Islamisasi dan Silang Budaya di Nusantara


A. Masuknya Islam di Nusantara 

Menurut satu pendapat Agama Islam masuk di Nusantara sekitar abad VII dan VIII masehi. Hal ini didasarkan kepada berita cina yang menceritakan rencana serangan orang-orang Arab. Dinasti Tang di Cina juga memberitakan bahwa di Sriwijaya sudah ada perkampungan muslim yang mengadakan hubungan dagang dengan cina. Pendapat lainnya mengatakan bahwa Islam masuk di Nusantara padaabad ke 13, hal ini di dasarkan pada dugaan keruntuhan Dinasti Abasiyah (1258 M), berita Marcopolo (1292 M), batu nisan Sultan Malik As Saleh (1297), danpenyebaran ajaran tasawuf. Agama Islam masuk di nusantara dibawa oleh parapedagang muslim melalui dua jalur, yaitu jalur utara dan jalur seletan. Melalui jalur utara dengan rute : Arab (Mekah dan Madinah)-Damaskus-Bagdad-Gujarat (pantai barat India)-Nusantara. Melalui jalur selatan dengan rute : Arab (Mekah dan Madinah) -Yaman-Gujarat (pantai barat India)-Srilangka-Nusantara.Cara penyebaran Islam di Nusantara dilakukan melewati berbagai jalan diantaranya adalah melalui perdagangan, sosial, dan pengajaran. 

a) Perdagangan 

Para pedagang muslim yang berasal dari Arab, Persia, dan India telah ikut ambil bagian dalam lalu lintas perdagangan yang menghubungkan Asia Barat, Asia Timur, dan Asia Tenggara pada abad ke-7 samapai abad ke 16. Para pedagang muslim itu akhirnya singgah juga di Indonesia , dan ternyata yang mereka lakukan bukan hanya berdagang, tetapi juga berdakwah dan menyebarkan agama Islam. Saat berdagang mereka menunjukan pribadi muslim yang baik, berbudi luhur, jujur, amanah, dan dapat dipecaya. Hal tersebut menjadi daya tarik yang utama sehingga banyak orang yang sukarela masuk Islam tanpa paksaan. 

b) Hubungan Sosial 

Para mubaligh yang menyebarkan Islam di nusantara ternyata tidak hanya aktif berdagang, merekapun aktif dalam kegiatan sosial yang ada di lingkungan mereka tinggal, bahkan sebagain dari mereka ada yang menetap di lingkungan tersebut karena mereka menikah dengan penduduk setempat. Banyak hal yang dilakukan para mubaligh dalam kegiatan kemasyarakatan, merekapun mengajarkan tentang persamaan hak tidak ada perbedaan satu sama lainnya karena kemulaian manusia tidak ditentukan oleh kastanya kecuali karena ketaqwaannya kepada Allah. Islam mengajarkan agar umatnya saling membantu, yang kaya membantu yang miskin, yang kuat membantu yang lemah, dan sebagainya. Sehingga dengan ajarann ini menyebabkan Islam semakin mudah diterima masyarakat karena ajrannya sangat luhur. 

c) Pendidikan dan Pengajaran 

Ajaran Nabi Muhammad SAW. Tentang “Sampaikanlah dariku walau hanya satu ayat”, menjadi motivator para mubaligh Islam pada saat itu untuk semakin bersemangat menyempaikan ajaran Islam. Disetiap kesempatan para mubaligh menyampaikan ajaran Islam kepada masyarakat sekitar melalui pendidikan dan pengajaran dengan menggunakan mushala, rumah salah seorang warga, bahkan tempat terbuka seperti di bawah pohon rindang sebagai tempat untuk menyampaikan dakwahnya. 

Adanya pendapat Para Ahli tentang Masuknya Islam Ke Indonesia 

Proses Masuknya dan berkembangnya kebudayaan dan ajaran agama islam ke indonesia memunculkan beberapa pendapat, Para tokoh yang mengemukakan pendapat itu diantaranya ada yang langsung mengetahui proses masuk dan tersebarnya budaya serta ajaran agama islam di indonesia, tetapi ada pula yang melalui berbagai bentuk penelitian seperti yang dilakukan oleh orang-orang Barat (Eropa) yang datang ke Indonesia karena tugas atau dipekerjakan oleh pemerintahnya di indonesia (ketika Indonesia dikuasai oleh bangsa-bangsa barat). 

Tokoh-tokoh yang mengemukakan pendapat tentang keberadaan budaya dan ajaran agama Islam di Indonesia di antaranya: 


1. Marco Polo (1292). 

Dalam perjalanan pulang dan negeri Cina, Marco Polo mengunjungi Pulau Sumatera. Pelabuhan yang pertama dikunjunginyan bernama Ferlec (disamakan dengan Perlak). Menurut Marco Polo, daerah Perlak banyak dikunjungi oleh pedagang Muslim. Keberadaan pedagang Muslim itu dapat mengubah keyakinan penduduk asli untuk memeluk ajaran agama Islam. Berita dari Marco Polo merupakan berita tertua yang menyatakan bahwa di Indonesia telah berkembang sekelompok warga Muslim, pastinya dikota-kota yang terletak di tepi pantai atau di tepi jalur pelayaran dan perdagangan pada saat itu. 

2. Mohammad Ghor.Mohammad 

Ghor merupakan seorang tokoh yang berhasil menaklukkan dan menyebarkan Islam di Gujarat (India). Dalam penyebaran budaya dan ajaran agama Islam ke Indonesia, para pedagang Gujarat mempunyai peran yang sangat penting. Melalui hubungan yang dijalin antara para pedagang Gujarat dengan para pedagang dari Indonesia itulah budaya dan ajaran agama Islam berkembang ke Indonesia. 

3. Ibn Batuta 

Ibn Batuta telah dua kali melakukan perjalanan ke China (1345 -1346). Ia menemukan satu kerajaan Islam. Hal ini dibuktikan dengan keberadaan Sultan yang mengikuti upacara Syafi’i. Ibn Batuta juga menyatakan bahwa daerah-daerah yang berada di sekitar negeri itu penduduknya belum memeluk agama Islam. Ibn Batuta juga menemukan satu makam Islam di kota Samudera yang berangka tahun 1421. 

Penemuan makam bertanda Islam ini, artinya bahwa di daerah Samudera telah berkembang agama Islam. 

4. Diego Lopez de Sequeira 

Pada tahun 1509 Diego Lopez de Sequeira mengunjungi Pasai. Ia berpendapat bahwa Pasai mempakan pusat penyebaran budaya dan ajaran agama Islam terpenting dan pertama . juga berasal dari daerah Pasai inilah budaya dan ajaran agama Islam kemudian menjalar atau tersebar ke seluruh daerah di Indonesia. 

5. Sir Richard Winsted. 

Sir Richard Winsted menyatakan bahwa Parameswara (raja Malaka) telah memeluk agama Islam dan mengganti namanya menjadi Iskandar Syah. ini dilakukan dikarenakan posisi yang sangat strategis dalam aktivitas pelayaran dan perdagangan yang melalui Selat Malaka. serta Malaka dijadikan sebagai pusat perdagangan dan penyebaran agama Islam di Asia Tenggara, begitu pula dengan ke indonesia. 

Diawali dengan perkembangan dan munculnya Kerajaan Samudera Pasai sebagai kerajaan Islam pertama di Indonesia. Dan Samudera Pasai inilah budaya dan ajaran agama Islam berkembang ke seluruh wilayah Indonesia. Namun, selain Para tokoh itu, masih ada banyak ahli-ahli menyatakan tentang masuk dan berkembangnya budaya dan ajaran agama Islam ke Indonesia. 

Mendirikan perkampungan di Kanton sejak abad ke-4. Hal ini juga sesuai dengan berita Cina.Kerajaan Samudra Pasai menganut aliran mazhab Syafi’i, dimana pengaruh mazhab Syafi’i terbesar pada waktu itu adalah Mesir dan Mekkah. Sedangkan Gujarat/India adalah penganut mazhab Hanafi. Raja-raja Samudra Pasai menggunakan gelar Al malik, yaitu gelar tersebut berasal dari Mesir.Pendukung teori Makkah ini adalah Hamka, Van Leur dan T.W. Arnold. Para ahli yang mendukung teori ini menyatakan bahwa abad 13 sudah berdiri kekuasaan politik Islam, jadi masuknya ke Indonesia terjadi jauh sebelumnya yaitu abad ke 7 dan yang berperan besar terhadap proses penyebarannya adalah bangsa Arab sendiri.. 


B. ISLAM DAN JARINGAN PERDAGANGAN 

Sejak abad pertama masehi kegiatan perdagangan di kepulauan indonesia sudah maju karena banyaknya pedagang dari india,gujarat, dan china yang datang untuk berdagang melalui jalur pelayaran perjalanan lewat laut. Berdasarkan data arkeologis seperti prasasti-prasasti maupun data historis berupa berita-berita asing, kegiatan perdagangan di Kepulauan Indonesia sudah dimulai sejak abad pertama Masehi. Jalurjalur pelayaran dan jaringan perdagangan Kerajaan Sriwijaya dengan negeri-negeri di Asia Tenggara, India, dan Cina terutama berdasarkan berita-berita Cina telah dikaji, antara lain oleh W. Wolters (1967). 

Demikian pula dari catatan-catatan sejarah Indonesia dan Malaya yang dihimpun dari sumber-sumber Cina oleh W.P Groeneveldt, telah menunjukkan adanya jaringan–jaringan perdagangan antara kerajaan-kerajaan di Kepulauan Indonesia dengan berbagai negeri terutama dengan Cina. Kontak dagang ini sudah berlangsung sejak abad-abad pertama Masehi sampai dengan abad ke-16. Kemudian kapal-kapal dagang Arab juga sudah mulai berlayar ke wilayah Asia Tenggara sejak permulaan abad ke-7. Dari literatur Arab banyak sumber berita tentang perjalanan mereka ke Asia Tenggara.Adanya jalur pelayaran tersebut menyebabkan munculnya jaringan perdagangan dan pertumbuhan serta perkembangan kota-kota pusat kesultanan dengan kota-kota bandarnya pada abad ke-13 sampai abad ke-18 misalnya, Samudera Pasai, Malaka, Banda Aceh, Jambi, Palembang, Siak Indrapura, Minangkabau, Demak, Cirebon, Banten, Ternate, Tidore, Goa-Tallo, Kutai, Banjar, dan kota-kota lainnya. 

