Peran Guru dalam Pengelolaan Kelas


A. Peran Guru dalam Pengelolaan Kelas 

Pengelolaan kelas adalah keterampilan guru untuk menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang optimal dan mengembalikannya bila terjadi gangguan dalam proses belajar mengajar. Dengan kata lain kegiatan-kegiatan untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi yang optimal bagi terjadinya proses belajar-mengajar.

Suatu kondisi belajar yang optimal dapat tercapai jika guru mampu mengatur siswa dan sarana pengajaran serta mengendalikannya dalam suasana yang menyenangkan untuk mencapai tujuan pengajaran. Juga hubungan interpersonal yang baik antara guru dan siswa, siswa dengan siswa, itu merupakan syarat keberhasilan pengelolaan kelas. Pengelolaan kelas yang efektif merupakan prasyarat mutlak bagi terjadinya proses belajar mengajar yang efektif. 

• Prinsip Penggunaan 

1. Kehangatan dan keantusiasan 

2. Tantangan 

3. Bervariasi 

4. Keluwesan 

5. Penekanan pada hal-hal yang positif 

6. Penanaman disiplin diri. 

Dalam perannya sebagai pengelola kelas (learning manager), guru hendaknya mampu mengelola kelas sebagai lingkungan belajar serta merupakan aspek dari lingkungan sekolah yang perlu diorganisasi, lingkungan ini diatur dan diawasi agar kegiatan-kegiatan belajar terarah kepada tujuan-tujuan pendidikan. Pengawasan terhadap belajar lingkungan itu turut menentukan sejauh mana lingkungan tersebut menjadi lingkungan belajar yang baik. Lingkungan yang baik adalah yang bersifat menantang dan merangsang siswa untuk belajar, memberikan rasa aman dan kepuasan dalam mencapai tujuan. 

Tujuan umum pengelolaan kelas adalah menyediakan dan menggunakan fasilitas kelas untuk bermacam-macam kegiatan belajar dan mengajar agar mencapai hasil yang baik. 

Sedangkan tujuan khususnya adalah mengembangkan kemampuan siswa dalam menggunakan alat-alat belajar, menyediakan kondisi-kondisi yang memungkinkan siswa bekerja dan belajar, serta membantu siswa untuk memperoleh hasil yang diharapkan. 

Peran guru pada pada kegiatan belajar siswa sangat menentukan prestasi siswa, pada pembahasan pengelolaan kelas yang lalu menekankan sangat pentingnya pengelolaan kelas khususnya dalam menciptakan suasana pembelajaran yang menarik. Itu karena secara prinsip, guru memegang dua tugas sekaligus masalah pokok, yakni pengajaran dan pengelolaan kelas. Tugas sekaligus masalah pertama, yakni pengajaran, dimaksudkan segala usaha membantu siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. Sebaliknya, masalah pengelolaan berkaitan dengan usaha untuk menciptakan dan mempertahankan kondisi sedemikian rupa sehingga proses pembelajaran dapat berlangsung secara efektif dan efisien demi tercapainya tujuan pembelajaran. 


Kegagalan seorang guru mencapai tujuan pembelajaran berbanding lurus dengan ketidakmampuan guru mengelola kelas. Indikator dari kegagalan itu seperti prestasi belajar murid rendah, tidak sesuai dengan standar atau batas ukuran yang ditentukan. 

Karena itu, pengelolaan kelas merupakan kompetensi guru yang sangat penting dikuasai dalam rangka proses pembelajaran. Karena itu setiap guru dituntut memiliki kemampuan dalam mengelola kelas. 

Proses belajar mengajar di dalam kelas hakikatnya akan melibatkan semua unsur yang ada di dalam sekolah yang bersangkutan akan tetapi secara langsung akan terlibat hal-hal sebagai berikut : 

a. Guru sebagai pendidik 

b. Murid sebagai yang dididik 

c. Alat-alat yang dipakai 

d. Situasi dalam dan lingkungan kelas 

e. Kelas itu sendiri 

f. Dan lain-lain yang sewaktu-waktu terjadi. 

Dalam pengelolaan kelas selanjutnya, maka guru melalui pimpinan sekolah harus mengadakan kegiatan-kegiatan antara lain : 

1. Menyusun kelasnya dengan baik 

2. Menyusun jadwal pelajaran 

3. Merencanakan aktifitas kelas bagi murid dengan bimbingan guru 

4. Guru dalam melaksanakan tugas harus terlebih dahulu mempersiapkan diri dengan bahan-bahan pelajaran sebelum berdiri di depan kelasnya 

5. Guru menciptakan situasi kelas yang baik. 


B. Hakikat Guru Sebagai Pembina 

Seseorang dikatakan sebagai guru tidak cukup “tahu” sesuatu materi yang akan diajarkan, tetapi pertama kali ia harus merupakan seseorang yang memang memiliki “Kepribadian guru”, dengan segala ciri tingkat kedewasaannya. Dengan kata lain untuk menjadi pendidik atau guru, seseorang harus memiliki kepribadian. Guru adalah sebagai seorang yang memiliki kiat. Dalam hubungannya dengan fungsinya sebagai pendidik, maka menjadi guru berarti menjadi pribadi yang terintegrasi. 

