Sosialisasi Sertifikasi Guru di Sekolah


A. Pengertian Sosialisasi 

Berikut beberapa pengertian sosialisasi yang dibuat oleh beberapa pakar: 

1. Paul B. Horton dan Chester L. Hunt 

Horton dan Hunt (1989: 100) memberi batasan sosialisasi adalah sebagai “ suatu proses dengan mana seseorang menghayati (mendarah dagingkan internalize) norma-norma kelompok dimana ia hidup sehingga timbulah diri yang unik. “

2. David B. Brinkerhoft dan Lynn K. White 

Brinkerhoft dan White (1989: 90) memberikan penekanan yang berbeda dengan apa yang dikatakan oleh Horton dan Hunt. Bagi Brinkerhoft dan White, sosialisasi diberi pengertian sebagai “ suatu proses belajar peran, status, dan nilai yang diperlukan untuk keikutsertaan (partisipasi) dalam institusi. “ 

3. James W. Vander Zanden 

Berbeda dengan dua definisi diatas, Zanden (1986: 60) mendefinisikan sosialisasi sebagai “ suatu proses interaksi sosial dengan mana orang memperoleh pengetahuan, sikap, nilai, dan perilaku esensial untuk keikutsertaan (partisipasi) efektif dalam masyarakat. 

B. Pengertian Guru 

Jabatan guru dinilai oleh masyarakat sebagai pemberi inspirasi, penggerak, dan pelatih dalam penguasaan kecakapan tertentu bagi sesama, khususnya bagi para siswa agar mereka siap untuk membangun hidup beserta lingkungan sosialnya. Semua usaha pembelajaran siswa yang dikerjakan oleh guru tersebut diarahkan untuk mencapai tujuan belajar dan tujuan pendidikan yang diperuntukan bagi siswa yang bersangkutan. 

C. Sertifikasi Guru 

Keahlian dan kompetensi memerlukan standarisasi. Melalui standar, setiap profesional bisa diuji atau dinilai keahlian dan kompetensi yang dimilikinya. Pengujian dan penilaian terhadap keahlian dan kompetensi yang dimiliki dilakukan secara periodik dan berkelanjutan, sehingga keahlian dan kompetensi dari suatu profesi bisa terstandar. Dalam profesi guru, standarisasi dilakukan melalui sertifikasi guru. 

Sertifikasi guru merupakan salah satu cara untuk melakukan standarisasi terhadap keahlian dan kompetensi guru. Melalui sertifikasi, aspek proses dalam pendidikan dan pembelajaran bisa terstandarisasi. Karena setiap guru profesional bisa mengolah aspek input dalam pendidikan dan pembelajaran menjadi suatu output, seperti yang diharapkan. 

Bila seorang guru melakukan sesuatu dengan baik dan optimal diperkirakan sang guru bisa meraih kompetensi yang seharusnya dimiliki. Selanjutnya, bila kompetensi ini telah menjadi bagian dari apa yang menjadi kegiatannya sebagai guru, maka diperkirakan dia akan lulus sertifikasi guru. Konsekuensi logis dari seorang guru lulus sertifikasi adalah peningkatan penerimaan pendapatan. 


D. Pengertian Sekolah 

Sekolah merupakan lembaga tempat anak diberi pendidikan intelektual, yakni mempersiapkan anak untuk sekolah lebih lanjut. Oleh sebab tugas itu begitu penting dan berat, maka perhatian sekolah sebagian besar ditujukan kepada aspek intelektual itu. Aspek lain seperti pendidikan moral melalui pendidikan agama dan moral Pancasila juga diperhatikan. Kesempatan-kesempatan untuk kerjasama dalam pelajaran dan kegiatan kurikulum maupun ekstrakurikuler dimanfaatkan. 

