aktif dalam belajar yaitu sebagai berikut: 

1. Strategi pembentukan tim, misalnya bertukar tempat, resume kelompok, pencarian teman sekelas, prediksi, iklan televisi, teman yang kita miliki, saling mengenal, benteng pertahanan, mengakrabkan kembali, menyususn aturan dasar kelas. 

2. Strategi penilaian sederhana, yaitu pertanyaan penilaian, pertanyaan yang dimiliki siswa, penilaian instan, sampel perwakilan, persoalan pelajaran, dan pertanyaan kuis. 

3. Strategi pelibatan belajar langsung, yaitu berbagi pengetahuan secara aktif, merotasi pertukaran kelompok tiga orang, kembali ke tempat semula, menyemarakkan suasana belajar, bertukar pendapat, benar atau salah, bertanggung jawab terhadap mata pelajaran, membantu siswa secara aktif. 

4. Belajar dalam satu kelas penuh, yaitu memberi pertanyaan, pembentukkan tim, membuat catatan ikhtisar, pengajaran sinergis, pengajaran terarah, mempraktekkan materi yang diajarkan. 

5. Menstimulasi diskusi kelas, yairu dengan debat aktif, rapa dewan, keputusan terbuka tiga tahap, memperbanyak anggota diskusi panel. 

6. Penerapan pembelajaran kooperatif, pmbelajaran berbasis masalah, pembelajaran kontekstual, pembelajaran berbasis komputer, pembelajaran PAKEM dan PAIKEM, dan pembelajaran kolaboratif.[16]

Ada banyak pembelajaran kolaboratif yan mendapatkan perhatian luas karena cocok untuk pembelajaran berorientasi pada aktivitas siswa[17] yaitu: 

a. Learning Together 

Merupakan pembentukan kelompok-kelompok di kelas beranggotakan siswa-siswa yang beragam kemampuannya. Tiap kelompok bekerja sama untuk menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru. Satu kelompok menerima dan mengerjakan satu set lembar tugas. Penilaian didasarkan pada hasil kerja kelompok. 

b. Teams Game Tournament (TGT) 

Setelah belajar bersama kelompoknya sendiri, para anggota suatu kelompok akan berlomba dengan anggota kelompok lain sesuai dengan tingkat kemampuan masing-masing. Penilaian didasarkan pada jumlah nilai yang diperoleh kelompok. 

c. Group Investigation 

Semua anggota kelompok dituntut untuk merencanakan suatu penelitian beserta perencanaan pemecahan masalah yang dihadapi. Kelompok menentukan apa saja yang akan dikerjakan dan siapa saja yang akan melaksanakannya dan bagaimana cara perencanaan penyajiannya di depan forum kelas. 

d. Academic Constructive Controversy 

Setiap anggota kelompok dituntut kemampuannya untuk berada dalam situasi konflik intelektual yang dikembangkan berdasarkan hasil belajar masing-masing, baik bersama anggota kelompok maupun dengan kelompok lainnya. Kegiatan pembelajaran ini mengutamakan pencapaian dan pengembangan kualitas pemecahan masalah, pemikiran kritis, pertimbangan, hubungan antar pribadi, kesehatan psikis, dan keselarasan. Penilaian didasarkan atas kemampuan setiap anggota maupun kelompok mempertahankan posisi yang dipilihnya. 

e. Jigsaw Proscedure 

Anggota suatu kelompok diberi tugas yang berbeda-beda tentang suatu pokok bahasan. Agar setiap anggota memahami keseluruhan pokok bahasan, tes diberikan dengan materi yang menyeluruh. Penilaian didasarkan pada rata-rata skor tes kelompok. 

f. Student Team Achievement Divisions 

Dalam suatu kelas siswa dibagi dibagi menjadi beberapa kelompok kecil. Anggota-anggota dalam setiap kelompok saling belajar dan membelajarkan sesamanya. Sehingga keberhasilan seseorang akan berpengaruh terhadap keberhasilan kelompok dan sebaliknya keberhasilan kelompok akan berpengaruh terhadap keberhasilan individu siswa. Penilaian didasarkan pada pencapaian hasil belajar individual maupun kelompok. 

g. Complex Instruction 

Metode pembelajaran ini menekankan pelaksanaan suatu proyek yang berorientasi pada penemuan, khususnya dalam bidang sains, matematika dan pengetahuan sosial. Fokusnya adalah menumbuhkembangkan ketertarikan semua anggota kelompok terhadap pokok bahasan. Metode ini umunya digunakan dalam pembelajaran yang bersifat bilingual (menggunakan dua bahasa) dan diantara para siswa yang sangat heterogen. Penilaian didasarkan pada proses dan hasil kerja kelompok. 

h. Team Accelerated Instruction 

Bentuk pembelajaran ini merupakan kombinasi antara pembelajaran kooperatif/kolaboratif dengan pembelajaran individual. Setiap anggota kelompok diberi soal-soal yang harus mereka kerjakan terlebih dahulu. Setelah itu dilaksanakan penilaian bersama-sama dalam kelompok. Penilaian didasarkan pada hasil belajar individual maupun kelompok. 

i. Cooperative Learning Structures 

Dalam pembelajaran ini setiap kelompok dibentuk dengan anggota dua siswa (berpasangan). Seorang siswa bertindak sebagai tutor dan yang lain menjadi tutee. Tutor mengajukan pertanyaan yang harus dijawab oleh tutee. Bila jawaban tutee benar, maka akan memperoleh poin atau skor yang telah ditetapkan terlebih dulu. Dalam selang waktu yang juga telah ditentukan sebelumnya, kedua siswa yang saling berpasangan itu bergantian peran. 

