HUBUNGAN MEMPELAJARI BIOKIMIA DENGAN PEMANASAN GLOBAL
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perubahan iklim dunia merupakan tantangan yang paling serius yang dihadapi pada abad ke-21. Sebagian besar pakar lingkungan sepakat bahwa terjadinya perubahan iklim merupakan salah satu dampak dari pemanasan global. Meskipun masih belum sepenuhnya dimengerti dengan pasti, peningkatan konsentrasi gas rumah kaca terutama karbon dioksida (CO2), methane (CH4), dinitro-oksida (N2O), perfluorocarbon (PFC), hydrofluorocarbon (HFC) dan sulphur hexafluoride (SF6) di atmosfir bumi diyakini menjadi penyebab timbulnya pemanasan global. Pemanasan global dapat terjadi karena adanya efek rumah kaca. Gas rumah kaca yang berada di atmosfer bumi dapat disamakan dengan tabir kaca pada pertanian yang menggunakan rumah kaca. Panas matahari yang berupa radiasi gelombang pendek masuk ke bumi dengan menembus tabir gas rumah kaca tersebut. Sebagian panas diserap oleh bumi dan sisanya dipantulkan kembali ke luar angkasa sebagai radiasi gelombang panjang. Namun, panas yang seharusnya dipantulkan kembali ke luar angkasa menyentuh permukaan tabir dan terperangkap di dalam bumi. Seperti proses dalam pertanian rumah kaca, sebagian panas akan ditahan di permukaan bumi dan menghangatkan bumi. Tanpa efek rumah kaca ini maka suhu di permukaan bumi akan lebih rendah dari yang ada sekarang sehingga tidak memungkinkan adanya kehidupan.
Permasalahan muncul ketika konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer bertambah. Dengan meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca, maka akan semakin banyak panas yang ditahan di permukaan bumi dan akan mengakibatkan suhu permukaan bumi menjadi meningkat. Kondisi ini sering disebut pemanasan global.
Pemanasan global ini bila tidak ditanggulangi diprakirakan pada tahun 2100 akan dapat meningkatkan suhu udara sebesar 1,4 - 5,8oC relatif terhadap suhu udara pada tahun 1990. Meningkatnya suhu udara ini akan dapat mengakibatkan adanya perubahan iklim yang sangat ekstrim di bumi. Hal ini ditandai dengan terganggunya ekosistem dan mencairnya gunung-gunung es di daerah kutub yang dapat menimbulkan naiknya permukaan air laut sebesar 9 - 88 cm pada tahun 2100 (Houghton et.al., 2001). Untuk mencegah terjadinya pemanasan global perlu upaya global dalam mengurangi tingkat emisi gas rumah kaca sesegera mungkin. Hal ini dapat dicapai dengan mengurangi penggunaan bahan bakar fosil dan mencegah penggundulan hutan serta melakukan reboisasi. Mengingat sangat perlunya dukungan secara global maka pada tahun 1992 di Rio de Janeiro, Brazil ditandatangani Kerangka Konvensi untuk Perubahan Iklim (United Nation Framework Convention on Climate Change) oleh 167 negara.
Terjadinya pemanasan global juga tidak lepas dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Salah satu ilmu yang berkembang dengan sangat pesat dan secara tidak langsung mempengaruhi pemanasan global adalah ilmu biokimia. Oleh karena itu, di dalam makalah ini akan dibahas peranan mempelajari biokimia dalam pemanasan global.
1.2 Perumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan pemanasan global dan penyebabnya serta dampak yang ditimbukan?
2. Apakah pengertian biokimia?
3. Apakah manfaat mempelajari biokimia dalam pemanasan global?
1.3 Tujuan dan Manfaat
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui arti pemanasan global dan penyebabnya, untuk mengetahui pengertian ilmu biokimia dan apa manfaat mempelajari biokimi a dalam pemanasan global. Manfaat penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah biokimia. Selain itu, makalah ini bisa menjadi salah satu bacaan yang bisa menambah pengetahuan pembaca.