Dari sumber literatur Cina, Cheng Ho mencatat terdapat kerajaan yang bercorak Islam atau kesultanan, antara lain, Samudera Pasai dan Malaka yang tumbuh dan berkembang sejak abad ke-13 sampai abad ke-15, sedangkan Ma Huan juga memberitakan adanya komunitas-komunitas Muslim di pesisir utara Jawa Timur. Berita Tome Pires dalam Suma Oriental (1512-1515) memberikan gambaran mengenai keberadaan jalur pelayaran jaringan perdagangan, baik regional maupun internasional. Ia menceritakan tentang lalu lintas dan kehadiran para pedagang di Samudra Pasai yang berasal dari Bengal, Turki, Arab, Persia, Gujarat, Kling, Malayu, Jawa, dan Siam. Selain itu Tome Pires juga mencatat kehadiran para pedagang di Malaka dari Kairo, Mekkah, Aden, Abysinia, Kilwa, Malindi, Ormuz, Persia, Rum, Turki, Kristen Armenia, Gujarat, Chaul, Dabbol, Goa, Keling, Dekkan, Malabar, Orissa, Ceylon, Bengal, Arakan, Pegu, Siam, Kedah, Malayu, Pahang, Patani, Kamboja, Campa, Cossin Cina, Cina, Lequeos, Bruei, Lucus, Tanjung Pura, Lawe, Bangka, Lingga, Maluku, Banda, Bima, Timor, Madura, Jawa, Sunda, Palembang, Jambi, Tongkal, Indragiri, Kapatra, Minangkabau, Siak, Arqua, Aru, Tamjano, Pase, Pedir, dan Maladiva. 

Hubungan pelayaran dan perdagangan antara Nusantara dengan Arab meningkat menjadi hubungan langsung dan dalam intensitas tinggi. Dengan demikian aktivitas perdagangan dan pelayaran di Samudera Hindia semakin ramai. Peningkatan pelayaran tersebut berkaitan erat dengan makin majunya perdagangan di masa jaya pemerintahan Dinasti Abbasiyah (750-1258). Dengan ditetapkannya Baghdad menjadi pusat pemerintahan menggantikan Damaskus (Syam), aktivitas pelayaran dan perdagangan di Teluk Persia menjadi lebih ramai. Pedagang Arab yang selama ini hanya berlayar sampai India, sejak abad ke-8 mulai masuk ke Kepulauan Indonesia dalam rangka perjalanan ke Cina. Meskipun hanya transit, tetapi hubungan Arab dengan kerajaan-kerajaan di Kepulauan Indonesia menjadi langsung. Hubungan ini menjadi semakin ramai manakala pedagang Arab dilarang masuk ke Cina dan koloni mereka dihancurkan oleh Huang Chou, menyusul suatu pemberontakan yang terjadi pada 879 H. Orang–orang Islam melarikan diri dari pelabuhan Kanton dan meminta perlindungan Raja Kedah dan Palembang. Ditaklukkannya Malaka oleh Portugis pada 1511, dan usaha Portugis selanjutnya untuk menguasai lalu lintas di selat tersebut, mendorong para pedagang untuk mengambil jalur alternatif, dengan melintasi Semenanjung atau pantai barat Sumatra ke Selat Sunda. 

Pergeseran ini melahirkan pelabuhan perantara yang baru, seperti Aceh, Patani, Pahang, Johor, Banten, Makassar dan lain sebagainya. Saat itu, pelayaran di Selat Malaka sering diganggu oleh bajak laut. Perompakan laut sering terjadi pada jalur-jalur perdagangan yang ramai, tetapi kurang mendapat pengawasan oleh penguasa setempat. Perompakan itu sesungguhnya merupakan bentuk kuno kegiatan dagang. Kegiatan tersebut dilakukan karena merosotnya keadaan politik dan mengganggu kewenangan pemerintahan yang berdaulat penuh atau kedaulatannya di bawah penguasa kolonial. 

Akibat dari aktivitas bajak laut, rute pelayaran perdagangan yang semula melalui Asia Barat ke Jawa lalu berubah melalui pesisir Sumatra dan Sunda. Dari pelabuhan ini pula para pedagang singgah di Pelabuhan Barus, Pariaman, dan Tiku. Perdagangan pada wilayah timur Kepulauan Indonesia lebih terkonsentrasi pada perdagangan cengkih dan pala. Dari Ternate dan Tidore (Maluku) dibawa barang komoditi ke Somba Opu, ibukota Kerajaan Gowa di Sulawesi Selatan. Somba Opu pada abad ke-16 telah menjalin hubungan perdagangan dengan Patani, Johor, Banjar, Blambangan, dan Maluku. Adapun Hitu (Ambon) menjadi pelabuhan yang menampung komoditi cengkih yang datang dari Huamual (Seram Barat), sedangkan komoditi pala berpusat di Banda. Semua pelabuhan tersebut umumnya didatangi oleh para pedagang Jawa, Cina, Arab, dan Makassar. Kehadiran pedagang itu mempengaruhi corak kehidupan dan budaya setempat, antara lain ditemui bekas koloninya seperti Maspait (Majapahit), Kota Jawa (Jawa) dan Kota Mangkasare (Makassar). 

Pada abad ke-15, Sulawesi Selatan telah didatangi pedagang Muslim dari Malaka, Jawa, dan Sumatra. Dalam perjalanan sejarahnya, masyarakat Muslim di Gowa terutama Raja Gowa Muhammad Said (1639-1653) dan putra penggantinya, Hasanuddin (1653-1669) telah menjalin hubungan dagang dengan Portugis. Bahkan Sultan Muhammad Said dan Karaeng Pattingaloang turut memberikan saham dalam perdagangan yang dilakukan Fr. Vieira, meskipun mereka beragama Katolik. Kerjasama ini didorong oleh adanya usaha monopoli perdagangan rempah-rempah yang dilancarkan oleh kompeni Belanda di Maluku. 

Hubungan Ternate, Hitu dengan Jawa sangat erat sekali. Ini ditandai dengan adanya seorang raja yang dianggap benar-benar telah memeluk Islam ialah Zainal Abidin (1486-1500) yang pernah belajar di Madrasah Giri. Ia dijuluki sebagai Raja Bulawa, artinya raja cengkih, karena membawa cengkeh dari Maluku sebagai persembahan. Cengkih, pala, dan bunga pala (fuli) hanya terdapat di Kepulauan Indonesia bagian timur, sehingga banyak barang yang sampai ke Eropa harus melewati jalur perdagangan yang panjang dari Maluku sampai ke Laut Tengah. Cengkih yang diperdagangkan adalah putik bunga tumbuhan hijau (szygium aromaticum atau caryophullus aromaticus) yang dikeringkan. Satu pohon ini ada yang menghasilkan cengkih sampai 34 kg. Hamparan cengkih ditanam di perbukitan di pulau-pulau kecil Ternate, Tidore, Makian, dan Motir di lepas pantai barat Halmahera dan baru berhasil ditanam di pulau yang relatif besar, yaitu Bacan, Ambon dan Seram. 

Meningkatnya ekspor lada dalam kancah perdagangan internasional, membuat pedagang nusantara mengambil alih peranan India sebagai pemasok utama bagi pasaran Eropa yang berkembang dengan cepat. Selama periode (1500- 1530) banyak terjadi gangguan di laut sehingga bandar-bandar Laut Tengah harus mencari pasokan hasil bumi Asia ke Lisabon. Oleh karena itu secara berangsur jalur perdagangan yang ditempuh pedagang muslim bertambah aktif, ditambah dengan adanya perang di laut Eropa, penaklukan Ottoman atas Mesir (1517) dan pantai Laut Merah Arabia (1538) memberikan dukungan yang besar bagi berkembangnya pelayaran Islam di Samudera Hindia. 

Meskipun banyak kota bandar, namun yang berfungsi untuk melakukan ekspor dan impor komoditi pada umumnya adalah kota-kota bandar besar yang beribu kota pemerintahan di pesisir, seperti Banten, Jayakarta, Cirebon, Jepara - Demak, Ternate, Tidore, Goa-Tallo, Banjarmasin, Malaka, Samudera Pasai, Kesultanan Jambi, Palembang dan Jambi. Kesultanan Mataram berdiri dari abad ke-16 sampai ke-18. Meskipun kedudukannya sebagai kerajaan pedalaman namun wilayah kekuasaannya meliputi sebagian besar pulau Jawa yang merupakan hasil ekspansi Sultan Agung. Kesultanan Mataram juga memiliki kota-kota bandar, seperti Jepara, Tegal, Kendal, Semarang, Tuban, Sedayu, Gresik, dan Surabaya. 

Dalam proses perdagangan telah terjalin hubungan antar etnis yang sangat erat. Berbagai etnis dari kerajaan-kerajaan tersebut kemudian berkumpul dan membentuk komunitas. Oleh karena itu, muncul nama-nama kampung berdasarkan asal daerah. Misalnya,di Jakarta terdapat perkampungan Keling, Pakojan, dan kampungkampung lainnya yang berasal dari daerah-daerah asal yang jauh dari kota-kota yang dikunjungi, seperti Kampung Melayu, Kampung Bandan, Kampung Ambon, dan Kampung Bali. Pada zaman pertumbuhan dan perkembangan Islam, system jual beli barang masih dilakukan dengan cara barter. Sistem barter dilakukan antara pedagang-pedagang dari daerah pesisir dengan daerah pedalaman, bahkan kadang-kadang langsung kepada petani. Transaksi itu dilakukan di pasar, baik di kota maupun desa. Tradisi jual-beli dengan sistem barter hingga kini masih dilakukan oleh beberapa masyarakat sederhana yang berada jauh di daerah terpencil. 