SOSIALISASI SERTIFIKASI GURU DI SEKOLAH 

A. Kompetensi Guru 

Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 18 Tahun 2007 tentang Sertifikasi bagi Guru dalam Jabatan disebutkan bahwa sertifikasi bagi guru dalam jabatan dilaksanakan melalui uji kompetensi. Merujuk pada Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 045/U/2005, kompetensi diartikan sebagai seperangkat tindakan cerdas dan penuh tanggungjawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas sesuai dengan pekerjaan tertentu. Kompetensi dalam bentuk penilaian portofolio atau penilaian kumpulan dokumen yang mencerminkan kompetensi guru, yang mencakup 10 komponen, yaitu (1) kualifikasi akademik, (2) pendidikan dan latihan, (3) pengalaman mengajar, (4) perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, (5) penilaian dari atas dan pengawasan, (6) prestasi akademik, (7) karya pengembangan profesi, (8) keikutsertaan dalam forum ilmiah, (9) pengalaman organisasi dibidang pendidikan dan dibidang sosial, dan (10) penghargaan yang relevan dibidang pendidikan. 

Dari 10 komponen tersebut dapat diperinci kedalam beberapa jenis kompetensi, antara lain kompetensi kepribadian, pedagogik, profesional, dan sosial. Berikut beberapa kompetensi guru dengan penjelasannya: 

1. Kompetensi Pedagogik 

Kompetensi pedagogik mencakup kemampuan yang berkenaan dengan pemahaman peserta didik dan pengelola pembelajaran yang mendidik dan dialogis. Kompetensi pedadogik ini dapat diperinci lagi menjadi subkompetensi dan indikator esensialnya, yaitu: 

a. Memahami peserta didik. Memahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip perkembangan kognitif, memahami peserta didik dengan memanfaatkan prinsip-prinsip kepribadian, dan mengidentifikasi bekal ajar awal peserta didik. 

b. Merancang pembelajaran. Menerapkan teori belajar dan pembelajaran, menerapkan strategi pembelajaran berlandaskan pada karakteristik peserta didik, kompetensi yang ingin dicapai, dan materi ajar, serta menyusun rancangan pembelajaran berdasarkan strategi yang dipilih. 

c. Melakukan pembelajaran secara umum. 

d. Mengembangkan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai kompetensi yang dipunyainya. Memfasilitasi peserta didik untuk mengembangkan berbagai potensi akademik, dan nonakademik. 

2. Kompetensi Profesional 

Kompetensi profesional menyangkut kemampuan yang berhubungan dengan penguasaan materi pembelajaran bidang studi secara luas dan mendalam yang meliputi penguasaan substansi isi materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang menaungi materi kurikulum ini, serta menambah wawasan keilmuan sebagai guru. Kompetensi ini meliputi beberapa subkompetensi dengan indikator esensial berupa: 

a. Menguasai substansi keilmuan yang terkait dengan bidang studi. Memahami materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah, memahami struktur, konsep, dan metode keilmuan yang menaungi atau koheren dengan konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari. 

b. Menguasai langkah penelitian dan kajian kritis untuk menambah wawasan dan memperdalam pengetahuan/ materi bidang studi. 

3. Kompetensi Sosial 

Kompetensi sosial merupakan kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/ wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Kompetensi ini meliputi subkompetensi dengan indikator efektif berupa: 

a. Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta diidik. 

b. Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan sesama pendidik dan tenaga kependidikan. 

c. Mampu berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan orang tua/ wali peserta didik dan masyarakat sekitar. 

4. Kompetensi Kepribadian 

Kompetensi kepribadian menunjuk pada kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan peserta didik, dan berakhlak mulia. Setiap elemen ini dapat diuraikan lagi menjadi subkompetensi dan indikator esensial sebagai berikut: 

a. Memiliki kepribadian mantap dan stabil. Bertindak sesuai dengan norma hukum, norma sosial, bangga sebagai pendidik, dan mempunyai konsistensi dalam bertindak sesuai dengan norma. 

b. Memiliki kepribadian yang dewasa. Menampilkan kemandirian dalam bertindak sebagai pendidik dan memiliki etos kerja sebagai pendidik. 

