Organisasi dan Profesi Guru


A. Organisasi Profesi Keguruan 

2.1 Konsep dasar dan peranan organisasi profesional keguruan Pengertian, Tujuan dan Fungsi Organisasi Profesional 

Organisasi Keprofesian Guru terdiri dari tiga kata yaitu Organisasi,Keprofesian,dan guru. Beberapa pendapat dari para ahli yang mengemukan pengertian dari organisasi yaitu:


1. Organisasi Menurut Stoner 

Organisasi adalah suatu pola hubungan-hubungan yang melalui mana orang-orang di bawah pengarahan manajer mengejar tujuan bersama. 

2. Organisasi Menurut James D. Mooney 

Organisasi adalah bentuk setiap perserikatan manusia untuk mencapai tujuan bersama. 

3. Organisasi Menurut Chester I. Bernard 

Organisasi merupakan suatu sistem aktivitas kerja sama yang dilakukan oleh dua orang atau lebih. 

Organisasi juga terbagi menjadi dua bagian yaitu organisasi formal dan organisasi non-formal. Dimana organisasi formal adalah kumpulan dari dua orang atau lebih yang mengikatkan diri dengan suatu tujuan bersama secara sadar serta dengan hubungan kerja yang rasional. Contoh : Perseroan terbatas, Sekolah, Negara, dan lain sebagainya. Sedangkan Organisasi informal adalah kumpulan dari dua orang atau lebih yang telibat pada suatu aktifitas serta tujuan bersama yang tidak disadari. Contoh : Arisan ibu-ibu sekampung, belajar bersama anak-anak SD, kemping ke gunung pangrango rame-rame dengan teman, dan lain-lain. 


Organisasi profesi adalah suatu wadah perkumpulan orang-orang yang memiliki suatu keahlian khusus yang merupakan ciri khas dari bidang keahlian tertentu. Dikatakan ciri khas oleh karena bidang tersebut diperoleh bukan secara kebetulan oleh sembarang orang, tetapi diperoleh melalui suatu jalur khusus. Dalam prakteknya sebagai pekerjaan profesional yang melayani masyarakat luas tentunya memerlukan satu wadah organisasi yang anggotanya adalah orang-orang yang memiliki pekerjaaan atau keahlian yang sejenis. Dalam wadah inilah diharapkan akan muncul satu kekeluargaan yang dapat memecahkan persoalan-persoalan yang dijumpai pada praktek profesi. Suatu profesi adalah bidang pekerjaan dan pengabdian tertentu, yang karena hakikat dan sifatnya membutuhkan persyaratan dasar, keterampilan teknis,dan sikap kepribadian tertentu. Pekerjaan yang digolongkan dalam suatu profesi dengan sendirinya melahirkan pelayanan keahlian khusus yang pada gilirannya akan menuntun adanya etika yang tumbuh dan mekar. Etika profesi meliputi ketanpa-pamrihan dalam mementingkan masyarakat secara keseluruhan, dan solidaritas yang tinggi sesama rekan seprofesi. 

Seorang guru dapat dikatakan memilliki hak profesional jika memiliki lima aspek pokok yang perlu diwujudkan yakni : 

1. Mendapat pengakuan dan perlakuan hukum. 

2. Memiliki kebebasan untuk mengambil langkah-langkah interaksi edukatif dalam batas tanggung jawabnya, dan ikut serta dalam proses pengembangan pendidikan setempat. 

3. Menikmati kepemimpinan teknis dan dukungan pengelolaan yang efektif dan efisien dalam rangka menjalankan tugasnya sehari-hari. 

4. Menerima perlindungan dan penghargaan yang wajar terhadap usaha-usaha dan prestasi yang inovatif dalam bidang pengabdiannya. 

5. Menghayati kebebasan mengembangkan kompetensi profesionalnya secara individual maupun secara institusional. 

Organisasi profesional bertujuan untuk mengikat, mengawasi, dan meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Mengikat para anggota dimaksudkan agar para anggota dikalangan suatu profesi dapat berkumpul dalam satu wadah dan dapat saling tukar pengalaman antar sesama anggota dalam melaksanakan praktek profesi. Mengawasi dimaksudkan agar para anggota profesi agar selalu berpegang kepada kode etik profesi, dan selalu menjaga kualifikasi para anggota disamping itu dapat pula mengawasi praktek profesi yang tidak berwenang dalam melaksanakan profesi. Sedangkan meningkatkan kesejahteraan dimaksudkan agar organisasi profesi selalu dapat memperjuangkan anggotanya dalam mendapatkan jaminan kesejahteraan atas jasa yang telah diberikan, disamping itu adanya jaminan hukum terhadap praktek profesi dengan kata lain mendapat perlindungan hukum sehingga dalam melaksanakan tugas dapat lebih tentram dan aman. Organisasi profesional berfungsi sebagai pengendali keseluruhan profesi baik secara sendiri, maupun secara bersama-sama dengan pihak lain yang relevan. Fungsi pengendalian tersebut diwujudkan dalam bentuk kegiatan-kegiatan yang meliputi : 

1. Penataan standar perilaku profesional guru. 

2. Penataan, standar kualifikasi dan wewenang guru. 

3. Memberikan perlindungan kepada anggotanya. 

4. Pengembangan profsei serta ilmu yang melandasinya, serta pengembangan kemampuan profesional dan akademik dari pada anggotanya. 