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pemanasan Global
Pada intinya, pemanasan global adalah peningkatan suhu udara di permukaan Bumi dan di lautan yang dimulai sejak abad ke-20 dan diprediksikan terus mengalami peningkatan. Sebagian besar ilmuwan menggunakan terminologi perubahan iklim daripada pemanasan global. Asumsinya adalah, yang terjadi sekarang ini tidak hanya fenomena bertambah panasnya suhu udara, tetapi juga iklim yang berubah-ubah. Bumi ini sebetulnya secara alami menjadi panas karena radiasi panas matahari yang masuk ke atmosfer. Panas ini sebagian diserap oleh permukaan Bumi lalu dipantulkan kembali ke angkasa. Karena ada gas rumah kaca di atmosfer, di antaranya karbon dioksida (CO2), metana (CH4), nitro oksida (N2O), sebagian panas tetap ada di atmosfer sehingga Bumi menjadi hangat pada suhu yang tepat (60ºF/16ºC) bagi hewan, tanaman, dan manusia untuk bisa bertahan hidup. Mekanisme inilah yang disebut efek gas rumah kaca. Tanpa efek gas rumah kaca, suhu rata-rata di dunia bisa menjadi -18ºC.4Sayangnya, karena sekarang ini terlalu banyak gas rumah kaca di atmosfer, terlalu banyak panas yang ditangkapnya. Akibatnya, Bumi menjadi semakin panas.
2.2 Dampak Pemanasan Global
Dampak pemanasan global antara lain :
a) Mencairnya Es Di Kutub Utara
Baru-baru ini sebuah fenomena alam kembali menunjukkan betapa seriusnya kondisi ini. Pada tanggal 6 Maret 2008, sebuah bongkahan es seluas 414 kilometer persegi (hampir 1,5 kali luas kota Surabaya) di Antartika runtuh. Menurut peneliti, bongkahan es berbentuk lempengan yang sangat besar itu mengambang permanen di sekitar 1.609 kilometer selatan Amerika Selatan, barat daya Semenanjung Antartika. Padahal, diyakini bongkahan es itu berada di sana sejak 1.500 tahun lalu. “Ini akibat pemanasan global,” ujar ketua peneliti NSIDC Ted Scambos. Menurutnya, lempengan es yang disebut Wilkins Ice Shelf itu sangat jarang runtuh.
b) Meningkatnya level permukaan laut
Mencairnya es di kutub utara dan kutub selatan berdampak langsung pada naiknya level permukaan air laut (grafik di samping menunjukkan hasil pengukuran level permukaan air laut selama beberapa tahun terakhir). Para ahli memperkirakan apabila seluruh Greenland mencair. Level permukaan laut akan naik sampai dengan 7 meter. Cukup untuk menenggelamkan seluruh pantai, pelabuhan, dan dataran rendah di seluruh dunia.
c) Perubahan Iklim/cuaca yang semakin ekstrim
NASA menyatakan bahwa pemanasan global berimbas pada semakin ekstrimnya perubahan cuaca dan iklim bumi. Pola curah hujan berubah-ubah tanpa dapat diprediksi sehingga menyebabkan banjir di satu tempat, tetapi kekeringan di tempat yang lain. Topan dan badai tropis baru akan bermunculan dengan kecenderungan semakin lama semakin kuat.
d) Gelombang Panas menjadi Semakin Ganas
Pemanasan Global mengakibatkan gelombang panas menjadi semakin sering terjadi dan semakin kuat. Tahun 2007 adalah tahun pemecahan rekor baru untuk suhu yang dicapai oleh gelombang panas yang biasa melanda Amerika Serikat. Daerah St. George, Utah memegang rekor tertinggi dengan suhu tertinggi mencapai 48o Celcius. (Sebagai perbandingan, Anda dapat membayangkan suhu kota Surabaya yang terkenal panas ‘hanya’ berkisar di antara 30o-37o Celcius). Serangan panaas tahun itu memakan beberapa korban meninggal (karena kepanasan), mematikan ratusan ikan air tawar, merusak hasil pertanian, memicu kebakaran hutan yang hebat, serta membunuh hewan-hewan ternak.