c. Memiliki kepribadian yang arif. Menampilkan tindakan yang didasarkan pada kemanfaatan peserta didik, sekolah, dan masyarakat serta memperlihatkan keterbukaan dal berpikir dan bertindak. 

d. Memiliki kepribadian yang berwibawa. Memiliki perilaku yang berpengaruh positif terhadap peserta didik dan memiliki perilaku yang disegani. 

e. Memiliki akhlak mulia dan dapat menjadi teladan. Bertindak sesuai dengan norma religius, dan memiliki perilaku yang diteladani peserta didik. 


B. Permasalahan Sertifikasi Guru 

Berikut ini beberapa permasalahan yang ditemukan dalam penyelenggaraan sertifikasi guru: 

1. Faktor guru 

Keempat kompetensi diatas, yaitu kompetensi pedadogik, profesional, sosial, dan kepribadian tidak bisa dimiliki oleh seorang guru secara instan. Untuk memiliki keempat kompetensi seorang guru harus melalui berbagai proses, sebab memang guru tidak dipersiapkan, baik secara individual maupun institusional untuk menjadi guru yang profesional setelah dia menyelesaikan studi di perkuliahan dan memasuki kehidupan sebagai guru. 

Kalau dipahami dari sisi faktor guru terdapat beberapa permasalahan yang ditemukan dalam kaitannya dengan sertifikasi guru, yaitu : 

a. Kualifikasi Strata 1 (S-1) dan Diploma IV (D-IV). Adanya kritik terhadap persyaratan ini, sehingga terbitlah Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 39 Tahun 2009 tentang Pemenuhan Beban Kerja Guru dan Pengawas Satuan Pendid 

b. ikan yang memungkinkan persyaratan S-1 dan D-IV tidak diwajibkan bagi guru senior. 

c. Keilmuan. Mengukur kompetensi dalam bidang keilmuan (profesional) yang tidak menjadi bidang studi mereka ketika studi S-1 atau D-IV, permasalahan ini belum menemukan jalan keluarnya. 

d. Pendidikan dan Pelatihan. Informasi kegiatan ini akan diperoleh lebih cepat oleh para guru yang berada di kota dibandingkan guru yang berada di desa. Karena kesempatan untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan terbatas, maka ada kecenderungan guru yang berada di kota yang memiliki kesempatan lebih besar untuk meraih kesempatan ini. 

e. Keikutsertaan dalam Forum Ilmiah. Kesempatan guru yang berada di desa sangat kurang dan kalaupun mengikuti forum ilmiah kuantitas pelaksanaannya sangat kurang. 

f. Kewajiban mengajar 24 jam/ minggu. Guru tidak dapat melaksanakan amanat dari aturan perundangan ini, karena jumlah guru suatu bidang studi lebih banyak dibandingkan jumlah jam mengajar yang tersedia. Dan jumlah jam mengajar tidak mencukupi 24 jam. 

2. Faktor Kelembagaan Sertifikasi 

Kelembagaan sertifikasi berkait dengan segala sesuatu yang berkait dengan penyelenggaraan dan tata kelola dari sertifikasi seperti organisasi dan pengorganisasian serta berbagai aturan perundangan dan pengaturannya. Berikut beberapa permasalahan yang berkaitan dengan faktor ini: 

a. Permasalahan penyelenggaraan. Permasalahan penyelenggaraan meliputi data belum final dari LPMP, SK asesor baru belum diterima, nomor peserta tidak sesuai dengan kode bidang studi, dinas pendidikan belum mengirimkan dokumen portofolio, dan sebagainya. 

b. Koordinasi. Beberapa masalah koordinasi ditemukan, antara lain masalah SK asesor baru, keterlambatan distribusi portofolio, kesalahan dan keterlambatan data peserta, kesalahan pengisian portofolio, dan distribusi informasi kebijakan baru. 

c. Pendanaan. Para peserta sertifikasi yang telah lulus tidak bisa segera menerima tunjangan profesi, diantara mereka ada yang menunggu lebih dari satu tahun. 