5. Menata alur kerja sama dengan profesi lainnya 

Ciri-Ciri Organisasi Profesi 

Secara umum, ciri-ciri organisasi profesi adalah: 

1. Hanya ada satu organisasi untuk setiap profesi 

2. Ikatan utama para anggota adalah kebanggan dan kehormatan 

3. Tujuan utama adalah menjaga martabat dan kehormatan profesi. 

4. Kedudukan dan hubungan antar anggota bersifat persaudaraan 

5. Memiliki sifat kepemimpinan kolektif 

6. Mekanisme pengambilan keputusan atas dasar kesepakatan 

Tujuan Organisasi Profesi 

Adapun tujuan organisasi profesi antara lain: 

1. Meningkatkan dan mengembangkan karier anggota, hal itu merupakan upaya organisasi dalam bidang mengembangkan karir anggota sesuai bidang pekerjannya 

2. Meningkatkan dan mengembangkan kemampuan anggota, merupakan upaya terwujudnya kompetensi dalam bidangnya yang handal pada diri anggotanya. 

3. Meningkatkan dan mengembangkan kewenangan profesional anggota merupakan upaya para professional untuk menempatkan anggota suatu profesi sesuai kemampuan. 

4. Meningkatkan dan mengembangkan martabat anggota agar anggotanya terhindar dari perlakuan tidak manusiawi. 

5. Meningkatkan dan mengembangkan kesejahteraan untuk meningkatkan kesejahteraan lahir batin anggotanya. 

Organisasi profesi kependidikan selain sebagai ciri suatu profesi kependidikan, sekaligus juga memiliki fungsi tersendiri yang bermanfaat bagi anggotanya. Organisasi profesi kependidikan berfungsi sebagai berikut: 

1. Fungsi pemersatu 

Kelahiran suatu organisasi profesi tidak terlepas dari motif yang mendasarinya, yaitu dorongan yang menggerakan para profesional untuk membentuk suatu organisasi keprofesian. Organisasi profesi kependidikan merupakan wadah pemersatu berbagai potensi profesi kependidikan dalam menghadapi kompleksitas tantangan dan harapan masyarakat pengguna jasa kependidikan. Dengan mempersatukan potensi tersebut diharapkan organisasi profesi kependidikan memiliki kewibawaan dan kekuatan dalam menentukan kebijakan dan melakukan tindakan bersama, yaitu uaya untuk melindungi dan memperjuangkan kepentingan para pengemban profesi kependidikan itu sendiri dan kepentingan masyarakat pengguna jasa profesi ini. 

2. Fungsi peningkatan kemampuan profesional 

Fungsi ini secara jelas tertuang dalam PP No. 38 tahun 1992, pasal 61 yang berbunyi “tenaga kependidikan dapat membentuk ikatan profesi sebagai wadah untuk meningkatkan dan mengembangkan karier, kemampuan, kewenangan profesional, martabat dan kesejahteraan tenaga kependidikan” peraturan pemerintah tersebut menunjukan adanya legalitas formal yang secara tersirat mewajibkan anggota profesi kependidikan untuk selalu meningkatkan kemampuan profesionalnya melalui organisasi atau ikatan profesi kependidikan. Bahkan dalam UUSPN Tahun 1989 : pasal 31 ayat 4 menyatakan bahwa, “tenaga kependidikan berkewajiban untuk berusaha mengembangkan kemampuan profesionalnya sesuai dengan perkembangan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi serta pembangunan bangsa”. 


a. Organisasi Profesi Keguruan di Indonesia 

Seperti halnya guru merupakan satu pekerjaan yang tak dapat dilakukan oleh
sembarangan orang, agar seseorang dapat diangkat menjadi seorang guru, ia harus memiliki kualifikasi ilmu tentang keguruan yang diperoleh melaluipendidikan keguruan. Guru mempunyai organisasi profesi yang bernama Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). PGRI lahir pada tanggal 25 Nopember 1945, organisasi ini pada mulanya adalah organisasi serikat kerja, tetapi dengan perkembangannya yang pesat, maka pada akhirnya kongres XIII dijakarta pada tahun 1973 merubah sifat organisasi ini dari serikat kerja menjadi organisasi profesi. Fungsi organisasi profesi keguruan ini ditegaskan oleh Basyuni Suriamiharja (19810) Pengurus Besar PGRI adalah membina guru dan martabat guru dengan segala aspeknya dalam kehidupan profesinya yang profesional sepanjang masa. Pendidikan in-service training dapat memberikan wawasan yang lebih jauh tentang seluk beluk pekerjaan yang digeluti. Beberapa pokok pikiran yang melandasi perlunya pendidikan in-service training oleh organisasi profesi dalam pekerjaan sebagai guru adalah : 

1. Latihan profesional keguruan hendaknya tidak berhenti setelah ia meningalkan lembaga pendidikan persiapannya menjabat pekerjaan pertama (LPTK), 

2. Perkembangan profesionalnya dikemukakan hari tidak akan terpenuhi dengan memadai oleh sekedar pengalaman bekerja yang lama. 