Di beberapa kota pada masa pertumbuhan dan perkembangan Islam telah menggunakan mata uang sebagai nilai tukar barang. Mata uang yang dipergunakan tidak mengikat pada mata uang tertentu, kecuali ada ketentuan yang diatur pemerintah daerah setempat. Kemunduran perdagangan dan kerajaan yang berada di daerah tepi pantai disebabkan karena kemenangan militer dan ekonomi dari Belanda, dan munculnya kerajaan-kerajaan agraris di pedalaman yang tidak menaruh perhatianpada perdagangan. 


C. Kerajaan-Kerajaan Islam di Nusantara 

Teori Mekah yang menyatakan Islam masuk ke Nusantara sejak abad ke-7 M, maka kerajaan Islam pertama bukan lagi Samudra Pasai, tetapi Kerajaan Jeumpa yang berdiri sejak abad ke-8 M., yang disusul oleh kerajaan Peurelak di abad ke-9, baru kemudian kerajaan Samudera Pasai. Hanya saja, kerajaan Jeumpa dan Peurelak barangkali tidak terlalu popular dan bukan kerajaan besar. Di samping itu, bukti-bukti yang ilmiah yang menguatkannya belum dipandang cukup. 

Berikut adalah uraian singkat beberapa keajaan Islam yang terkenal di Nusantara. 

1. Samudera Pasai 

Samudera Pasai adalah keajaan Islam yang dipandang sebagai kerajaan Islam pertama di Indonesia. Akan tetapi jika dikaitkan dengan dua kerajaan sebelumnya (Jeumpa dan Peurelak), maka kerajaan Samudera Pasai adalah kelanjutan dari kerajaan Islam Peurelak (Perlak).Kerajaan ini didirikan oleh Sultan Malik al-Saleh pada tahun 1285 (abad 13 M) sekaligus sebagai raja pertama. Setelah meninggal, ia digantikan putranya Sultan Muhammad atau yang dikenal dengan nama Malik Al Tahir I. Ia memerintah sampai tahun 1326 M, kemudian digantikan oleh Sultan Ahmad Malik Al Tahir II. 

2. Kerajaan Aceh 

Kerajaan Aceh didirikan oleh Sultan Ibrahim yang bergelar Sultan Ali Mughayat Syah atau disebut juga Sultan Ibrahim. Kerajaan Aceh mencapai masa keemasan pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda. Selanjutnya Sultan Iskandar Muda digantikan oleh menantunya yaitu Iskandar Tani. 

3. Demak 

Kesultanan Demak didirikan oleh seorang adipati yang bernama Raden Patah. Untuk menghadapi Portugis Armada Demak yang dipimpin Pati Unus (Putra Raden Patah) melancarka serangan terhadap Portugis di Malaka. Oleh karena itu, Pati Unus diberi Gelar Pangeran Sabrang Lor yang artinya pangeran yang pernah menyeberangi lautan di sebelah Utara kesultanan Demak.Setelah Raden Patah meninggal, ia digantikan oleh Pati Unus, selanjutnya Pati Unus diganti oleh Trenggana. Setelah Sultan Trenggana meninggal, terjadi pertikaian antara Pangeran Sekar Seda ing Lepen (adik Trenggana) dengan Pangeran Prawoto (anak Trenggana). Pangeran Prawoto berhasil membunuh pangeran Sekar Seda Ing Lepen. Tetapi kemudian Pangeran Prawoto dibunuh oleh Arya Penangsang (anak Pangeran Sekar Seda ing Lepen).Arya Penangsang kemudian tampil menjadi Sultan Demak ke-4. Pemerintahan Arya Penangsang dipenuhi dengan kekacauan karena banyak orang yang tidak suka dengannya. Hingga pada akhirnya seorang adipati Pajang bernama Adiwijaya atau Jaka Tingkir atau Mas Karebet berhasil membunuhnya. Setelah kematian Arya Penangsang, kerajaan Demak berpindah ke tangan Jaka Tingkir. 

4. Pajang 

Pendiri Kesultanan Pajang adalah Adiwijaya. Setelah Sultan Adiwijaya meninggal, seharusnya Pangeran Benawa yang menduduki tahta Pajang, akan tetapi ia disingkirkan oleh Arya Pangiri (putra Pangeran Prawata). Tindakan Arya Pangiri menimbulkan upaya-upaya perlawanan, hal ini kemudian dimanfaatkan oleh Pangeran Benawa untuk merebut kembali tahta Pajang. Karena itu, ia menjalin kerja sama dengan Mataram yang dipimpin oleh Sutawijaya. Setelah Arya Pangiri dapat dikalahkan, Pangeran Benawa justru menyerahkan kekuasaan pada Sutawijaya. Selanjutnya Sutawijaya memindahkan Pajang ke Mataram sehingga berakhirlah kekuasaan Pajang. 

5. Mataram Islam 

Mataram merupakan hadiah dari Adiwijaya kepada Ki Ageng Pamanahan karena ia telah berjasa membantu Adiwijaya menaklukkan Arya Penangsang. Ketika Ki Ageng Pamanahan meninggal,Mataram dipegang oleh putranya, Sutawijaya. Sutawijaya diangkat menjadi Adipati Mataram dan diberi gelar Senopati ing Alogo Sayidin Panatagama yang berarti panglima perang dan pembela agama.Sepeninggal Senopati, Tampuk kekuasaan dipegang oleh putranya (Mas Jolang), tetapi Mas Jolang meninggal sebelum berhasil memadamkan banyak pemberontakan. Penggantinya adalah Raden Rangsang atau lebih dikenal dengan Sultan Agung.Pada masa pemerintahan Sultan Agung,Mataram mencapai masa kejayaan. Akan tetapi Mataram mulai mengalami kemunduran ketika masa pemerintahan pengganti-pengganti Sultan Agung. 

Kemunduran Mataram yang lebih utama karena aneksasi yang dilakukan Belanda. Setelah terjadinya perjanjian Gianti, kerajaan Mataram dipecah menjadi dua bagian, Kerajaan Surakarta dan Kerajaan Yogyakarta. Lebih dari itu, dengan adanya Perjanjian Salatiga, Kerajaan Surakarta terpecah lagi menjadi dua yaitu Mangkunegaran dan Pakualaman/Kasunanan. 

6. Cirebon 

Kasultanan Cirebon didirikan oleh Syarief Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati. Dengan bantuan Fatahillah, kesultanan Cirebon dapat meluaskan kekuasaannya meliputi Jayakarta dan Pajajaran. Kemenangan-kemenangan Fatahillah membuat Sunan Gunung Jati tertarik dan menjodohkan Fatahillah dengan Ratu Wulung Ayu.Ketika Sunan Gunung Jati menua, Kesultanan Cirebon diserahkan kepada putranya Pangeran Muhammad Arifin dengan gelar Pangeran Pasarean. Sepeninggal Pangeran Pasarean, kedudukan Sultan diserahkan kepada Pangeran Sebakingking atau yang bergelar Sultan Maulana Hasanuddin.Pada abad ke-17 terjadi perselisihan dalam keluarga, sehingga kesultanan Cirebon pecah menjadi dua yaitu Kasepuhan dan Kanoman. 

7. Banten 

Daerah Banten di-Islamkan oleh Sunan Gunung Jati. Pemerintahan dipegang oleh Sultan Maulana Hasanuddin. Setelah Sultan Hasanuddin meninggal, ia digantikan oleh putranya Maulana Yusuf. Kesultanan Banten mencapai masa keemasan pada masa Sultan Ageng Tirtayasa. Akhir pemerintahan Sultan Ageng ditandai dengan persengketaan dengan putranya Sultan Haji yang bersekongkol dengan Belanda. 

8. Makassar 

Pada abad ke-16 di Sulawesi Selatan terdapat dua kerajaan yaitu Goa dan Tallo. Kedua kerajaan itu bersatu dengan nama Goa-Tallo. Makassar dengan ibu kota di Somba Opu, dan dikenal sebagai kerajaan Islam pertama di Sulawesi. Bertindak sebagai rajanya adalah Raja Goa, Daeng Manrabia dengan gelar Sultan Alauddin dan sebagai mangkubumi (Perdana Menteri) adalah Raja Talo, Karaeng Matoaya yang bergelar Sultan Abdullah, yang pada masa pemerintahannya adalah puncak kejayaan Makassar. 

9. Ternate dan Tidore 

Kerajaan Ternate berdiri kira-kira abad ke-13. Ternate mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Baabullah. Sedangkan raja yang terkenal dari Tidore adalah Sultan Nuku. Muncullah Sultan Khaerun yang sekarang menjadi nama universitas di Ternate 

1. Kerajaan Islam di pulau Jawa, Sumatera, dan Sulewesi 

a. Kerajaan Demak

Para ahli memperkirakan Demak berdiri tahun 1500. Sementara Majapahit hancur beberapa waktu sebelumnya. Menurut sumber sejarah lokal di Jawa, keruntuhan Majapahit terjadi sekitar tahun 1478. Hal ini ditandai dengan candrasengkala, Sirna Hilang Kertaning Bhumi yang berarti memiliki angka tahun 1400 Saka. Raja pertama kerajaan Demak adalah Raden Fatah, yang bergelar Sultan Alam Akbar Al-Fatah. Raden Fatah memerintah Demak dari tahun 1500- 1518 M. Menurut cerita rakyat Jawa Timur, Raden Fatah merupakan keturunan raja terakhir dari Kerajaan Majapahit, yaitu Raja Brawijaya V. Di bawah pemerintahan Raden Fatah, kerajaan Demak berkembang dengan pesat karena memiliki daerah pertanian yang luas sebagai penghasil bahan makanan, terutama beras. Selain itu, Demak juga tumbuh menjadi sebuah kerajaan maritim karena letaknya di jalur perdagangan antara Malaka dan Maluku. Oleh karena itu Kerajaan Demak disebut juga sebagai sebuah kerajaan yang agraris-maritim. 