Kelebihan metode ini yaitu melatih siswa untuk mengungkapkan kesalahan orang dengan lisan, melatih pendengaran atau kecermatan dan setiap siswa dapat aktif berperan.[18]

j. Cooperative Integrated Reading and Composition 

Model pembelajaran ini menekanka pembelajaran membaca, menulis dan tata bahasa. Dalam pembelajaran ini, para siswa saling menilai kemampuan membaca, menulis dan tata bahasa, baik secara tertulis maupun lisan di dalam kelompoknya. 

k. Listening Teams 

Strategi ini membantu siswa untuk tetap konsentrasi dan terfokus dalam pelajaran yang menggunakan metode ceramah. Strategi ini bertujuan membentuk kelompok yang mempunyai tugas atau tanggung jawab tertentu berkaitan dengan materi pelajaran.[19]



KESIMPULAN 


Pembelajaran yang berorientasi pada aktivitas siswa merupakan kegiatan yang mutlak dilakukan oleh seorang guru agar pembelajaran tersebut dapat mengaktifkan siswa. Sehingga, pembelajaran berlangsung secara optimal. Pembelajaran berorientasi aktivitas siswa dilandasi oleh filsafat pendidikan progresivisme. Selain itu PBAS berlandaskan pada teori psikologi belajar yaitu teori disiplin mental, teori psikologi vorstellungen, teori naturalisme romantik, dan teori behavioristik. 

Pembelajaran berorientasi pada aktivitas siswa dipandang sebagai suatu pendekatan dalam pembelajaran yang menekankan kepada aktivitas siswa secara optimal untuk memperoleh hasil belajar berupa perpaduan antara aspek kognitif, afektif dan psikomotor secara seimbang. 

Dalam pembelajaran berorientasi pada aktivitas siwa, guru berperan sebagai fasilitator, yang bertugas memfasilitasi siswa agar dapat belajar sesuai dengan gaya dan karakteristik belajar masing-masing. Pembelajaran berorientasi pada aktivitas siswa menuntut guru untuk lebih kreatif dan inovatif dalam mendesain pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan siswa. 

Perencanaan PBAS dimulai dengan menggunakan informasi diagnostik untuk memperkirakan kemampuan siswa, kemudian menggunakan standar untuk menentukan pelajaran dan tujuan unit, secara kreatf menciptakan pelajaran dan unit yang aktif agar dapat mencapai semua siswa, mengembangkan perangkat pembelajaran yang efektif dan mengintegrasikan topik yang relevan antar kurikulum dengan usaha dari sekolah seta merencanakan penilaian. 

Kriteria penerapan PBAS dalam pembelajaran yaitu melihat keterlibatan siswa dalam proses perencanaan, keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran, keterlibatan siswa dalam proses evaluasi pembelajaran 

Pelaksanaan pembelajaran berorientasi aktivtas siswa akan berhasil dengan baik apabila di dukung oleh kemampuan guru, sarana prasarana belajar, dan lingkungan belajar. Selain itu penggunaan metode, strategi, pendekatan, dan model pembelajaran yang dapat menjadikan siswa aktif dalam belajar yaitu strategi pembentukan tim, strategi penilaian sederhana, strategi pelibatan belajar langsung, belajar dalam satu kelas penuh, menstimulasi diskusi kelas, penerapan pembelajaran kooperatif, pmbelajaran berbasis masalah, pembelajaran kontekstual, pembelajaran berbasis komputer, pembelajaran PAKEM dan PAIKEM, dan pembelajaran kolaboratif. 


[1] Drs. Uyoh Sadulloh, M. Pd., Pengantar Filsafat Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2007), Hlm. 146. 

[2] Prof. Dr. Suyono, M. Pd dan Drs. Hariyanto, M. Si, Belajar dan Pembelajaran, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2011) Hlm. 57-58. 

[3] Ibid., hlm. 58. 

[4] Dr. Rusman M. Pd., Model-Model Pembelajaran, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012), hlm. 386-387. 

[5] Ibid., Hlm. 391-393. 

[6] Dr. Wina Sanjaya M. Pd, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Prenada Media, 2008) hlm. 136. 

[7] Ibid., Hlm. 388. 

[8] Dr. Wina Sanjaya, M. Pd, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Prenada Media, 2008) hlm.137-139. 

[9] Ibid., hlm. 139. 

[10] Prof. Dr. Warsono, M. S. Dan Drs. Hariyanto, M. S. Pembelajaran Aktif, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2012), Hlm. 23-24. 

[11] Prof. Dr. Hamzah B. Uno, M.Pd. dan Nurdin Mohamad, S. Pd . M.Si, Belajar dengan Pendekatan PAILKEM, (Bumi Aksara: Jakarta, 2011). Hlm. 77. 

[12] Dr. Rusman M. Pd., Op, Cit., hlm. 395-396. 

[13] Ibid, hlm. 396-397. 

[14] Ibid., 

[15] Ibid., hlm. 398-399. 

[16] Ibid., hlm. 399-401. 

[17] Ibid., hlm. 401-404. 

[18] Drs. Hamdani, MA, Strategi Belajar Mengajar, (Bandung: Pustaka Setia, 2011) Hlm. 89. 

[19] Drs. H. Ahmad Sabri, M. Pd, Strategi Belajar Mengajar & Micro Teaching, (Jakarta: Ciputat Press, 2005) Hlm. 129.

0 Response to "Landasan Pembelajaran Berorientasi Aktivitas"

Post a Comment