3. Sistem sekolah tidak selamanya dapat menyediakan kesempatan bagi para guru untuk tumbuh dalam pekerjaan, dan 

4. Cara yang efektif dan teratur untuk mengembangkan pertumbuhan pendidikan in-service training yang diselenggarakan dalam kerjasama oleh semua lembaga yang berwenang. 

Sertifikasi dipersyaratkan bagi guru yang akan bekerja dalam profesi guru baik bekerja disekolah negeri, maupun bekerja dilembaga swasta. Sertifikasi dan lisensi perlu diberikan sejak pertama kali bekerja dilembaga pendidikan, setelah memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh kerja sama pemerintah dengan organisasi profesi. 

b. Peningkatan mutu penyelenggaraan pendidikan 

Profesi sebagai guru pada dasarnya adalah pelayanan terhadap warga masyarakat yang menginginkan pendidikan yang diselenggarakan pada lembaga-lembaga pendidikan. Mutu pendidikan yang dihasilkan oleh lembaga pendidikan sangat tergantung pada layak tidaknya penyelenggaraan pendidikan dilaksanakan. Kelayakan penyelenggaraan ini dapat ditinjau dari dua sisi. Pertama kualifikasi pelayanan yang diberikan kepada masyarakat terdiri dari kualifikasi para tenaga guru dan tenaga kependidikan (administrasi), dan kedua kelayakan sarana dan prasarana pendidikan. 

Penyelenggaraan pendidikan hendaknya selalu dapat memberi kesan yang baik terhadap masyarakat sehingga masyarakat selalu memberikan kepercayaan yang penuh, karena kepercayaan ini mutlak diperlukan oleh suatu profesi. Pengakuan masyarakat terhadap profesi guru itu tidak hanya terbatas pada pengekuan guru sebagai guru, melainkan pengakuan terhadap segala perangkat yang berkaitan dengan profesi guru, termasuk perangkat untuk kerja, lembaga pendidikan, organisasi profesi, etika dank ode etik guru, dan system imbalannya. 

Penyelenggaraan pendidikan diluar ketentuan diatas hendaknya dapat dipantau oleh organisasi profesi keguruan sehingga penyelenggaraan yang tidak layak dioperasikan dapat ditutup atau diberi alternative lain sehingga dapat berjalan sesuai ketentuan. hal ini semua dilakukan untuk menjaga agar profesi guru tidak tercemar dimata masyarakat, bahwa profesi guru dapat dilakukan oleh siapa saja tanpa memiliki standar kemampuan dasar sebagai guru dan penyelenggara pendidikan lainnya. 

2.2 Analisis Peranan Organisasi Profesional Keguruan Dewasa ini 

a. Keadaan yang Ditemui 

Suatu perkembangan yang menggembirakan muncul menyusul keluarnya UU Rep. Indonesia No. 20 tahun 2003 tentan Sistem Pendidikan Nasional Dalam UU tersebut, tenaga kependidikan mendapat perhatian yang amat besar, melebihi bidang-bidang lain. Ada 6 pasal (pasal 39/44) terdiri atas 17 ayat, yang secara khusus menyangkut tenaga kependidikan. ini menunjukkan bahwa kedudukan tenaga kependidikan begitu penting dalam rangka upaya memajukan pendidikan secara keseluruhan. 

Bagi profesi kependidikan, UU tentang SPN mempunyai arti yang sangat penting, karena dalam Undang-Undang ini profesi kependidikan telah jelas dasar hukumnya, bahkan pekerjaan guru secara tegas telah dilindungi keberadaannya. insan-insan pendidikan (Tenaga Kependidikan dan Murid) dilindungi secara hukum, mempunyai hak-hak disamping kewajiban-kewajibannya. 

Gagasan mendasar yang dikandung UU tentang SPN dalam kaitannya dengan tenaga kependidikan ialah perlindungan dan pengakuan yang lebih pasti terhadap jabatan guru khususnya dan tenaga kependidikan umumnya. Perlindungan ini secara eksplisit dikemukakan dalam pasal 42 yang menyatakn bahwa pendidik harus memiliki kualifikasi sesuai dengan jenjang kewenangan mengajar. Proteksi terhadap jabatan tenaga kependidikan menyangkut juga lembaga penghasil, yaitu LPTK. 

segi yang berkaotan erat dengan dasar pengakuan status profesional tenaga kependidikaan ialah perlindungan hukum bagi tenaga kependidikan ialah perlindungan hukum bagi tenaga kependidikan dalam menjalankan tugasnya, seperti dijamin pada pasal 40 mengenai hak-hak tenaga kependidikan. dalam ayat 1d dikemukakan bahwa tenaga kependidikan berhak “memperoleh perlindungan hukum dalam menjalankan tugasnya”. penegasan ini merupakan hal yang luar biasa, karena memberikan keistimewaan kepada tenaga kependidikan. mereka memiliki “dua jenis” perlindungan hukum, yaitu sebagai warga negara biasa dan sebagai tenaga kependidikan. 