Barang dagangan yang diekspor Kerajaan Demak antara lain beras, lilin dan madu. Barang-barang itu diekspor ke Malaka, Maluku dan Samudra Pasai. Pada masa pemerintahan Raden Fatah, wilayah kekuasaan Kerajaan Demak cukup luas, meliputi Jepara, Tuban, Sedayu, Palembang, Jambi dan beberapa daerah di Kalimantan. Daerah-daerah pesisir di Jawa bagian Tengah dan Timur kemudian ikut mengakui kedaulatan Demak dan mengibarkan panji-panjinya. Kemajuan yang dialami Demak ini dipengaruhi oleh jatuhnya Malaka ke tangan Portugis. Karena Malaka sudah dikuasai oleh Portugis, maka para pedagang yang tidak simpatik dengan kehadiran Portugis di Malaka beralih haluan menuju pelabuhan-pelabuhan Demak seperti Jepara, Tuban, Sedayu, Jaratan dan Gresik. Pelabuhanpelabuhan tersebut kemudian berkembang menjadi pelabuhan transit.Selain tumbuh sebagai pusat perdagangan, Demak juga tumbuh menjadi pusat penyebaran agama Islam. Para wali yang merupakan tokoh penting pada perkembangan Kerajaan Demak ini, memanfaatkan posisinya untuk lebih menyebarkan Islam kepada penduduk Jawa. Para wali juga berusaha menyebarkan Islam di luar Pulau Jawa. Penyebaran agama Islam di Maluku dilakukan oleh Sunan Giri sedangkan di daerah Kalimantan Timur dilakukan oleh seorang penghulu dari Kerajaan Demak yang bernama Tunggang Parangan. Setelah Kerajaan Demak lemah maka muncul Kerajaan Pajang. 


b. Kerajaan Mataram

Setelah Kerajaan Demak berakhir, berkembanglah Kerajaan Pajang di bawah pemerintahan Sultan Hadiwijaya. Di bawah kekuasaannya, Pajang berkembang baik. Bahkan berhasil mengalahkan Arya Penangsang yang berusaha merebut kekuasaannya. Tokoh yang membantunya mengalahkan Arya Penangsang di antaranya Ki Ageng Pemanahan (Ki Gede Pemanahan). la diangkat sebagai bupati (adipati) di Mataram. Kemudian puteranya, Raden Bagus (Danang) Sutawijaya diangkat anak oleh Sultan Hadiwijaya dan dibesarkan di istana. Sutawijaya dipersaudarakan dengan putra mahkota, bernama Pangeran Benowo. 

Pada tahun 1582, Sultan Hadiwijaya meninggal dunia. Penggantinya, Pangeran Benowo merupakan raja yang lemah. Sementara Sutawijaya yang menggantikan Ki Gede Pemanahan justru semakin menguatkan kekuasaannya sehingga akhirnya Istana Pajang pun jatuh ke tangannya. Sutawijaya segera memindahkan pusaka Kerajaan Pajang ke Mataram. Sutawijaya sebagai raja pertama dengan gelar: Panembahan Senapati Ing Alaga Sayidin Panatagama. Pusat kerajaan ada di Kota Gede, sebelah tenggara Kota Yogyakarta sekarang. Panembahan Senapati digantikan oleh puteranya yang bernama Mas Jolang (1601-1613). Mas Jolang kemudian digantikan oleh puteranya bernama Mas Rangsang atau lebih dikenal dengan nama Sultan Agung (1613-1645). Pada masa pemerintahan Sultan Agung inilah Mataram mencapai zaman keemasan. Dalam bidang politik pemerintahan, Sultan Agung berhasil memperluas wilayah Mataram ke berbagai daerah yaitu, Surabaya (1615), Lasem, Pasuruhan (1617), dan Tuban (1620). Di samping berusaha menguasai dan mempersatukan berbagai daerah di Jawa, Sultan Agung juga ingin mengusir VOC dari Kepulauan Indonesia. Kemudian diadakan dua kali serangan tentara Mataram ke Batavia pada tahun 1628 dan 1629. Mataram mengembangkan birokrasi dan struktur pemerintahan yang teratur. 


Seluruh wilayah kekuasaan Mataram diatur dan dibagi menjadi beberapa bagian sebagai berikut. 

1. Kutagara. Kutagara atau kutanegara, yaitu daerah keraton dan sekitarnya. 

2. Negara agung. Negara agung atau negari agung, yaitu daerah-daerah yang ada di sekitar kutagara. Misalnya, daerah Kedu, Magelang, Pajang, dan Sukawati. 

3. Mancanegara. Mancanegara yaitu daerah di luar negara agung. Daerah ini meliputi mancanegara wetan (timur), misalnya daerah Ponorogo dan 

sekitarnya, serta mancanegara won (barat), misalnya daerah Banyumas dan sekitarnya. 

4. Pesisiran. Pesisiran yaitu daerah yang ada di pesisir. Daerah ini juga terdapat daerah pesisir kulon (barat), yakni Demak terus ke barat, dan pesisir wetan (timur), yakni Jepara terus ke timur. 

Mataram berkembang menjadi kerajaan agraris. Dalam bidang pertanian, Mataram mengembangkan daerah-daerah persawahan yang luas. Seperti yang dilaporkan oleh Dr. de Han, Jan Vos dan Pieter Franssen bahwa Jawa bagian tengah adalah daerah pertanian yang subur dengan hasil utamanya adalah beras. Pada abad ke-17, Jawa benar-benar menjadi lumbung padi. Hasil-hasil yang lain adalah kayu, gula, kelapa, kapas, dan hasil palawija.Di Mataram dikenal beberapa kelompok dalam masyarakat. Ada golongan raja dan keturunannya, para bangsawan dan rakyat sebagai kawula kerajaan. Kehidupan masyarakat bersifat feodal karena raja adalah pemilik tanah beserta seluruh isinya. Sultan dikenal sebagai panatagama, yaitu pengatur kehidupan keagamaan. Oleh karena itu, Sultan memiliki kedudukan yang sangat tinggi. Rakyat sangat hormat dan patuh, serta hidup mengabdi pada sultan. Bidang kebudayaan juga maju pesat. 

Seni bangunan, ukir, lukis, dan patung mengalami perkembangan. Kreasikreasi para seniman, misalnya terlihat pada pembuatan gapura-gapura, serta ukir-ukiran di istana dan tempat ibadah. Seni tari yang terkenal adalah Tari Bedoyo Ketawang. Dalam prakteknya, Sultan Agung memadukan unsur-unsur budaya Islam dengan budaya Hindu-Jawa. Sebagai contoh, di Mataram diselenggarakan perayaan sekaten untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad saw, dengan membunyikan gamelan Kyai Nagawilaga dan Kyai Guntur Madu. Kemudian juga diadakan upacara grebeg. Grebeg diadakan tiga kali dalam satu tahun, yaitu setiap tanggal 10 Dzulliijah (Idul Adha), 1 Syawal (Idul Fitri), dan tanggal 12 Rabiulawal (Maulid Nabi). 

Bentuk dan kegiatan upacara grebeg adalah mengarak gunungan dari keraton ke depan masjid agung. Gunungan biasanya dibuat dari berbagai makanan, kue, dan hasil bumi yang dibentuk menyerupai gunung. Upacara grebeg merupakan sedekah sebagai rasa syukur dari raja kepada Tuhan Yang Maha Esa dan juga sebagai pembuktian kesetiaan para bupati dan punggawa kerajaan kepada rajanya. Sultan Agung wafat pada 1645. Ia dimakamkan di Bukit Imogiri. Ia digantikan oleh puteranya yang bergelar Amangkurat I. Akan tetapi, pribadi raja ini sangat berbeda dengan pribadi Sultan Agung. Amangkurat I adalah seorang raja yang lemah, berpandangan sempit, dan sering bertindak kejam. Mataram mengalami kemunduran apalagi adanya pengaruh VOC yang semakin kuat. Dalam perkembangannya Kerajaan Mataram akhirnya dibagi dua berdasarkan Perjanjian Giyanti (1755). Sebelah barat menjadi Kesultanan Yogyakarta dan sebelah timur menjadi Kasunanan Surakarta. 

c. Kesultanan Banten

Kerajaan Banten berawal sekitar tahun 1526, ketika Kerajaan Demak memperluas pengaruhnya ke kawasan pesisir barat Pulau Jawa, dengan menaklukan beberapa kawasan pelabuhan kemudian menjadikannya sebagai pangkalan militer serta kawasan perdagangan. Maulana Hasanuddin, putera Sunan Gunung Jati berperan dalam penaklukan tersebut. Setelah penaklukan tersebut, Maulana Hasanuddin atau lebih sohor dengan sebutan Fatahillah, mendirikan benteng pertahanan yang dinamakan Surosowan, yang kemudian hari menjadi pusat pemerintahan, yakni Kesultanan Banten. 

Pada awalnya kawasan Banten dikenal dengan nama Banten Girang yang merupakan bagian dari Kerajaan Sunda. Kedatangan pasukan Kerajaan di bawah pimpinan Maulana Hasanuddin ke kawasan tersebut selain untuk perluasan wilayah juga sekaligus penyebaran dakwah Islam. Kemudian dipicu oleh adanya kerjasama Sunda-Portugis dalam bidang ekonomi dan politik, hal ini dianggap dapat membahayakan kedudukan Kerajaan Demak selepas kekalahan mereka mengusir Portugis dari Malaka tahun 1513. 