Dampak pemanasan global lainnya antara lain :
Kehutanan. Terjadinya pergantian beberapa spesies flora dan fauna. Kenaikan suhu akan menjadi faktor penyeleksi alam, dimana spesies yang mampu beradaptasi akan bertahan dan, bahkan kemungkinan akan berkembang biak dengan pesat. Sedangkan spesies yang tidak mampu beradaptasi, akan mengalami kepunahan. Adanya kebakaran hutan yang terjadi merupakan akibat dari peningkatan suhu di sekitar hutan, sehingga menyebabkan rumput-rumput dan ranting yang mengering mudah terbakar. Selain itu, kebakaran hutan menyebabkan punahnya berbagai keanekaragaman hayati.
Perikanan. Peningkatan suhu air laut mengakibatkan terjadinya pemutihan terumbu karang, dan selanjutnya matinya terumbu karang, sebagai habitat bagi berbagai jenis ikan. Suhu air laut yang meningkat juga memicu terjadinya migrasi ikan yang sensitif terhadap perubahan suhu secara besar-besaran menuju ke daerah yang lebih dingin. Peristiwa matinya terumbu karang dan migrasi ikan, secara ekonomis, merugikan nelayan karena menurunkan hasil tangkapan mereka.
Pertanian. Pada umumnya, semua bentuk sistem pertanian sensitif terhadap perubahan iklim. Perubahan iklim berakibat pada pergeseran musim dan perubahan pola curah hujan. Hal tersebut berdampak pada pola pertanian, misalnya keterlambatan musim tanam atau panen, kegagalan penanaman, atau panen karena banjir, tanah longsor dan kekeringan. Sehingga akan terjadi penurunan produksi pangan di Indonesia. Singkatnya, perubahan iklim akan mempengaruhi ketahanan pangan nasional.
Kesehatan. Dampak pemanasan global pada sektor ini yaitu meningkatkan frekuensi penyakit tropis, misalnya penyakit yang ditularkan oleh nyamuk (malaria dan demam berdarah), mewabahnya diare, penyakit kencing tikus atau leptospirasis dan penyakit kulit. Kenaikan suhu udara akan menyebabkan masa inkubasi nyamuk semakin pendek sehingga nyamuk makin cepat untuk berkembangbiak. Bencana banjir yang melanda akan menyebabkan terkontaminasinya persediaan air bersih sehingga menimbulkan wabah penyakit diare dan penyakit leptospirosis pada masa pasca banjir. Sementara itu, kemarau panjang akan mengakibatkan krisis air bersih sehingga berdampak timbulnya penyakit diare dan penyakit kulit. Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) juga menjadi ancaman seiring dengan terjadinya kebakaran hutan.
Baca : Organisasi dan Profesi Guru
2.3 Sumber Gas Rumah Kaca
Marilah sekarang kita membahas apa saja yang menjadi sumber gas rumah kaca yang menyebabkan pemanasan global.
1. Peternakan
Pada tahun 2006, Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) mengeluarkan laporan “Livestock’s Long Shadow” dengan kesimpulan bahwa sektor peternakan merupakan salah satu penyebab utama pemanasan global. Sumbangan sektor peternakan terhadap pemanasan global sekitar 18%, lebih besar dari sumbangan sektor transportasi di dunia yang menyumbang sekitar 13,1%. Selain itu, sektor peternakan dunia juga menyumbang 37% metana (72 kali lebih kuat daripada CO2 selama rentang waktu 20 tahun), dan 65% nitro oksida (296 kali lebih kuat daripada CO2). Anda mungkin penasaran bagian mana dari sektor peternakan yang menyumbang emisi gas rumah kaca. Berikut garis besarnya menurut FAO:
a). Emisi karbon dari pembuatan pakan ternak
a. Penggunaan bahan bakar fosil dalam pembuatan pupuk menyumbang 41 juta ton CO2 setiap tahunnya
b. Penggunaan bahan bakar fosil di peternakan menyumbang 90 juta ton CO2 per tahunnya (misal diesel atau LPG)
c. Alih fungsi lahan yang digunakan untuk peternakan menyumbang 2,4 milyar ton CO2 per tahunnya, termasuk di sini lahan yang diubah untuk merumput ternak, lahan yang diubah untuk menanam kacang kedelai sebagai makanan ternak, atau pembukaan hutan untuk lahan peternakan
d. Karbon yang terlepas dari pengolahan tanah pertanian untuk pakan ternak (misal jagung, gandum, atau kacang kedelai) dapat mencapai 28 juta CO2 per tahunnya. Perlu Anda ketahui, setidaknya 80% panen kacang kedelai dan 50% panen jagung di dunia digunakan sebagai makanan ternak.7
e. Karbon yang terlepas dari padang rumput karena terkikis menjadi gurun menyumbang 100 juta ton CO2 per tahunnya
b). Emisi karbon dari sistem pencernaan hewan
a. Metana yang dilepaskan dalam proses pencernaan hewan dapat mencapai 86 juta ton per tahunnya.