Perlindungaan hukum begitu penting bagi tenaga kependidikan, karena hanya dengan ada jaminan ini maka mereka akan terbebas dari rasa terancam, tidak berani mengambil resiko, tidak mampu mengambil keputusan mandiri. pada hal, sifat-sifat semacam ini justru merupakan ciri-ciri yang seharusnya melekat pada orang-orang profesional, termasuk tenaga kependidikan. perlindungan hukum bagi tenaga kependidikan memerlukan penjabaran lebih lanjut, dan yang lebih penting lagi adalah implementasinya secara nyata. 


b. Permasalahan yang Ada 

Permasalahan pokok yang dihadapi profesi guru dan juga organisasi profesi guru masa sekarang ini adalah sebagai berikut : 

1. Penjabaran yang operasional tentang ketentuan-ketentuan yang tersurat dalam peraturan yang berlaku yang berkenaan dengan profesi guru beserta kesejahteraannya, seperti keputusan MENPAN No.26 tahun 1989 tentang Angka Kredit bagi Jabatan Guru dalam Lingkungan Departemen pendidikan dan Kebudayaan. 

2. Peningkatan unjuk kerja guru melalui perbaikan program pendidikan guru yang lebih terara, yang memelihara keterpaduan antara pengembangan profesional dengan pembentukan kemampuan akademik guru, dengan memberikan peluang kepada setiap calon guru untuk melatih unjuk kinerjanya sebagai calon guru yang profesional. 

3. Proses profesionalisme guru melalui sistem pengadaan guru terpadu sejak pendidikan prajabatan, pengangkatan, penempatan, dan pembinaannya dalam jabatan. 

4. Penataan organisasi profesi guru yang diarahkan kepada bentuk wahana untuk pelaksanaan prows profesionalisasi guru, dan dapat memberikan batasan yang jelas mengenai profesi guru dan profesi lainnya. 

5. Penataan kembali kode etik guru, terutama yang berkenaan dengan rambu-rambu prilaku profesional yang tegas, jelas, dan operasional, serta perumusan sanksi-sanksi terhadap penyimpangannya. 

6. Pemasyarakatan kode etik guru ditetapkan oleh setiap guru dan diindahkan oleh masyarakat rekanan, sehingga tumbuh penghargaan dan pengakuan yang wajar terhadap profesi guru itu. 

2.3 Jenis-Jenis Organisasi Profesi Keguruan 

Di samping PGRI sebagai satu-satunya organisasi guru-guru sekolah yang diakui pemerintah sampai saat ini, ada organisasi guru yang disebut Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) sejenis yang didirikan atas anjuran pejabat-pejabat Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Selain itu, ada lagi organisasi profesional resmi di bidang pendidikan yang harus kita ketahui juga yaitu Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI), yang saat ini telah mempunyai divisi-divisi antara lain: Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI), Himpunan Sarjana Administrasi Pendidikan Indonesia (HISAPIN), Himpunan Sarjana Pendidikan Bahasa Indonesia ( HSPBI), dan lain-lain. 

2.3.1 Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) 

PGRI lahir pada 25 November 1945, setelah 100 hari proklamasi kemerdekaan Indonesia. Cikal bakal organisasi PGRI adalah diawali dengan nama Persatuan Guru Hindia Belanda (PGHB) tahun 1912, kemudian berubah nama menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI) tahun 1932. 

Tujuan utama pendirian PGRI adalah: 

1. Membela dan mempertahankan Republik Indonesia (organisasi perjuangan). 

2. Memajukan pendidikan seluruh rakyat berdasar kerakyatan (organisasi profesi). Pendirian PGRI sama dengan EI: “education as public service, not commodity”. 

3. Membela dan memperjuangkan nasib guru khususnya dan nasib buruh pada umumnya (organisasi ketenagakerjaan). 

Makna Visi PGRI adalah: 

1. Makna dari terwujudnya PGRI sebagai Organisasi Perjuangan : 

a) Wahana mewujudkan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. 

b) Wahana untuk membela, mempertahankan, dan melestarikan Negara Kesatuan Republik Indonesia. 

c) Wahana untuk meningkatkan integritas bangsa dalam menjamin terpeliharanya keutuhan, kesatuan, dan persatuan bangsa. 

d) Berperan aktif memperjuangkan tercapainya tujuan nasional dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. 

e) Wadah bagi para guru dalam memperoleh, mempertahankan, meningkatkan, dan membela hak asasinya baik sebagai pribadi, anggota masyarakat, warga negara, dan pemangku profesi kependidikan. 

f) Wahana untuk memberikan perlindungan dan membela kepentingan guru dan tenaga kependidikan yang berhubungan dengan persoalan-persoalan hukum. 