Atas perintah Sultan Trenggono, Fatahillah melakukan penyerangan dan penaklukkan Pelabuhan Sunda Kelapa sekitar tahun 1527, yang waktu itu masih merupakan pelabuhan utama dari Kerajaan Sunda. Selain mulai membangun benteng pertahanan di Banten, Fatahillah juga melanjutkan perluasan kekuasaan ke daerah penghasil lada di Lampung. Ia berperan dalam penyebaran Islam di kawasan tersebut, selain itu ia juga telah melakukan kontak dagang dengan raja Malangkabu (Minangkabau, Kerajaan Inderapura), Sultan Munawar Syah dan dianugerahi keris oleh raja tersebut.Seiring dengan kemunduran Demak terutama setelah meninggalnya Sultan Trenggono, maka Banten melepaskan diri dan menjadi kerajaan yang mandiri. Pada 1570 Fatahillah wafat. Ia meninggalkan dua orang putra laki-laki, yakni Pangeran Yusuf dan Pangeran Arya (Pangeran Jepara). Dinamakan Pangeran Jepara, karena sejak kecil ia sudah diikutkan kepada bibinya (Ratu Kalinyamat) di Jepara. Ia kemudian berkuasa di Jepara menggantikan Ratu Kalinyamat, sedangkan Pangeran Yusuf menggantikan Fatahillah di Banten. Pangeran Yusuf melanjutkan usaha-usaha perluasan daerah yang sudah dilakukan ayahandanya. 


Tahun 1579, daerah-daerah yang masih setia pada Pajajaran ditaklukkan. Untuk kepentingan ini Pangeran Yusuf memerintahkan membangun kubu-kubu pertahanan. Tahun 1580, Pangeran Yusuf meninggal dan digantikan oleh puteranya, yang bernama Maulana Muhammad. Pada 1596, Maulana Muhammad melancarkan serangan ke Palembang. Pada waktu itu Palembang diperintah oleh Ki Gede ing Suro (1572 - 1627). Ki Gede ing Suro adalah seorang penyiar agama Islam dari Surabaya dan perintis perkembangan pemerintahan kerajaan Islam di Palembang. Kala itu Kerajaan Palembang lebih setia kepada Mataram dan sekaligus merupakan saingan Kerajaan Banten. Itulah sebabnya, Maulana Muhammad melancarkan serangan ke Palembang. Kerajaan Palembang dapat dikepung dan hampir saja dapat ditaklukkan. Akan tetapi, Sultan Maulana Muhammad tiba-tiba terkena tembakan musuh dan meninggal. Oleh karena itu, ia dikenal dengan sebutan Prabu Seda ing Palembang. Serangan tentara Banten terpaksa dihentikan, bahkan akhirnya ditarik mundur kembali ke Banten.Gugurnya Maulana Muhammad menimbulkan berbagai perselisihan di istana. Putra Maulana Muhammad yang bernama Abumufakir Mahmud Abdul Kadir, masih kanak-kanak. Pemerintahan dipegang oleh sang Mangkubumi. Akan tetapi, Mangkubumi berhasil disingkirkan oleh Pangeran Manggala. Pangeran Manggala berhasil mengendalikan kekuasaan di Banten. Baru setelah Abumufakir dewasa dan Pangeran Manggala meninggal tahun 1624, maka Banten secara penuh diperintah oleh Sultan Abumufakir Mahmud Abdul Kadir. 

Pada tahun 1596 orang-orang Belanda datang di pelabuhan Banten untuk yang pertama kali. Terjadilah perkenalan dan pembicaraan dagang yang pertama antara orang-orang Belanda dengan para pedagang Banten. Tetapi dalam perkembangannya, orang-orang Belanda bersikap angkuh dan sombong, bahkan mulai menimbulkan kekacauan di Banten. Oleh karena itu, orang-orang Banten menolak dan mengusir orang-orang Belanda. Akhirnya, orang-orang Belanda kembali ke negerinya. Dua tahun kemudian, orang-orang Belanda datang lagi. Mereka menunjukkan sikap yang baik, sehingga dapat berdagang di Banten dan di Jayakarta. Menginjak abad ke-17 Banten mencapai zaman keemasan. Daerahnya cukup luas. Setelah Sultan Abumufakir meninggal, ia digantikan oleh puteranya bernama Abumaali Achmad. Setelah Abumaali Achmad, tampillah sultan yang terkenal, yakni Sultan Abdulfattah atau yang lebih dikenal dengan nama Sultan Ageng Tirtayasa. Ia memerintah pada tahun 1651 - 1682. 

Pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa, Banten terus mengalami kemajuan. Letak Banten yang strategis mempercepat perkembangan dan kemajuan ekonomi Banten. Kehidupan sosial budaya juga mengalami kemajuan. Masyarakat umum hidup dengan rambu-rambu budaya Islam. Secara politik pemerintahan Banten juga semakin kuat. Perluasan wilayah kekuasaan terus dilakukan bahkan sampai ke daerah yang pernah dikuasai Kerajaan Pajajaran. Namun ada sebagian masyarakat yang menyingkir di pedalaman Banten Selatan karena tidak mau memeluk agama Islam. Mereka tetap mempertahankan agama dan adat istiadat nenek moyang. Mereka dikenal dengan masyarakat Badui. Mereka hidup mengisolir diri di tanah yang disebut tanah Kenekes. Mereka menyebut dirinya orang-orang Kejeroan. Dalam bidang kebudayaan, seni bangunan mengalami perkembangan. Beberapa jenis bangunan yang masih tersisa, antara lain, Masjid Agung Banten, bangunan keraton dan gapura-gapura. 

Pada masa akhir pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa timbul konflik di dalam istana. Sultan Ageng Tirtayasa yang berusaha menentang VOC, kurang disetujui oleh Sultan Haji sebagai raja muda. Keretakan di dalam istana ini dimanfaatkan VOC dengan politik devide et impera. VOC membantu Sultan Haji untuk mengakhiri kekuasaan Sultan Ageng Tirtayasa. Berakhirnya kekuasaan Sultan Ageng Tirtayasa membuat semakin kuatnya kekuasaan VOC di Banten. Raja-raja yang berkuasa berikutnya, bukanlah raja-raja yang kuat. Hal ini membawa kemunduran Kerajaan Banten. 

d. Aceh Utara 

Kerajaan ini didirikan pada abad XIII Kerajaan Banten Raja pertamanya adalah Sultan Hasanuddin. Pada masa pemerintahannya, Banten menjadi kota perdagangan yang ramai dan merupakan pusat penyebaran agama Islam. Sulatan Maulana Hasanuddin memperluas kekuasaannya sampai Jayakarta,Lampung dan Bengkulu. Pada tahun 1570 M Sultan Maulana Hasanuddin wafat,kemudian diganti oleh putranya yang bernama Maulana Yusuf. Ia memperluasdaerahnya hingga Pajajaran, yang saat itu masih memeluk Agama Hindu. 

2. Kerajaan Islam di sumatera 

Bebarapa kerajaan juga berdiri di sumatera diantaranya adalah : 

a. Kerajaan Samudera Pasai 

Kerajaan ini adalah kerajaan Islam yang pertama kali berdiri di Indonesia, terletak di Pesisir Timur Aceh tepatnya di Lhokseumawe Marah Selu atau Marah Sile yang bergelar Sultan Malik as-Saleh. Hal itu didukung adanya nisan kuburan yang bertuliskan sultan Malik As saleh bertahun 696 H/ 1297 M. 

b. Kerajaan Malaka 

Menurut sejarah kerajaan ini didirikan oleh seorang bangsawan yang masih keturunan Majapahit yang bernama Paramisora. Setelah beliau masuk islam dan menjadikan agama Islam sebagai agama kerajaan beliau menggunakan nama dengan gelar Sultan Muhammad syah. Dan mulai saat itu Malaka menjadi pusat perdagangan Asia Tenggara dan pusat peneyebaran Islam. Dari Malaka Islam berkembang di kepulauan Nusantara, bahkan sampai ke Brunai dan Filifina Selatan (Mindanao). 

c. Kerajaan Aceh 

Raja pertamanya adalah Sultan Ali Mughayat Syah. Adapun masa kejayaanya terjadi pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607 – 1636 M). Hampir dua pertiga Pulau Sumatera menjadi wilayah Aceh. Pada masa ini juga hidup seorang ulama besar yang bernama Nurudin Ar-Raniry, beliau mengarang sebuah buku sastra yang bernilai tinggi dengan judul “Bustanus Salatina” (taman raja-raja). Buku ini terdiri atas tujuh jilid berisikan sejarah Tanah Aceh dalam hubungannya dengan sejarah Islam. 

3. Kerajaan Islam di Sulawesi 

Pada abad XIV Islam telah masuk ke Sulawesi yang dibawa oleh Datuk Ri Bandang dari Sumatera Barat. Daerah yang mula-mula masuk Islam di Sulawesi adalah Goa, sebuah kerajaan di Sulawesi Selatan. Sebleum Islam datang para penduduknya menganut kepercayaan nenek moyang. Setelah kedatangan Datuk Ri Bandang, Raja Goa yang bernama Tonigalo masuk Islam kemudian atas usul Datuk Ri Bandang, raja Goa berganti nama menjadi Sultan Alaudin.Setelah beliau wafat digantikan putranya yang bernama Sultan Hasanudin. Dan Dari Goa inilah Islam berkembang ke Talo dan Bone. 

Banyak Faktor yang pendukung Islam masuk ke Indonesia diantaranya adalah : 

a. Islam adalah agama yang tidak mengenal kasta, sehingga bisa diterima oleh semua lapisan masyarakat, besar, kecil, kaya, miskin, rakyat maupun pejabat. 

b. Para da’i dan mubaligh dalam kehidupan sehari-hari menunjukan sikap teladan,pandai menyesuaikan diri di dalam masyarakat. 

c. Setelah berdiri kerajaan Islam di nusantara, para rajanya sangat aktif dalam penyebaran agama Islam kepada rakyatnya. 


KERAJAAN CIREBON

1. Letak
Letak Kerajaan Cirebon adalah di pantai utara Pulau Jawa. 

2. Sumber Sejarah
Sumber sejarah Kerajaan Cirebon menurut Sulendraningrat adalah berasal dan mendasar dari atau pada Babad Tanah Sunda dan Atja. 