b. Metana yang terlepas dari pupuk kotoran hewan dapat mencapai 18 juta ton per tahunnya.
c). Emisi karbon dari pengolahan dan pengangkutan daging hewan ternak ke konsumen :
a. Emisi CO2 dari pengolahan daging dapat mencapai puluhan juta ton per tahun.
b. Emisi CO2 dari pengangkutan produk hewan ternak dapat mencapai lebih dari 0,8 juta ton per tahun.
Industri peternakan terkait erat dengan pola konsumsi daging. Baru-baru ini, badan PBB yang lain, yaitu United Nations Environment Program (UNEP) menegaskan dalam buku panduan “Kick The Habit” bahwa pola makan daging untuk setiap orang per tahunnya menyumbang 6.700 kg CO2. Saat ini, penduduk Bumi berjumlah sekitar 6,7 miliar orang. Bila 5 miliar orang di antaranya adalah pemakan daging, coba kita hitung berapa triliun CO2 yang dihasilkan setiap tahunnya. Kita perlu memprogram ulang kebiasaan makan kita. Dan kita perlu tahu, vegetarian, menurut laporan UNEP, hanya menyumbang 190 kg CO2 per tahunnya.
2. Pembangkit Energi
Sektor energi merupakan sumber penting gas rumah kaca, khususnya karena energi dihasilkan dari bahan bakar fosil, seperti minyak, gas, dan batu bara, di mana batu bara banyak digunakan untuk menghasilkan listrik. Sumbangan sektor energi terhadap emisi gas rumah kaca mencapai 25,9%.
3. Industri
Sumbangan sektor industri terhadap emisi gas rumah kaca mencapai 19,4%. Sebagian besar sumbangan sektor industri ini berasal dari penggunaan bahan bakar fosil untuk menghasilkan listrik atau dari produksi C02 secara langsung sebagai bagian dari pemrosesannya, misalnya saja dalam produksi semen. Hampir semua emisi gas rumah kaca dari sektor ini berasal dari industri besi, baja, kimia, pupuk, semen, kaca dan keramik, serta kertas.
4. Pertanian
Sumbangan sektor pertanian terhadap emisi gas rumah kaca sebesar 13,5%. Sumber emisi gas rumah kaca pertama-tama berasal dari pengerjaan tanah dan pembukaan hutan. Selanjutnya, berasal dari penggunaan bahan bakar fosil untuk pembuatan pupuk dan zat kimia lain. Penggunaan mesin dalam pembajakan, penyemaian, penyemprotan, dan pemanenan menyumbang banyak gas rumah kaca. Yang terakhir, emisi gas rumah kaca berasal dari pengangkutan hasil panen dari lahan pertanian ke pasar.
5. Alih Fungsi Lahan dan Pembabatan Hutan
Sumber lain CO2 berasal dari alih fungsi lahan di mana ia bertanggung jawab sebesar 17.4%. Pohon dan tanaman menyerap karbon selagi mereka hidup. Ketika pohon atau tanaman membusuk atau dibakar, sebagian besar karbon yang mereka simpan dilepaskan kembali ke atmosfer. Pembabatan hutan juga melepaskan karbon yang tersimpan di dalam tanah. Bila hutan itu tidak segera direboisasi, tanah itu kemudian akan menyerap jauh lebih sedikit CO2.