2. Makna dari terwujudnya PGRI sebagai Organisasi Profesi : 

a) Wahana memperjuangkan peningkatan kualifikasi dan kompetensi bagi guru. 

b) Wahana mempertinggi kesadaran dan sikap guru dan tenaga kependidikan dalam meningkatkan mutu profesi dan pelayanan kepada masyarakat. 

c) Wahana menegakkan dan melaksanakan kode etik dan ikrar guru Indonesia. 

d) Wahana untuk melakukan evaluasi pelaksanaan sertifikasi, lisensi, dan akreditasi bagi pengukuhan kompetensi profesi guru. 

e) Wahana pembinaan bagi Himpunan Profesi dan Keahlian Sejenis di bidang pendidikan yang menyatakan diri bergabung atau bermitra dengan PGRI. 

f) Wahana untuk mempersatukan semua guru dan tenaga kependidikan di semua jenis, jenjang, dan satuan pendidikan guna mneningkatkan pengabdian dan peran serta dalam pembangunan nasional. 

g) Wahana untuk mewujudkan pengabidan secara nyata melalui anak lembaga dan badan khusus. 

h) Wahana untuk mengadakan hubungan kerjasama dengan lembaga-lembaga pendidikan, organisasi yang bergerak dalam bidang pendidikan, dan atau organisasi kemasyarakatan umumnya dalam rangka peningkatan mutu pendidikan dan kebudayaan. 

3. Makna dari terwujudnya PGRI sebagai Organisasi Ketenagakerjaan: 

a) Wahana untuk memperjuangkan terwujudnya hak-hak guru dan tenaga kependidikan 

b) Wahana untuk memperjuangkan kesejahteraan guru yang berupa: imbal jasa, rasa aman, hubungan pribadi, kondisi kerja dan kepastian karier. 

c) Wahana untuk mewujudkan prinsip dan pendekatan ketenagakerjaan dalam upaya meningkatkan harkat dan martabat guru melalui peningkatan kesejahteraan anggota. 

d) Wahana untuk memperkuat kedudukan, wibawa dan martabat guru serta kesetiakawanan organisasi. 

e) Wahana untuk membela dan melindungi guru sebagai pekerja. 

f) Wahana untuk membina dan meningkatkan hubungan kerjasama dengan organisasi ketenagakerjaan baik lokal, regional maupun global. 


2.3.2 Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) 

MGMP merupakan suatu wadah asosiasi atau perkumpulan bagi guru mata pelajaran yang berada di suatu sanggar atau kabupaten/kota yang berfungsi sebagai sarana untuk saling berkomunikasi, belajar dan bertukar pikiran dan pengalaman dalam rangka meningkatkan kinerja guru sebagai praktisi atau perilaku perubahan reorientasi pembelajaran di kelas (Depdiknas,2004: 1).Menurut Mangkoesapoetra (2004:1) MGMP merupakan forum atau wadah profesional guru mata pelajaran yang berada pada suatu wilayah kebupaten/kota/kecamatan/sanggar/gugus sekolah. 

1. Tujuan MGMP menurut pedoman MGMP adalah: 

a) Tujuan umum 

Tujuan MGMP adalah untuk mengembangkan kreativitas dan inovasi dalam meningkatkan profesionalisme guru. 

b) Tujuan khusus 

· Memperluas wawasan dan pengetahuan guru mata pelajaran dalam upaya mewujudkan pembelajaran yang efektif dan efisien. 

· Mengembangkan kultur kelas yang kondusif sebagai tempat proses pembelajaran yang menyenangkan, mengasyikkan dan, mencerdaskan siswa. 

· Membangun kerjasama dengan masyarakat sebagai mitra guru dalam melaksanakan proses pembelajaran. 

2. Peranan MGMP menurut pedoman MGMP yaitu: 

a) Mengakomodir aspirasi dari,oleh dan untuk anggota. 

b) Mengakomodasi aspirasi masyarakat atau stokeholder dan siswa 

c) Melaksanakan perubahan yang lebih kreatif dan inovatif dalam proses pembelajaran. 

d) Mitra kerja Dinas Pendidikan dalam menyebarkan informasi kebijakan pendidikan. 

3. Fungsi MGMP 

Adapun fungsi MGMP menurut Mangkoesapoetra adalah : 

a) Menyusun pogram jangka panjang, jangka menengah dan jangka pendek serta mengatur jadwal dan tempat kegiatan secara rutin. 

b) Memotivasi para guru untuk mengikuti kegiatan MGMP secara rutin, baik di tingkat sekolah, wilayah, maupun kota. 

c) Meningkatkan mutu kompetensi profesionalisme guru dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengujian/evaluasi pembelajaran di kelas sehingga mampu mengupayakan peningkatan dan pemerataan mutu pendidikan di sekolah. 


2.3.3 Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) 

ISPI lahir pada pertengahan tahun 1960-an. Pada awalnya organisasi profesi kependidikan ini bersifat regional karena berbagai hal menyangkut komunikasi antaranggotanya. Keadaan seperti ini berlangsung cukup lama sampai kongresnya yang pertama di Jakarta 17-19 Mei 1984. 

Kongres tersebut menghasilkan tujuh rumusan tujuan ISPI, yaitu: 

1. Menghimpun para sarjana pendidikan dari berbagai spesialisasi di seluruh Indonesia; 

2. meningkatkan sikap dan kemampuan profesional para angotanya; 

3. membina serta mengembangkan ilmu, seni dan teknologi pendidikan dalam rangka membantu pemerintah mensukseskan pembangunan bangsa dan negara; 

4. mengembangkan dan menyebarkan gagasan-gagasan baru dan dalam bidang ilmu, seni, dan teknologi pndidikan; 

5. melindungi dan memperjuangkan kepentingan profesional para anggota; 

6. meningkatkan komunikasi antaranggota dari berbagai spesialisasi pendidikan; dan 

7. menyelenggarakan komunikasi antarorganisasi yang relevan. 