3. Faktor Asesor 

Persoalan yang ditemukan dengan asesor berkait dua hal yaitu: satu, latar belakang pendidikan yang dimiliki tidak sesuai dengan persyaratan yang dimiliki dimana salah satu pendidikan harus dalam bidang pendidikan. Namun karena memiliki jabatan tertentu di LPTK, dosen ini masih bisa ikut menjadi asesor. Dua, ketidakmampuan untuk menyamakan persepsi penilaian yang terlampau timpang antara-asesor, sehingga diperlukan asesor netral dari luar. 

4. Pendidikan dan Pelatihan Profesi Guru 

Apabila seorang peserta sertifikasi tidak lulus dalam penilaian portofolio, maka dia diharuskan untuk melengkapi dokumen portofolio agar mencapai nilai lulus atau mengikuti pendidikan dan pelatihan profesi guru. Jika mengikuti pendidikan dan pelatihan profesi guru, maka pada bagian akhir dari kegiatan ini para peserta akan mengikuti ujian. Jika seseorang tidak lulus dalam penilaian portofolio, maka dia mendapatkan pendidikan dan pelatihan yang berkaitan dengan semua kompetensi, bukan terhadap kompetensi yang dinilai kurang atau tidak lulua saja. 

5. Kelulusan dan Profesionalitas 

Kelulusan dari suatu uji portofolio, belum tentu secara substansial profesional dalam melaksanakan tugas dan fungsi sebagai guru. 

Melihat bahwa kebanyakan lulusan guru dari Universitas atau FKIP belum kompeten dalam menjalankan tugasnya sebagai guru, maka perlu ada proses yang membantu mereka sebelum diterima sebagai guru penuh yaitu perlu pelatihan prajabatan, dan sertifikasi guru. Kelemahan lulusan dari FKIP dan Universitas adalah: (1) belum sungguh menguasai bahan, (2) belum biasa menghadapi siswa di sekolah, (3) belum punya kecintaan dengan tugas keguruan. Untuk itu, sebelum mereka diterima di sekolah sebagai guru, tetap perlu dibantu dengan beberapa langkah yaitu: 

Pertama, perlu dibedakan antara ijazah sarjana pendidikan dengan sertifikasi guru. Dalam ujian sertifikasi yang ditekankan adalah praktik mengajar dam kreativitasnya dalam mengajar. 

Kedua, sarjana non pendidikan yang bidangnya sama dengan bidang disekolah dapat menjadi guru setelah mengikuti pelatihan dan mengambil sertifikasi. Misalnya sarjana matematika dapat ikut ujian sertifikasi setelah mengambil ilmu pendidikan dan praktek mengajar. 

Ketiga, lulusan calon guru yang melamar menjadi guru tidak langsung disebut guru, tetapi magang guru. Setelah minimal satu tahun, ia akan magang sebagai calon guru. Setelah tiga tahun praktik sebsgai calon guru, dan dinilai baik dalam berprofesi guru, ia baru diangkat menjadi guru tetap. 

Keempat, agar seorang guru sungguh mengajar sesuai bidang keahliannya. Hal ini penting agar guru tidak menyebabkan banyak salah konsep pada siswa karena kurang menguasai bahan yang diajarkan. Hal ini juga untuk meningkatkan mutu pendidikan kita. 