3. Sultan
1455-1479 : Pangeran Cakrabuana
1479-1568 : Sunan Gunung Jati
1568-1570 : Fatahillah
1570-1649 : Panembahan Ratu I
1649-1677 : Panembahan Ratu II 

4. Peristiwa Peenting
Sunan Gunung Jati mengembangkan Islam ke daerah-daerah lain di Jawa Barat. 

5. Penyebab kemunduran
Penyebab kemunduran Kerajaan Cirebon yaitu:
a. Terjadinya kevakuman kekuasaan.
b. Terjadi perpecahan diantara putra-putra Raja Cirebon. 

KERAJAAN MAKASSAR

1. Letak 

Kerajaan Gowa dan Tallo bergabung menjadi satu dengan nama Kerajaan Makassar yang terletak di Sulawesi Selatan 

2. Sumber Sejarah
Sumber sejarah Kerajaan Makassar adalah berasal dari catatan Tome Pires. 

3. 3. Sultan
1591-1639 : Sultan Alaudin
1639-1653 : Sultan Muhammad Said
1653-1669 : Sultan Hasanudin 

4. 4. Peristiwa Penting
Kerajaan Makassar terdesak setelah VOC menjalin kerja sama dengan Raja Bone di Aru Palaka. 

5. 5. Penyebab Kemunduran
Penyebab kemunduran Kerajaan Makassar yaitu:
a. Terjadi pertentangan keluarga bangsawan.
b. Tidak ada regenerasi yang cakap.
c. Kerajaan Makassar terdesak setelah VOC menjalin kerja sama dengan Raja Bone di Aru Palaka. 

KERAJAAN TERNATE DAN TIDORE 

1. Letak 

Kerajaan Ternate dan Tidore adalah kerajaan Islam di Maluku dan merupakan kerajaan terlama yang pernah berdiri di Nusantara. 

2. Sumber Sejarah 

Sumber sejarah Kerajaan Ternate dan Tidore masih belum jelas karena tidak memiliki kutipan pada kalimat. Jadi, sumber sejarah Kerajaan Ternate adalah berupa catatan kaki yang sulit diterjemahkan karena tidak memiliki kutipan yang disebut pada zaman itu yaitu Royal Ark Ternate. 

3. .Sultan
1486-1500 : Sultan Zainal Abidin
1500-1534 : Sultan Tabariji
1534-1570 : Sultan Hairun
1570-1583 : Sultan Baabullah 

4. Peristiwa Penting 

Peristiwa penting yang pernah terjadi di Kerajaan Ternate dan Tidore yaitu: 

a. Portugis diizinkan mendirikan benteng di Ternate dengan alasan untuk melindungi Ternate. 

b. Di masa pemerintahan Sultan Hairun berhasil mengusir Spanyol dari tanah Maluku. 

c. Di masa pemerintahan Sultan Baabullah berhasil merebut benteng Portugis di Ternate bahkan mengusirnya dari tanah Maluku.. 

5. Penyebab Kemunduran
Penyebab kemunduran Kerajaan Ternate dan Tidore yaitu: 

a. Adu domba Tidore dilakukan bangsa asing 

b. VOC menguasai rempah-rempah di Maluku. 

c. D.Jaringan keilmuan di Nusantara 

Perkembangan lembaga pendidikan dan pengajaran yang ada di masjid-masjid kesultanan sangat ditentukan oleh dukungan dari para penguasa. Sultan tidak hanya mendanai kegiatan-kegiatan masjid, tetapi juga mendatangkan para ulama, baik dari mancanegara (terutama Timur Tengah) maupun dari ulama pribumi sendiri.Para ulama difungsikan juga sebagai pejabat-pejabat negara, tidak saja memberikan pengajaran agama Islam di masjid negara, tetapi memberikan pengajaran di istana sultan. para sultan dan para pejabat tinggi jua mnimba dari para ulama. 

Pada waktu Kerajaan Samudera Pasai mengalami kemunduran dalam bidang politik, tradisi keilmuan yang ada di samudera Samudera Pasai tetap berlanjut. Samudera pasai terus berfungsi sebagai pusat studi Islam di Nusantara. pada waktu kerajaan Malaka telah masuk islam, Pusat studi keislaman tidak lagi hanya dipegang oleh Samudera Pasai, tetapi Malaka juga berkembang sebagai pusat studi Islam di Asia Tenggara. 

Dengan majunya pereknomian di Kerjaan malaka, telah mengundang banyak ulama dari mancanegara untuk berpartisipasi lebih intensif dalam proses pendidikan dan pembelajan agama Islam. Karena kerjaan memberikan perhatian yang tinggi terhdap pendidikan Islam, maka banyak ulama dari mancanegara yang datang ke Malaka seperti Afganistan, Malabar, Hindustan, dan Arab. Dengan banyaknya ulama besar dari berbagai negara yang mengajar di Malaka tersebut telah menarik para penuntut ilmu dari berbagai kerjaan islam di Asia Tenggara untuk datang ke Malaka. Sunan Bonang dan Sunan Giri pernah menuntut ilmu di Malaka. Setelah pulang dari malaka mereka kembali ke Jawa dan mendirikan lembaga pendidikan Islam. 

Untuk mengintensikan proses Islamisasi, para ulama mengara, menyadur dan menjerjemahkan karya-karya keilmuan Islam. Salah satu raja yang sangat memperhatikan pengembangan pendidikan dan pengajran agama Islam adalah Sultan Iskandar Muda. Sultan Iskandar Muda menidirikan Masjid Raya Baiturrohman dan memanggil Hamzah Fansuri dan Syamsuddin as-Sumatrani sebagai penasihat. Ulama dari Kesultanan Gowa, Sulawesi Selatan (Syekh Yusuf al-Makassari) pernah menuntut ilmu di Nanggroe Aceh Darussalam. Melalui pengajaran Syekh Abdu Rauf as-Singkil telah muncul ulama di Minangkabau Syekh Burhanuddin Ulakan (terkenal sebagai pelopor pendidikan Islam di Minangkabau) dan Syekh Abdul Muhyi al-Garuti (pamijahan) yang telah berjasa menyebarkan agama Islam di Jawa Barat. 

Selain di Banten, Istana di Palembang juga difungsikan sebagai pusat sastra dan ilmu Agama. Sultan-sultan di Palembang banyak ang mendorong perkembangan Intelektual kegamaan, seperti Sultan Ahmad Najamuddin I (1757-1774) dan Sultan Muhammad Baharuddin (1774-1804). Pada masa pemerintahan kedua sultan tersebut muncul banyak ilmuan asal Palembang yang produktif menghasilkan karya-karya ilmiah kegamaan seperti ilmu tauhid, ilmu kalam, ilmu tasawuf, tarekat dan tarikh. Perhatian sultan terhadap perkembangan ilmu pengetahuan Islam terlihat apda keberadaan perpustakaan keraton yang memiliki koleksi yang cukup lengkap dan rapi. 

Dengan berkembangnya pendidikan dan pengajaran Islam telah berhasil menyatukan wilayah Nusantara. Dua hal yang mempercepat proses tersebut adalah pengguna aksara arab dan bahasa Melayu sebagai bahasa pemersatu (lingua franca). Ilmu-ilmu yang diberikan di lembaga pendidikan Islam di Nusantara di tulis dalam aksara Arab, baik dalam bahasa Arab maupun bahasa Melayu atau Jawa. Aksara Arab tersebut disebut dengan banyak sebutan, seperti di Melayu disebut huruf Jawi dan di Jawa Barat disebut dengan huruf Pegon. 

Dengan berkembangnya pendidikan Islam di istana-istana menjadi pendorong munculnya pendidikan dan pengajaran di Masyrakat. Setelah terbentuk berbagai ulama hasil didikan dari Istana, maka murid-muridnya melakukan pendidikan ke tingkatan yang lebih luas/tinggi dengan dilangsungkannya pendidikan di rumah-rumah ulama untuk masyrakat umum, Khususnya sebagai tempat pendidikan dasar layaknya Kuttab (lembaga pendidikan dasar di Arab sejak masa Kanjeng Rosululloh SAW). di Arab. Sebagaimana Kuttab yang biasa mengambil tempat di rumah-rumah ulama, pendidikan dasar di Nusantara berlangsung di rumah-rumah guru. Pelajaran yang diberikan adalah membaca al-Qur'an, menghafal ayat-ayat pendek, belajar sholat 5 waktu dan belajar tentang agama Islam lainnya.


E.Akulturasi dan Budaya Islam 

Berkembangnya kebudayaan Islam di Kepulauan Indonesia telah menambah khasanah budaya nasional Indonesia, serta ikut memberikan dan menentukan corak kebudayaan bangsa Indonesia. Akan tetapi karena kebudayaan yang berkembang di Indonesia sudah begitu kuat di lingkungan masyarakat maka berkembangnya kebudayaan Islam tidak menggantikan atau memusnahkan kebudayaan yang sudah ada. Dengan demikian terjadi akulturasi antara kebudayaan Islam dengan kebudayaan yang sudah ada. Akulturasi adalah suatu proses sosial yang timbul apabila suatu kelompok manusia kebudayaan tertentu diharapkan dengan unsur-unsur dari kebudayaan asing dengan sedemikian rupa, sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri. 

Islam merupakan salah satu agama yang masuk dan berkembang di Indonesia. Sebelum Islam masuk dan berkembang, Indonesia sudah memiliki corak kebudayaan yang dipengaruhi oleh agama Hindu dan Budha. Dengan masuknya Islam, Indonesia kembali mengalami proses akulturasi kebudayaan karena percampuran bangsa-bangsa dan saling mempengaruhi yang melahirkan kebudayaan baru yaitu kebudayaan Islam Indonesia. Hasil proses akulturasi antara kebudayaan praIslam dengan ketika Islam masuk tidak hanya berbentuk fisik kebendaan seperti seni bangunan, seni ukir atau pahat, dan karya sastra tetapi juga menyangkut pola hidup dan kebudayaan non fisik lainnya. Beberapa contoh bentuk akulturasi akan ditunjukkan pada paparan berikut. 