Pada perjalanannya ISPI tergabung dalam Forum Organisasi Profesi Ilmiah (FOPI) yang terlealisasikan dalam bentuk himpunan-himpunan. Yang tlah ada himpunannya adalah Himpunan Sarjana Pendidikan Ilmu Sosial Indonesia (HISPIPSI), Himpunan Sarjana Pendidikan Ilmu Alam, dan lain sebagainya. 


2.3.4 Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI) 

IPBI didirikan di Malang pada tanggal 17 Desember 1975. Organisasi profesi kependidikan yang bersifat keilmuan dan profesioal ini berhasrat memberikan sumbangan dan ikut serta secara lebih nyata dan positif dalam menunaikan kewajiban dan tanggung jawabnya sebagai guru pembimbing.Organisasi ini merupakan himpunan para petugas bimbingan se-Indonesia dan bertujuan mengembangkan serta memajukan bimbingan sebagai ilmu dan profesi dalam rangka peningkatan mutu layanannya.Secara rinci tujuan didirikannya Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI) adalah sebagai berikut ini: 

1. Menghimpun para petugas di bidang bimbingan dalam wadah organisasi. 

2. Mengidentifikasi dan mengiventarisasi tenaga ahli, keahlian dan keterampilan, teknik, alat dan fasilitas yang telah dikembangkan di Indonesia di bidang bimbingan, dengan demikian dimungkinkan pemanfaatan tenaga ahli dan keahlian tersebut dengan sebaik-baiknya. 

3. Meningatkan mutu profesi bimbingan, dalam hal ini meliputi peningkatan profesi dan tenaga ahli, tenaga pelaksana, ilmu bimbingan sebagai disiplin, maupun program layanan bimbingan (Anggaran Rumah Tangga IPBI, 1975). 

Untuk menopang pencapaian tujuan tersebut dicanangkan empat kegiatan, yaitu: 

1. Pengembangan ilmu dalam bimbingan dan konseling; 

2. Peningkatan layanan bimbingan dan konseling; 

3. Pembinaan hubungan dengan organisasi profesi dan lembaga-lembaga lain, baik dalam maupun luar negeri; dan 

4. Pembinaan sarana (Anggaran Rumah Tangga IPBI, 1975). 

Kegiatan pertama dijabarkan kembali dalam anggaran rumah tangga (ART IPBI, 1975) sebagai berikut ini : 

1. Penerbitan, mencakup: buletin Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia dan brosur atau penerbitan lain. 

2. Pengembangan alat-alat bimbingan dan penyebarannya. 

3. Pengembangan teknik-teknik bimbingan dan penyebarannya. 

4. Penelitian di bidang bimbingan. 

5. Penataran, seminar, lokakarya, simposium, dan kegiatan-kegiatan lain yang sejenis. 

6. Kegiatan-kegiatan lain untuk memajukan dan mengembangkan bimbingan. 


2.4 Kode Etik Guru 

Etika (ethic) bermakna sekumpulan azas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak, tata cara (adat, sopan santun) nilai mengenai benar dan salah tentang hak dan kewajiban yang dianut oleh suatu golongan atau masyarakat. 

Etika, pada hakikatnya merupakan dasar pertimbangan dalam pembuatan keputusan tentang moral manusia dalam interaksi dengan lingkungannya. Secara umum etika dapat diartikan sebagai suatu disiplin filosofis yang sangat diperlukan dalam interaksi sesama manusia dalam memilih dan memutuskan pola-pola perilaku yang sebaikbaiknya berdasarkan timbangan moral-moral yang berlaku. 

2.4.1 Pengertian Kode Etik 

Menurut Undang-undang nomor 8 Tahun 1974 tentang pokok-pokok kepegawaian. Pasal 28 undang-undang ini menyimpulkan bahwa kode etik merupakan pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam melaksanakan tugas dan dalam hidup sehari-hari. 

Berdasar pidato ketua umum PGRI kongres pendidikan XIII, disimpulkan bahwa kode etik guru Indonesia terdiri dari 2 unsur pokok yaitu sebagai pedoman moral dan sebagai pedoman tingkah laku. 


2.4.2 Tujuan Kode Etik Guru 

Tujuan perumusan kode etik dalam suatu profesi adalah untuk kepentingan anggota dan kepentingan organisasi profesi itu sendiri. R.Hermawan (1979) menjelaskan tujuan mengadakan kode etik adalah: 

a. Untuk menjunjung tinggi martabat profesinya 

b. Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggotanya 

c. Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesinya 

d. Untuk meningkatkan mutu profesi 

e. Untuk menuningkatkan mutu organisasi profesi 


2.4.3 Penetapan Kode Etik Guru 

Kode etik hanya dapat ditetapkan oleh suatu organisasi profesi yang berlaku dan mengikat para anggotanya. Penetapan kode etik lazim dilakukan pada suatu kongres organisasi profesi. Dengan demikian, penetapan kode etik tidak boleh dilakukan oleh orang secara perorangan, melainkan harus dilakukan oleh orang-orang yang diutus untuk dan atas nama anggota-anggota yang bukan atau tidak menjadi anggota profesi tersebut. Kode etik suatu profesi hanya akan mempunyai pengaruh yang kuat dalam menegakkan disiplin di kalangan profesi tersebut, jika semua orang yang menjalankan profesi tersebut tergabung (menjadi anggota) dalam organisasi profesi yang bersangkutan. 