Selanjutnya sebagai kelanjutan atau penyempurnaan fungsi guru sebagai pendidik, maka harus berfungsi pula sebagai pembimbing atau Pembina. Pengertian pendidik dalam hal ini lebih luas dari fungsi “membimbing/membina”. Bimbingan adalah termasuk sarana dan serangkaian usaha pendidikan. 

Seorang guru menjadi pendidik berarti sekaligus menjadi Pembina/pembimbing. Sebagai contoh guru yang berfungsi sebagai “pendidik” dan “pengajar” seringkali akan melakukan pekerjaan bimbingan (bimbingan belajar, bimbingan tentang keterampilan dan sebagainya. Jadi dalam proses pendidikan kegiatan “mendidik”, “mengajar” dan “membina/ membimbing” sebagai yang tidak dapat dipisahkan. 

Membina dalam hal ini dapat dikatakan sebagai kegiatan menuntun anak didik dalam perkembangannya dengan jalan memberikan lingkungan dan arah yang sesuai dengan tujuan pendidikan. Sebagai pendidik, guru harus berlaku membina, dalam arti menuntun sesuai dengan kaidah yang baik dan mengarahkan perkembangan anak didik sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan, termasuk dalam hal ini, yang penting ikut memecahkan persoalan-persoalan atau kesulitan yang dihadapi anak didik. 

Pendidikan adalah usaha pendidik memimpin anak didik secara umum untuk mencapai perkembangannya menuju kedewasaan jasmani dan rohani dan pembinaan adalah usaha pendidik memimpin anak didik dalam arti khusus misalnya memberikan dorongan atau motivasi dan mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi anak didik/ siswa. 

Adapun perana guru sebagai Pembina, tercermin dalam sikap dan perilaku terhadap siswa sebagai berikut ; 

1. Perlakuan terhadap siswa sebagai individu yang memiliki potensi untuk berkembang dan maju serta mampu mengarahkan dirinya sendiri untuk mandiri. 

2. Sikap yang positif dan wajar terhadap siswa 

3. Perlakuan terhadap siswa secara hangat, ramah, rendah hati dan menyenangkan. 

4. Pemahaman siswa secara empatik. 

5. Penghargaan terhadap martabat siswa sebagai individu. 

6. Penampilan secara ikhlas (genuine) di depan siswa. 

7. Kekongkritan dalam menyatakan diri. 

8. Penerimaan siswa secara apa adanya 

9. Perlakuan terhadap siswa secara terbuka. 

10. Kepekaan terhadap perasaan yang dinyatakan oleh siswa dan membantunya untuk menyadari perasaannya itu. 

11. Kesadaran bahwa tujuan mengajar bukan terbatas pada penguasaan siswa terhadap bahan pengajaran saja, melainkan menyangkut pengembangan siswa menjadi individu yang lebih dewasa. 

12. Penyesuaian diri terhadap keadaan yang khusus. 

Mengajar merupakan suatu perbuatan yang memerlukan tanggung jawab moral yang cukup berat. Berhasilnya pendidikan pada siswa sangat bergantung pada pertanggungjawaban guru dalam melaksanakan tugasnya. Mengajar merupakan suatu perbuatan atau pekerjaan yang bersifat unik, tetapi sederhana. 

Dikatakan unik karena hal itu berkenaan dengan manusia yang belajar, yakni siswa, dan yang mengajar , yakni guru, dan berkaitan erat dengan manusia di dalam masyarakat yang semuanya menunjukkan keunikan. Dikatakan sederhana karena mengajar dilaksanakan dalam keadaan praktis dalam kehidupan sehari-hari, mudah dihayati oleh siapa saja. 

Mengajar pada prinsipnya membimbing siswa dalam kegiatan belajar mengajar atau mengandung pengertian bahwa mengajar merupakan suatu usaha mengorganisasi lingkungan dalam hubungannya dengan anak didik dan bahan pengajaran yang menimbulkan proses belajar. 


Abu Ahmadi (1977) mengemukakan peran guru sebagai pembimbing atau pembina dalam melaksanakan proses belajar-mengajar, sebagai berikut : 

a. Menyediakan kondisi-kondisi yang memungkinkan setiap siswa merasa aman dan berkeyakinan bahwa kecakapan dan prestasi yang dicapainya mendapat penghargaan dan perhatian. 

b. Mengusahakan agar siswa-siswa dapat memahami dirinya, kecakapan-kecakapan, sikap, minat dan pembawaannya. 

c. Mengembangkan sikap-sikap dasar bagi tingkah laku social yang baik. 

d. Menyediakan kondisi dan kesempatan bagi setiap siswa untuk memperoleh hasil yang lebih baik. 

e. Membantu memilih jabatan yang cocok, sesuai dengan bakat, kemampuan dan minatnya. 