1. Seni Bangunan 

Seni dan arsitektur bangunan Islam di Indonesia sangat unik, menarik dan akulturatif. Seni bangunan yang menonjol di zaman perkembangan Islam ini terutama masjid, menara serta makam. 

a. Masjid dan Menara 

Dalam seni bangunan di zaman perkembangan Islam, nampak ada perpaduan antara unsur Islam dengan kebudayaan praIslam yang telah ada sebelumnya. 

Beberapa contoh seni bangunan Islam yang menonjol adalah masjid yang berfungsi sebagai tempat beribadah bagi orang Islam. 

Bangunan masjid-masjid kuno di Indonesia memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 

· Atapnya berbentuk tumpang yaitu atap yang bersusun semakin ke atas semakin kecil dari tingkatan paling atas berbentuk limas. Jumlah atapnya ganjil 1, 3 atau 5. Dan biasanya ditambah dengan kemuncak untuk memberi tekanan akan keruncingannya yang disebut dengan Mustaka. 

· Tidak dilengkapi dengan menara, seperti lazimnya bangunan masjid yang ada di luar Indonesia atau yang ada sekarang, tetapi dilengkapi dengan kentongan atau bedug untuk menyerukan adzan atau panggilan sholat. Bedug dan kentongan merupakan budaya asli Indonesia. 

· Letak masjid biasanya dekat dengan istana yaitu sebelah barat alun-alun atau bahkan didirikan di tempat-tempat keramat yaitu di atas bukit atau dekat dengan makam. 

Makam-makam yang lokasinya di dataran dekat masjid agung, bekas kota pusat kesultanan antara lain makam sultan-sultan Demak di samping Masjid Agung Demak, makam raja-raja Mataram-Islam Kota Gede (D.I. Yogyakarta), makam sultan-sultan Palembang, makam sultan-sultan di daerah Nanggroe Aceh, yaitu kompleks makam di Samudera Pasai, makam Sultan Ternate di Ternate, makam sultan-sultan Goa di Tamalate, dan kompleks makam raja-raja di Jeneponto dan kompleks makam di Watan Lamuru (Sulawesi Selatan), makam-makam di berbagai daerah lainnya di Sulawesi Selatan, serta kompleks makam Selaparang di Nusa Tenggara dan masih banyak yang lainnya. 

Di beberapa tempat terdapat makam-makam yang penempatannya berada di daerah dataran tinggi. Seperti makam Sunan Bonang di Tuban, makam Sunan Derajat (Lamongan), makam Sunan Kalijaga di Kadilangu (Demak), makam Sunan Kudus di Kudus, makam Maulana Malik Ibrahim dan makam Leran di Gresik (Jawa Timur), makam Datuk Ri Bkalianng di Takalar (Sulawesi Selatan), makam Syaikh Burhanuddin (Pariaman), makam Syaikh Kuala atau Nuruddin ar-Raniri (Aceh) dan masih banyak para dai lainnya di tanah air yang dimakamkan di dataran. 

Ciri-ciri dari wujud akulturasi pada bangunan makam terlihat dari: 

· Makam-makam kuno dibangun di atas bukit atau tempat-tempat yang tinggi. 

· Makamnya terbuat dari bangunan batu yang disebut dengan Jirat atau Kijing, nisannya juga terbuat dari batu. 

· Di atas jirat biasanya didirikan rumah tersendiri yang disebut dengan cungkup atau kubba. 

· Dilengkapi dengan tembok atau gapura yang menghubungkan antara makam dengan makam atau kelompok-kelompok makam. 

· Di dekat makam biasanya dibangun masjid, maka disebut masjid makam dan biasanya makam tersebut adalah makam para wali atau raja. Contohnya masjid makam Sendang Duwur di Tuban. 

Makam-makam yang terletak di tempat-tempat tinggi menunjukkan kesinambungan tradisi yang merupakan pengejawantahan pendirian punden-punden berundak pada masa Megalitik. Tradisi tersebut dilanjutkan pada masa Hindu-Buddha dalam bentuk bangunan-bangunan yang disebut candi. Antara lain Candi Dieng yang berketinggian 2.000 meter di atas permukaan laut, Candi Gedongsanga, Candi Borobudur. Percandian Prambanan, dan lain-lain. 

Setelah kebudayaan Indonesia Hindu-Buddha mengalami keruntuhan unsur seni bangunan keagamaan masih diteruskan. Beberapa contoh akulturasi bangunan keagamaan antara lain sebagai berikut: 

· Makam-makam yang lokasinya di atas bukit, makam yang paling atas adalah yang dianggap paling dihormati misalnya Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah di Gunung Sembung, di bagian teratas kompleks pemakaman Imogiri ialah makam Sultan Agung Hanyokrokusumo. Kompleks makam yang mengambil tempat datar misalnya di Kota Gede, orang yang paling dihormati ditempatkan di bagian tengah. 

· Makam walisongo dan sultan-sultan pada umumnya ditempatkan dalam bangunan yang disebut cungkup yang masih bergaya kuno dan juga dalam bangunan yang sudah diperbaharui. Cungkup-cungkup yang termasuk kuno antara lain cungkup makam Sunan Giri, Sunan Derajat, dan Sunan Gunung Jati. 

Di samping bangunan makam, terdapat tradisi pemakaman yang sebenarnya bukan berasal dari ajaran Islam. Misalnya, jenazah dimasukkan ke dalam peti. Pada zaman kuno ada peti batu, kubur batu dan lainnya. Sering pula di atas kubur diletakkan bunga-bunga. Pada hari ke-3, ke-7, ke40, ke-100, satu tahun, dua tahun, dan 1000 hari diadakan selamatan. Saji-sajian dan selamatan adalah unsur pengaruh kebudayaan pra-Islam, tetapi doa-doanya secara Islam. 

2. Seni Ukir 

Pada masa perkembangan Islam di zaman madya, berkembang ajaran bahwa seni ukir, patung, dan melukis makhluk hidup, apalagi manusia secara nyata, tidak diperbolehkan sehingga perkembangan seni patung kurang berkembang. Sesudah zaman madya, seni patu 

seperti yang dapat kita saksikan sekarang ini. 

Namun, seni pahat atau seni ukir terus berkembang dalam bentuk seni hias dan seni ukir dengan motif daun-daunan dan bunga-bungaan seperti yang telah dikembangkan sebelumnya. Kemudian juga ditambah seni hias dengan huruf Arab (kaligrafi). Bahkan muncul kreasi baru, yaitu kalau terpaksa ingin melukiskan makluk hidup, akan disamar dengan berbagai hiasan, sehingga tidak lagi jelas-jelas berwujud binatang atau manusia.Banyak sekali bangunan-bangunan Islam yang dihiasi dengan berbagai motif ukir-ukiran. Misalnya, ukir-ukiran pada pintu atau tiang pada bangunan keraton ataupun masjid, pada gapura atau pintu gerbang. Dikembangkan juga seni hias atau seni ukir dengan bentuk tulisan Arab yang dicampur dengan ragam hias yang lain. Bahkan ada seni kaligrafi yang membentuk orang, binatang, atau wayang. 

3. Aksara dan Seni Sastra 

Tersebarnya agama Islam ke Indonesia maka berpengaruh terhadap bidang aksara atau tulisan, yaitu masyarakat mulai mengenal tulisan Arab, bahkan berkembang tulisan Arab Melayu atau biasanya dikenal dengan istilah Arab gundul yaitu tulisan Arab yang dipakai untuk menuliskan bahasa Melayu tetapi tidak menggunakan tanda-tanda a, i, u seperti lazimnya tulisan Arab. 

Seni sastra yang berkembang pada awal periode Islam adalah seni sastra yang berasal dari perpaduan sastra pengaruh Hindu-Budha dan sastra Islam. Wujud akulturasi dalam seni sastra tersebut terlihat dari tulisan/ aksara yang dipergunakan yaitu menggunakan huruf Arab Melayu (Arab Gundul) dan isi ceritanya juga ada yang mengambil hasil sastra yang berkembang pada jaman Hindu. Bentuk seni sastra yang berkembang antara lain sebagai berikut : 

· Hikayat yaitu cerita atau dongeng yang berpangkal dari peristiwa atau tokoh sejarah. Hikayat ditulis dalam bentuk gancaran (karangan bebas atau prosa). Contoh hikayat yang terkenal yaitu Hikayat 1001 Malam, Hikayat Amir Hamzah, Hikayat Pandawa Lima (Hindu), Hikayat Sri Rama (Hindu). 

· Babad adalah kisah rekaan pujangga keraton sering dianggap sebagai peristiwa sejarah contohnya Babad Tanah Jawi (Jawa Kuno), Babad Cirebon. 

· Syair berasal dari perkataan Arab untuk menamakan karya sastra berupa sajak-sajak yang terdiri atas empat baris setiap baitnya. Contoh syair sangat tua adalah syair yang tertulis pada batu nisan makam putri Pasai di Minye Tujoh. 

· Suluk adalah kitab yang membentangkan soal-soal tasawwuf contohnya Suluk Sukarsa, Suluk Wijil, Suluk Malang Sumirang dan sebagainya. 

4. Kesenian

Di Indonesia, Islam menghasilkan kesenian bernafas Islam yang bertujuan untuk menyebarkan ajaran Islam. Kesenian tersebut, misalnya sebagai berikut. 

· Permainan debus, tarian ini diawali dengan pembacaan ayat-ayat dalam Al Quran dan salawat nabi. Tarian ini terdapat di Banten dan Minangkabau. 