Apabila setiap orang yang menjalankan suatu profesi secara otomatis tergabung di dalam suatu organisasi atau ikatan profesional, maka barulah ada jaminan bahwa profesi tersebut dapat dijalankan seccara murini dan baik, karena setiap anggota profesi yang melakukan pelanggaran yang serius terhadap kode etik dapat dikenakan sanksi. 


2.4.4 Sanksi Pelanggaran Kode Etik Guru 

Sering kita jumpai, bahwa ada kalanya negara mencampuri urusan profesi, seingga hal-hal yang semula hanya merupakan kode etik dari suatu profesi tertentu dapat meningkat menjadi peraturan hukum atau undang-undang. 

Apabila hanya demikian, maka aturan yang mulanya sebagai landasan moral dan pedoman tingkah laku meningkat menjadi aturan yang memberikan sanksi-sanksi hukum yang sifatnya memaksa, baik berupa sanksi perdata maupun sanksi pidana. Sebagai contoh dalam hal ini. Jika seseorang anggota profesi bersaing secara tidak jujur atau curang dengan sesama anggota profesinya, dan jika dianggpakecurangan itu serius ia dapat dituntut di muka pengadilan. 

Pada umumnya, karena kode etik adalah landasan moral dan merupakan pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan maka sanksi terhadap pelanggaran kode etik akan mendapat celaan dari rekan-rekannya,sedangkan sanksi yang dianggap terberat adalah si pelanggar dikeluarkan dari organisasi profesi tertentu, menandakan bahwa organisasi profesi itu telah mantap. 


2.4.5 Kode Etik Guru Indonesia 

Kode Etik Guru Indonesia dapat dirumuskan sebagai himpunan nilai-nilai dan norma-norma profesi guru yang tersusun dengan baik dan sistematik dalam suatu sistem yang utuh dan bulat. Fungsi Kode Etik Guru Indonesia adalah sebagai landasan moral dan pedoman tingkah laku setiap guru warga PGRI dalam menuunaikan tugas pengabdiannya sebagai guru, baik di dalam maupun di luar sekolah serta dalam kehidupan sehari-hari di masyarkat. Dengan demikian, maka Kode Etik Guru Indonesia merupakan alat yang amat penting untuk pembentukan sikap profesional para anggota profesi keguruan. 

Sebagaimana halnya dengan profesi lainnya, Kode Etik Guru Indonesia ditetapkandalam suatu konges yang dihadiri oleh seluruh utusan Cabang dan Pengurus Daerah PGRI dari seluruh tanah air, pertama dalam Kongres PGRI XVI tahun 1973, dan kemudian disempurnakan dalam Kongres PGRI XVI tahun 1989 juga di Jakarta. Adapun teks Kode Etik Guru Indonesia yang telah disempurnakan tersebut adalah: 

1. Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila. 

a. Guru menghormati hak individu dan kepribadian anak didiknya masing-masing. 

b. Guru berusaha mensukseskan pendidikan yang serasi (jasmani dan rohani) bagi anak didiknya. 

c. Guru harus menhayati dan mengamalkan pendidikan moral Pancasila bagi anak didiknya. 

d. Guru harus menghayati dan mengamalkan Pancasila. 

e. Guru melatih dalam memecahkan masalah-maslah dan membina daya kreasi anak didik, agar kelak dapat menunjang masyarakat yang sedang membangun. 

f. Guru membantu sekolah dalam usaha menanamkan penetahuan keterampilan kepada anak didik. 

2. Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional dalam menerapkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan masing-masing anak didik. 

a. Guru menghargai dan memperhatikan perbedaan kebutuhan masing-masing anak didik. 

b. Guru hendaknya luas menerapkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan anak didiknya masing-masing. 

c. Guru memberi pelajaran di dalam dan di luar sekolah berdasarkan kurikulum tanpa membeda-bedakan jenis dan posisi sosial orang tua. 

3. Guru mengadakan komunikasi, terutama dalam memperoleh infoemasi tentang anak didik, tetapi menghindarkan diri dari segala bentuk penyalahgunaan wewenang. 

a. Komunikasi guru dengan anak didik di dalam dan di luar sekolah dilandaskan pada rasa kasih sayang. 

b. Untuk berhasilnya pendidikan, guru harus mengetahui kepribadian anak didik dan latar belakang keluarganya masing-masing. 

c. Komunikasikan guru hanya diadakan diadakan semata-mata untuk kepentingan anak didik. 