C. Kualifikasi Guru 

Dalam PP No.38, tahun 1992, menyebutkan yang tergolong tenaga kependidikan adalah tenaga pendidik, pengelola satuan pendidik, penilik, pengawas, peneliti dan pengembang dibidang pendidikan, pustakawan, laboran, teknisi media sumber belajar, dan penguji. Sedangkan yang tergolong tenaga pendidik adalah pembimbing, pengajar, dan pelatih. Berikut ini adalah kualifikasi tenaga pendidik, yaitu: 

1. Tenaga pendidik dari TKK sampai dengan sekolah menengah mesti dibibit melalui LPTK. 

2. Tenaga pendidik di perguruan tinggi dibibit dari perguruan tinggi tinggi sebagaimana diatur PP No.30 tahun 1990. 

3. Tenaga pendidik yang berkarya di Pendidikan Luar Sekolah dapat dibibit dari luar LPTK. 

4. Tenaga pembimbing (petugaa bimbingan konseling) secara tegas telah disebut dan dibutuhkan jasa sosialnya dalam oenyelenggaraan sekolah (dari TKK sampai dengan perguruan tinggi), tetapi mekanisme pengangkatannya sebagai seorang spesialis sampai kini belum diatur secara lugas (SK pengangkatannya di sekolah berstatus guru). 

Secara garis besar, pengangkatan tenaga kependidikan telah diatur dalam PP No.38 tahun 1992 yang intinya adalah sebagai berikut: 

1. Tenaga kependidikan yang berkarya disuatu pendidikan yang dikelola oleh pemerintah, pengangkatannya ditetapkan oleh menteri (Mendikbud), menteri lain, dan pejabat non departemen. 

2. Tenaga kependidikan yang berkarya di satuan pendidikan yang dikelola oleh yayasan penyelenggara pendidikan (swasta), pengangkatannya ditetapkan oleh yayasan yang bersangkutan dengan memperhatikan undang-undang atau peraturan perintah yang berlaku. 

Guru sebagai jabatan profesional dan fungsional berhak menerima imbalan kerja (sesuai dengan peraturan yang berlaku) dan berhak menerima penghargaan dari pejabat yang berwenang dengan mempertimbangkan: prestasi kerja, disiplin kerja, pengabdian serta kesetiaan pada lembaga, dan tewas dalam melaksanakan tugas. Penghargaan tersebut berupa: kenaikan pangkat, tanda jasa, dan penghargaan yang lain. 


A. Kesimpulan 

Sertifikasi guru merupakan salah satu cara untuk melakukan standarisasi terhadap keahlian dan kompetensi guru. Melalui sertifikasi, aspek proses dalam pendidikan dan pembelajaran bisa terstandarisasi. Karena setiap guru profesional bisa mengolah aspek input dalam pendidikan dan pembelajaran menjadi suatu output, seperti yang diharapkan. Konsekuensi logis dari seorang guru lulus sertifikasi adalah peningkatan penerimaan pendapatan. 

Sertifikasi bagi guru dalam jabatan dilaksanakan melalui uji kompetensi. Ada beberapa jenis kompetensi, antara lain kompetensi kepribadian, pedagogik, profesional, dan sosial. 

Ada beberapa permasalahan yang ditemukan dalam penyelenggaraan sertifikasi guru, yaitu faktor guru, faktor kelembagaan sertifikasi, faktor asesor, pendidikan dan pelatihan profesi guru, dan kelulusan dan profesionalitas. 

Perlu ada proses yang membantu guru sebelum diterima sebagai guru penuh yaitu perlu pelatihan prajabatan, dan sertifikasi guru. Pertama, perlu dibedakan antara ijazah sarjana pendidikan dengan sertifikasi guru. Kedua, sarjana non pendidikan yang bidangnya sama dengan bidang disekolah dapat menjadi guru setelah mengikuti pelatihan dan mengambil sertifikasi. Ketiga, lulusan calon guru yang melamar menjadi guru tidak langsung disebut guru, tetapi magang guru. Keempat, agar seorang guru sungguh mengajar sesuai bidang keahliannya. 

Dalam PP No.38, tahun 1992, menyebutkan yang tergolong tenaga kependidikan adalah tenaga pendidik, pengelola satuan pendidik, penilik, dan penguji. Sedangkan yang tergolong tenaga pendidik adalah pembimbing, pengajar, dan pelatih. 

0 Response to "Sosialisasi Sertifikasi Guru di Sekolah"

Post a Comment