6. Transportasi
Sumbangan seluruh sektor transportasi terhadap emisi gas rumah kaca mencapai 13,1%. Sektor transportasi dapat dibagi menjadi transportasi darat, laut, udara, dan kereta api. Sumbangan terbesar terhadap perubahan iklim berasal dari transportasi darat (79,5%), disusul kemudian oleh transportasi udara (13%), transportasi laut (7%), dan terakhir kereta api (0,5%).
7. Hunian dan Bangunan Komersial
Sektor hunian dan bangunan bertanggung jawab sebesar 7,9%. Namun, bila dipandang dari penggunaan energi, maka hunian dan bangunan komersial bisa menjadi sumber emisi gas rumah kaca yang besar. Misalnya saja dalam penggunaan listrik untuk menghangatkan dan mendinginkan ruangan, pencahayaan, penggunaan alat-alat rumah tangga, maka sumbangan sektor hunian dan bangunan bisa mencapai 30%. Konstruksi bangunan juga mempengaruhi tingkat emisi gas rumah kaca. Sebagai contohnya, semen, menyumbang 5% emisi gas rumah kaca.
8. Sampah
Limbah sampah menyumbang 3,6% emisi gas rumah kaca. Sampah di sini bisa berasal dari sampah yang menumpuk di Tempat Pembuangan Sampah (2%) atau dari air limbah atau jenis limbah lainnya (1,6%). Gas rumah kaca yang berperan terutama adalah metana, yang berasal dari proses pembusukan sampah tersebut.
2.4 Pengertian Biokimia
Ilmu Biokimia adalah ilmu yang mempelajari tentang peranan berbagai molekul dalam reaksi kimia dan proses yang berlangsung dalam makhluk hidup. Jangkauan ilmu Biokimia sangat luas sesuai dengan kehidupan itu sendiri. Tidak hanya mempelajari proses yang berlangsung dalam tubuh manusia, ilmu Biokimia juga mempelajari berbagai proses pada organisme mulai dari yang sederhana sampai yang kompleks.
2.5 Peranan Mempelajari Biokimia Dalam Pemanasan Global
Pengetahuan tentang biokimia sangat penting dalam kehidupan sehari-hari, mulai dari masalah lingkungan hidup yang rumit hingga sederhana bisa kita pecahkan dengan memahami biokimia. Dengan semakin majunya pengetahuan manusia, semakin banyak juga masalah yang hadir sebagai dampak negatif kemajuan peradaban manusia. Pemanasan global adalah salah satu masalah yang menjadi perbincangan hangat sejak beberapa dekade yang lalu. Suhu bumi yang semakin panas, cuaca yang tidak menentu, banyaknya bencana alam seperti serangan panas, badai, topan dan sebagainya adalah akibat pemanasan global. Dengan mempelajari biokimia, sebagai mahasiswa setidaknya kita mampu memahami bagaimana cara menanggulangi atau mengurangi tingkat pemanasan global. Untuk mencegah terjadinya pemanasan global perlu upaya global dalam mengurangi tingkat emisi gas rumah kaca sesegera mungkin. Hal ini dapat dicapai dengan mengurangi penggunaan bahan bakar fosil dan mencegah penggundulan hutan serta melakukan reboisasi.
Dibawah ini dipaparkan beberapa cara peranan biokimia yang bisa mengurangi tingkat pemanasan global :
1. Rekayasa genetika
Rekayasa genetika pada tanaman dapat menciptakan tanaman baru yg dapat hidup dalam kondisi lingkungan ekstrem akan memperluas daerah pertanian dan mengurangi bahaya kelaparan. Hasil tanaman dapat direkayasa supaya lebih lezat dan menyehatkan. Hubungannya dengan pemanasan global adalah semakin banyak tumbuhan atau tanaman yang bisa dihasilkan melalui rekayasa genetika ini adalah tumbuhan yang memiliki ketahanan tinggi terhadap cuaca ekstrim dapat bertahan hidup untuk menyerap gas CO2 yang merupakan penyebab efek rumah kaca yang terbesar.