4. Guru menciptakan suasana kehidupan sekolah dan memelihara hubungan dengan orang tua siswa dengan sebaik-baiknya bagi kepentingan anak didik. 

a. Guru menciptakan suasana kehidupan sekolah sehingga anak didik betah untuk belajar di sekolah. 

b. Guru menciptakan hubungan baik dengan orang tua siswa sehingga dapat terjalin pertukaran informasi timbal balik untuk kepentingan anak didik 

c. Guru senantiasa menerima dengan lapang dada setiap kritikan membangun yang disampaikan orang tua siswa/masyarakat terhadap kehidupan sekolah. 

5. Guru memelihara hubungan baik dengan masyarakat di sekitar sekolahnya maupun masyarakat yang lebih lugas untuk kepentingan pribadi. 

a. Guru memperluas pengetahuan masyarakat mengenai profesi keguruan. 

b. Guru turut menyebarkan program pendidikan dan kebudayaan kepada masyarakat di sekitarnya, sehingga sekolah tersebut turut berfungsi sebagai pusat pembinaan dan pengembangan pendidikan dan kebudayaan di tempat. 

c. Guru harus berperan agar dirinya dan sekolahnya dapat berfungsi sebagai unsur pembaharu bagi kehidupan kemajuan daerahnya. 

d. Guru bersama masyarakat sekita di dalam berbagai aktivitas. 

e. Guru mengusahakan menciptakan kejasama yang sebaik-baiknya antara sekolah, orang tua, dan masyarakat bagi kesempurnaan usaha pendidikan atas dasar kesadaran, bahwa pendidikan, bahwa pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, orang tua, dan masyarakat. 

6. Guru secara sendiri-sendiri dan atau bersama-sama berusaha mengemban dan meningkatkan mutu profesinya. 

a. Guru melanjutkan studinya dengan: (1) membaca buku, (2) mengikuti lokakarya, seminar, gerakan koperasi, dan pertemuan pendidikan dan keilmuan, (3) mengikuti penataran, (4) mengadakan kegiatan penelitian. 

b. Guru berbicara, bersikap dan bertindak sesuai dengan martabat profesinya. 

7. Guru menciptakan dan memelihara hubungan antar sesama guru, baik berdasarkan lingkungan kerja maupun di dalam hubungan keseluruhan. 

a. Guru senantiasa saling tukar informasi, pendapat, saling menasehati, dan bantu menbantu satu sama lain, baik dalam hubungan pribadi maupun dalam penuaian tugas profesi. 

b. Guru tidak melakukan tindakan-tindakan yang merugikan nama baik rekan-rekan seprofesinya dan menjunjung martabat guru, baik secara pribadi maupun secara keseluruhan. 

8. Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdiannya. 

a. Guru senantiasa tunduk terhadap kebijaksanaan dan ketentuan pemerintah dalam bidang pendidikan. 

b. Guru melakukan tugas profesional dengan disiplin dan rasa pengabdian. 

c. Guru berusaha menyebarkan kebijaksanaan dan program pemerintah kepada orang tua siswa dan masyarakat. 

d. Guru berusaha menunjang terciptanya kepemimpinan pendidikan di lingkungan dan daerahnya sebaik-baiknya. 

9. Guru melaksanakan segala ketentuan yang merupakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan. 

a. Guru senantiasa setia terhadap kebijaksanaan dan ketentuan-ketentuan pemerintah dalam bidang pendidikan. 

b. Guru melakukan tugas profesinya dengan disiplin dan rasa pengabdian. 

c. Guru senantiasa berusaha membantu menyebarkan kebijaksanaan dan program pemerintah dalam bidang pendidikan kepada siswa dan masyarakat sekitarnya. 

d. Guru berusaha menunjang terciptanya kepemimpinan pendidikan di lingkungan atau di daerahnya sebaik-baiknya. 



2.5 Pengawasan Terhadap Pelaksanaan Kode Etik Keguruan 

Kode etik guru terdiri dari dua bagian, yakni : 

1. Kode Etik Guru Indonesia 

2. Kode Etik Jabatan Guru 

Kedua kode etik ini berkenaan dengan karakteritik perilaku yang baik secara umum, prilaku yang standar yang seharusnya ditampilan oleh seorang guru dalam melakukan tugasnya. Ada beberapa dimensi keprofesionalan kode etik, yaitu : 

1. Pengetahuan (know-what) 

2. Ketrampilan (know-how) 

3. Sikap-sikap dan nilai-nilai yang melandasi pengetahuan dan ketrampilan, pengalaman dan kemauan. 

Penyimpangan terhadap kode etik yang dibuat oleh PGRI hendaknya pula diawasi oleh PGRI. Kode etik tersebut hendaknya menjadi patokan perilaku anggotanya, agar setiap anggota terhindar dari pelanggaran larangan dan terhindar pula dari sanksi yang mungkin diberikan organisasi profesi. Sebagai penjaga organisasi profesi mempunyai fungsi kontrol terhadap anggotanya. Dilain hal persoalan-persoalan yang ditangani Dewan Kehormatan PGRI adalah misalnya perilaku guru yang jarang mengajar, mengajar menggunakan kata-kata yang tidak pantas dan ketidakprofesionalan guru (bersifat indisipliner). Jika kasus dan masalah pelanggarannya terasa lebi berat atau bersifat perdana, maka hal tersebut akan ditangani oleh pihak kepolisian.

0 Response to "Organisasi dan Profesi Guru"

Post a Comment