· Seudati berasal dan kata syaidati yang artinya permainan orang-orang besar. Seudati sering disebut saman artinya delapan. Para pemain menyanyikan lagu yang isinya antara lain salawat nabi 

· Wayang, termasuk wayang kulit. Pertunjukan wayang sudah berkembang sejak zaman Hindu, akan tetapi, pada zaman Islam terus dikembangkan. Kemudian berdasarkan cerita Amir Hamzah dikembangkan pertunjukan wayang golek. 

5. Sistem Pemerintahan 

Sebelum Islam masuk Indonesia, sudah berkembang pemerintahan yang bercorak Hindu Budha, tetapi setelah Islam masuk, maka kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu/Budha mengalami keruntuhannya dan digantikan peranannya oleh kerajaan-kerajaan yang bercorak Islam seperti Samudra Pasai, Demak, Malaka dan sebagainya. Sistem pemerintahan yang bercorak Islam, rajanya bergelar Sultan atau Sunan seperti halnya para wali dan apabila rajanya meninggal tidak lagi dimakamkan dicandi/dicandikan tetapi dimakamkan secara Islam. 

6. Sistem Kalender 

Menjelang tahun ketiga pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab, beliau berusaha membenahi kalender Islam. Perhitungan tahun yang dipakai atas dasar peredaran bulan (komariyah). Umar menetapkan tahun 1 H bertepatan dengan tanggal 14 September 622 M, sehingga sekarang kita mengenal tahun Hijriyah.
Sebelum budaya Islam masuk ke Indonesia, masyarakat Indonesia sudah mengenal F Kalender Saka (kalender Hindu) yang dimulai tahun 78M. Dalam kalender Saka ini ditemukan nama-nama pasaran hari seperti legi, pahing, pon, wage dan kliwon.Setelah berkembangnya Islam Sultan Agung dari Mataram menciptakan kalender Jawa, dengan menggunakan perhitungan peredaran bulan (komariah) seperti tahun Hijriah (Islam). 

Pada kalender Jawa, Sultan Agung melakukan perubahan pada nama-nama bulan seperti Muharram diganti dengan Syuro, Ramadhan diganti dengan Pasa. Sedangkan nama-nama hari tetap menggunakan hari-hari sesuai dengan bahasa Arab. Dan bahkan hari pasaran pada kalender saka juga dipergunakan. Kalender Sultan Agung tersebut dimulai tanggal 1 Syuro 1555 Jawa, atau tepatnya 1 Muharram 1053 H yang bertepatan tanggal 8 Agustus 1633 M. 

F. Proses Integrasi Nusantara 

Integrasi suatu bangsa adalah hal yang sangat penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan adanya integrasi akan melahirkan satu kekuatan bangsa yang ampuh dan segala persoalan yang timbul dapat dihadapi bersama-sama. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah wujud konkret dari proses integrasi bangsa. Proses integrasi bangsa Indonesia ini ternyata sudah berlangsung cukup lama bahkan sudah dimulai sejak awal tarikh masehi. Pada abad ke-16 proses integrasi bangsa Indonesia mulai menonjol. Masa itu adalah masa-masa pertumbuhan dan perkembangan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia. 


1. Peranan Para Ulama dalam Proses Integrasi 

Agama Islam yang masuk dan berkembang di Nusantara mengajarkan kebersamaan dan mengembangkan toleransi dalam kehidupan beragama. Islam mengajarkan persamaan dan tidak mengenal kasta-kasta dalam kehidupan masyarakat. Konsep ajaran Islam memunculkan perilaku ke arah persatuan dan persamaan derajat. Disisi lain, datangnya pedagang-pedagang Islam di Indonesia mendorong berkembangnya tempat-tempat perdagangan di daerah pantai. Tempat-tempat perdagangan itu kemudian berkembang menjadi pelabuhan dan kota-kota pantai. Bahkan kota-kota pantai yang merupakan bandar dan pusat perdagangan, berkembang menjadi kerajaan. Timbulnya kerajaan-kerajaan Islam menandai awal terjadinya proses integrasi. Meskipun masing-masing kerajaan memiliki cara dan faktor pendukung yang berbeda-beda dalam proses integrasinya. 

2. Peran Perdagangan Antar Pulau 

Proses integrasi juga terlihat melalui kegiatan pelayaran dan perdagangan antarpulau. Sejak zaman kuno, kegiatan pelayaran dan perdagangan sudah berlangsung di Kepulauan Indonesia. Pelayaran dan perdagangan itu berlangsung dari daerah yang satu ke daerah yang lain, bahkan antara negara yang satu dengan negara yang lain. Kegiatan pelayaran dan perdagangan pada umumnya berlangsung dalam waktu yang lama. Hal ini, menimbulkan pergaulan dan hubungan kebudayaan antara para pedagang dengan penduduk setempat. Kegiatan semacam ini mendorong terjadinya proses integrasi. 

Pada mulanya penduduk di suatu pulau cukup memenuhi kebutuhan hidupnya dengan apa yang ada di pulau tersebut. Dalam perkembangannya, mereka ingin mendapatkan barang-barang yang terdapat di pulau lain. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, terjadilah hubungan dagang antar pulau. Angkutan yang paling murah dan mudah adalah angkutan laut (kapal/perahu), maka berkembanglah pelayaran dan perdagangan. Terjadinya pelayaran dan perdagangan antarpulau di Indonesia yang diikuti pengaruh di bidang budaya turut berperan serta mempercepat perkembangan proses integrasi. Misalnya, para pedagang dari Jawa berdagang ke Palembang, atau para pedagang dari Sumatra berdagang ke Jepara. 

Hal ini menyebabkan terjadinya proses integrasi antara Sumatra dan Jawa. Para pedagang di Banjarmasin berdagang ke Makassar, atau sebaliknya. Hal ini menyebabkan terjadi proses integrasi antara masyarakat Banjarmasin (Kalimantan) dengan masyarakat Makassar (Sulawesi). Para pedagang Makassar dan Bugis memiliki peranan penting dalam proses integrasi. Mereka berlayar hampir ke seluruh Kepulauan Indonesia bahkan jauh sampai keluar Kepulauan Indonesia. Pulau-pulau penting di Indonesia, pada umumnya memiliki pusat-pusat perdagangan. Sebagai contoh di Sumatra terdapat Aceh, Pasai, Barus, dan Palembang. Jawa memiliki beberapa pusat perdagangan misalnya Banten Sunda Kelapa, Jepara, Tuban, Gresik, Surabaya, dan Blambangan. Kemudian di dekat Sumatra ada bandar Malaka. Malaka berkembang sebagai bandar terbesar di Asia Tenggara. Tahun 1511 Malaka jatuh ke tangan Portugis. 

Akibatnya perdagangan Nusantara berpindah ke Aceh. Dalam waktu singkat Aceh berkembang sebagai bandar dan sebuah kerajaan yang besar. Para pedagang dari pulau-pulau lain di Indonesia juga datang dan berdagang di Aceh. Sementara itu, sejak awal abad ke-16 di Jawa berkembang Kerajaan Demak dan beberapa bandar sebagai pusat perdagangan. Di Indonesia bagian tengah maupun timur juga berkembang kerajaan dan pusat-pusat perdagangan. Dengan demikian, terjadi hubungan dagang antardaerah dan antarpulau. Kegiatan perdagangan antarpulau mendorong terjadinya proses integrasi yang terhubung melalui para pedagang. Proses integrasi itu juga diperkuat dengan berkembangnya hubungan kebudayaan. Bahkan juga ada yang diikuti dengan perkawinan. 

3. Peran Bahasa 

Perlu juga kamu pahami bahwa bahasa juga memiliki peran yang strategis dalam proses integrasi. Kamu tahu bahwa Kepulauan Indonesia terdiri atas beribu-ribu pulau yang dihuni oleh aneka ragam suku bangsa. Tiap-tiap suku bangsa memiliki bahasa masing-masing. Untuk mempermudah komunikasi antarsuku bangsa, diperlukan satu bahasa yang menjadi bahasa perantara dan dapat dimengerti oleh semua suku bangsa. Jika tidak memiliki kesamaan bahasa, persatuan tidak terjadi karena di antara suku bangsa timbul kecurigaan dan prasangka lain. Bahasa merupakan sarana pergaulan. Bahasa Melayu digunakan hampir di semua pelabuhan-pelabuhan di Kepulauan Nusantara. Bahasa Melayu sejak zaman kuno sudah menjadi bahasa resmi negara Melayu (Jambi). 

Pada masa kejayaan Kerajaan Sriwijaya, bahasa Melayu dijadikan bahasa resmi dan bahasa ilmu pengetahuan. Hal ini dapat dilihat dalam Prasasti Kedukan Bukit tahun 683 M, Prasasti Talang Tuo tahun 684 M, Prasasti Kota Kapur tahun 685 M, dan Prasasti Karang Berahi tahun 686 M. Para pedagang di daerah-daerah sebelah timur Nusantara, juga menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar. Dengan demikian, berkembanglah bahasa Melayu ke seluruh Kepulauan Nusantara. Pada mulanya bahasa Melayu digunakan sebagai bahasa dagang. Akan tetapi lambat laun bahasa Melayu tumbuh menjadi bahasa perantara dan menjadi lingua francadi seluruh Kepulauan Nusantara. Di Semenanjung Malaka (Malaysia seberang), pantai timur Pulau Sumatra, pantai barat Pulau Sumatra, Kepulauan Riau, dan pantai-pantai Kalimantan, penduduk menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa pergaulan. 


Masuk dan berkembangnya agama Islam, mendorong perkembangan bahasa Melayu. Buku-buku agama dan tafsir al Qur’an juga mempergunakan bahasa Melayu. Ketika menguasai Malaka, Portugis mendirikan sekolah-sekolah dengan menggunakan bahasa Portugis, namun kurang berhasil. Pada tahun 1641 VOC merebut Malaka dan kemudian mendirikan sekolah-sekolah dengan menggunakan bahasa Melayu. Jadi, secara tidak sengaja, kedatangan VOC mengembangkan bahasa Melayu.

0 Response to "Islamisasi dan Silang Budaya di Nusantara"

Post a Comment