2. Biofuel
Biofuel adalah bahan bakar atau sumber energi yang berasal dari bahan organik. Jadi, definisi biofuel mencakup bahan bakar yang dibuat dari tumbuhan maupun hewan. Biofuel mempunyai sifat dapat diperbaharui, artinya bahan bakar ini dapat dibuat oleh manusia dari bahan-bahan yang bisa ditumbuhkan atau dibiakkan (Arrasyi, 2008).
Macam-macam biofuel antara lain:
A. Bioetanol
Bioetanol adalah cairan berwarna jernih yang dibuat dengan cara merubah pati-patian menjadi gula, kemudian difermentasi menghasilkan bioetanol, didistilasi dan dehidrasi menghasilkan bahan bakar. Bioetanol adalah salah satu biofuel cair yang paling banyak dimanfaatkan saat ini. Bioetanol memiliki banyak manfaat salah satunya adalah dicampur dengan bensin sebagai agen oksigenasi sehingga pembakaran menjadi lebih bersih dengan emisi rendah.
B. Biogas
Biogas adalah gas yang mudah terbakar yang dihasilkan dari proses fermentasi bahan- bahan organik oleh bakteri anaerob (bakteri yang dapat hidup dalam lingkungan kedap udara).
Biogas dibuat melalui digesti anaerob atau fermentasi bahan organik dalam kondisi rendah oksigen. Gas dibakar untuk memproduksi panas, uap dan listrik, atau digunakan secara langsung seperti untuk kendaraan berbahan bakar biogas.
Melalui proses digesti anaerob mikroba memecah bahan baku kaya karbon menjadi gas yang mengandung kurang lebih 60% methane (CH4), 30% karbon dioksida (CO2), dan 10% nitrogen(N2). Kandungan metan di dalam biogas (kandungan kalor- 23NJ/Nm3) dapat dibakar untuk memproduksi panas dan tenaga.
Baca : Kompetensi Guru
C. Biodiesel
Biodisel adalah minyak bakar berwarna kuning yang diproduksi melalui proses reaksi kimia antara minyak nabati atau lemak hewan dan metanol untuk membentuk methyl ester. Biodisel dapat digunakan langsung untuk mesin diesel atau dicampur dengan minyak solar dengan berbagai konsentrasi (misal B5) untuk mengurangi emisi gas dan meningkatkan kemampuan mesin. Energi yang dihasilkan oleh biodiesel relatif tidak berbeda dengan petroleum diesel (128.000 BTU vs 130.000 BTU), sehingga engine torque dan tenaga kuda yang dihasilkan juga sama. Walaupun kandungan kalori biodiesel serupa dengan petroleum diesel, tetapi karena biodiesel mengandung oksigen, maka flash pointnya lebih tinggi sehingga tidak mudah terbakar. Biodiesel juga tidak menghasilkan uap yang membahayakan pada suhu kamar, maka biodiesel lebih aman daripada petroleum diesel dalam penyimpanan dan penggunaannya. Di samping itu, biodiesel tidak mengandung sulfur dan senyawa bensen yang karsinogenik, sehingga biodiesel merupakan bahan bakar yang lebih bersih dan lebih mudah ditangani dibandingkan dengan petroleum diesel.
Penggunaan biodiesel juga dapat mengurangi emisi karbon monoksida, hidrokarbon total, partikel, dan sulfur dioksida. Emisi nitrous oxide juga dapat dikurangi dengan penambahan konverter katalitik. Kelebihan lain dari segi lingkungan adalah tingkat toksisitasnya yang 10 kali lebih rendah dibandingkan dengan garam dapur dan tingkat biodegradabilitinya sama dengan glukosa, sehingga sangat cocok digunakan di perairan untuk bahan bakar kapal/motor. Biodiesel tidak menambah efek rumah kaca seperti halnya petroleum diesel karena karbon yang dihasilkan masih dalam siklus karbon.
Salah satu dari biofuel yang paling banyak digunakan adalah etanol, zat ini diekstrak antara lain dari tebu dan singkong. Akan tetapi, apabila tebu atau singkong dijadikan bahan utama untuk ekstraksi etanol, dikhawatirkan akan mengakibatkan berkurangnya penyediaan bahan pangan. Hal ini tidak sesuai bagi sebuah negara atau kawasan dimana bidang pangan masih kekurangan. Contohnya adalah dalam hal mengekstraksi tebu menjadi etanol di Indonesia, penggunaan untuk menghasilkan gula saja masih belum mencukupi, apalagi jika tebu juga diekstrak untuk membuat etanol (Delima, 2008).
Berdasarkan fakta-fakta yang terdapat di atas, muncul sebuah gagasan dalam memanfaatkan sampah organik yang berasal dari pasar sayur dan buah untuk diekstrak menjadi sumberenergi alternatif yaitu etanol. Konversi ini dilakukan melalui proses pemanasan yang kemudian difermentasikan dengan bakteri dipilih dengan studi literatur tentang efektifitas fermentasi etanol menggunakan bakteri. Sedangkan pengertian fermentasi sendiri adalah semua proses bioenergetik atau katabolisme yang menggunakan senyawa organik sebagai akseptor electron terakhirnya.
Sampah organik digunakan sebagai bahan ekstraksi etanol karena di dalamnya banyak terdapat kandungan glukosa yang berasal dari hidrolisis karbohidrat sekaligus berbagai jenis bakteri yang bisa melakukan fermentasi terhadap sampah itu sendiri menjadi etanol dengan perlakuan tertentu.
3. Kultur Jaringan
Kultur jaringan secara sederhana dapat diartikan sebagai salah satu cara pengembangbiakan tanaman dengan sifat yang sama persis dengan induknya dalam jumlah yang sangat banyak dan waktu yang singkat. Kultur jaringan bisa diaplikasikan dalam mengembangbiakkan tanaman hias seperti anggrek, pisang dan lain-lain. Tanaman hias lainnya juga bisa diperbanyak dengan cara ini. Walaupun dalam skala yang sangat kecil, setidaknya kita sudah bisa memberikan sumbangsih untuk mencegah dan mengurangi tingkat pemanasan global.
4. Pengomposan
Pengomposan merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan di lahan rawa untuk menekan laju emisi metana. Pada kondisi anaerob pemberian bahan organik yang telah dikomposkan akan menekan aktivitas dari methanogen dibandingkan dengan pemberian bahan organik segar, sehingga emisi metana juga menjadi lebih rendah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian kompos akan menghasilkan emisi metana yang lebih kecil dibandingkan bahan organik segar, sehingga diharapkan melalui pengelolaan bahan organik yang tepat di lahan rawa emisi metana dari lahan rawa dapat ditekan.
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pada intinya, pemanasan global adalah peningkatan suhu udara di permukaan Bumi dan di lautan yang dimulai sejak abad ke-20 dan diprediksikan terus mengalami peningkatan. Dampak pemanasan global antara lain mencairnya es dikutub utara, meningkatnya level permukaan laut, cuaca yang semakin ekstrim, gelombang panas yang semakin ganas. Selain itu dampak pemanasan global juga berpengaruh terhadap sektor kehutanan, perikanan, pertanian dan kesehatan. Sumber gas rumah kaca adalah peternakan, pembangkit energi, industri, pertanian, alih fungsi lahan dan pembabatan hutan, transportasi, hunian dan bangunan komersial serta sampah.
Baca : Ruang Lingkup Akuntansi
Biokimia adalah ilmu yang mempelajari proses kimia dalam tubuh mahluk hidup. Dengan biokimia kita bisa mengurangi tingkat pemanasan global, salah satu ccaranya adalah mengembangkan teknologi rekayasa genetika, mengembangkan biofuel (biogas, biodiesel, bioetanol), kultur jaringan dan masih banyak lagi cara biokimia yang lain.
0 Response to "Hubungan Biokimia dengan Pemanasan Global"
Post a Comment