Peranan guru sebagai pembimbing/pembina harus lebih dipentingkan, karena kehadiran guru di sekolah adalah untuk membimbing anak didik menjadi manusia dewasa susila yang cakap. Tanpa bimbingan dan binaan anak didik akan mengalami kesulitan dalam menghadapi perkembangan dirinya. 


C. Fungsi Dan Kedudukan Guru Sebagai Pembina 

Guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik dan Pembina, minimal ada 2 fungsi : 

• Fungsi moral 

• Fungsi kedinasan. 

Tinjauan secara umum, guru dengan segala peranannya akan kelihatan lebih menonjol fungsi moralnya, sebab walaupun dalam situasi kedinasan pun guru tidak dapat melepaskan fungsi moralnya. Oleh karna itu, guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik dan Pembina juga diwarnai oleh fungsi moral itu, yakni dengan wujud bekerja secara sukarela, tanpa pamrih dan semata-mata demi panggilan hati nurani. 

Guru adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik. Dalam pandangan masyarakat adalah orang yang melaksanakan pendidikan di tempat-tempat tertentu, tidak mesti di lembaga pendidikan formal, tetapi bisa jiga di masjid, di musholla, di rumah dan sebagainya. Masyarakat yakin bahwa gurulah yang dapat mendidik mereka agar menjadi orang yang berkepribadian mulia. 

Tugas guru tidak hanya sebatas dinding sekolah, tetapi juga diluar sekolah. Pembinaan yang harus diberikan pun tidak hanya kelompok (klasikal), tetapi juga secara individual. Dengan kata lain guru adalah semua orang yang berwenang dan bertanggung jawab untuk membimbing dan membina anak didik, baik secara individual maupun klasikal, di sekolah maupun di luar sekolah. 

Guru mempunyai peranan dan kedudukan kunci di dalam keseluruhan proses pendidikan terutama dalam pendidikan di sekolah. Peranan yang sedemikian itu akan makin tampak, kalau dikaitkan dengan kebijaksanaan program pembangunan dalam bidang pendidikan dewasa ini, yaitu yang berkenaan dengan peningkatan mutu dan relevansi pendidikan. Dalam rangka memfasilitasi terwujudnya kebijakan ini, guru dituntut menampilkan peranan, baik sebagai pengajar maupun pembimbing/ pembina secara terpadu dalam proses belajar mengajar yang sesuai dengan kompetensi yang dituntutnya. 

Peran guru tersebut seyogyanya terefleksikan dalam kinerja (perilaku yang ditampilkannya) dari mulai perencanaa (perumusan pengajaran), pelaksanaan, sampai evaluasi dan follow up (tindak lanjut). 

Erick Hoyle (Rochman Natawidjaja, 1988: 32-33) mengemukakan seperangkat peranan guru yang sekaligus ditampilkannya di dalam kelas. Peranan-peranan itu sebagai berikut : 

1. Wakil masyarakat. 

2. Hakim (memberi nilai). 

3. Sumber (proses, pengetahuan dan keterampilan). 

4. Penolong (memberi bimbingan bagi kesulitan siswa). 

5. Detektif (menemukan pelanggar aturan). 

6. Pelerai (menyelesaikan perselisihan diantara siswa). 

7. Obyek identifikasi bagi siswa. 

8. Penawar kecemasan (membantu siswa mengendalikan nafsu). 

9. Penunjang kekuatan ego (membantu siswa untuk memiliki kepercayaan pada diri sendiri). 

10. Pemimpin kelompok (membentuk iklim kelompok). 

11. Pengganti orang tua (bertindak sebagai tempat mengeluh anak-anak muda). 

12. Sasaran kemarahan siswa (bertindak sebagai obyek agresi yang timbul dari frustasi yang diciptakan orang dewasa). 

13. Teman dan kepercayaan (membangun hubungan yang hangat dengan anak dan saling mempercayai). 

14. Obyek perhatian (mematuhi kebutuhan psikologi anak). 

Dari kutipan di atas, menunjukkan bahwa peranan guru dalam proses belajar mengajar tidak hanya menyangkut kegiatan instruksional, tetapi juga interaksional. Dengan perkataan lain, dalam proses belajar mengajar itu, guru telah menampilkan peranannya sebagai pengajar dan pembimbing atau pembina secara terpadu. 

Guru tidak hanya diperlukan oleh para murid diruang kelas, tetapi juga diperlukan oleh masyarakat lingkungannya dalam menyelesaikan aneka ragam permasalahan yang dihadapi masyarakat. Tampaknya masyarakat mendudukkan guru pada tempat yang terhormat dalam kehidupan masyarakat, yakni di depan memberi suri taulada, di tengah-tengah membangun, dan di belakang memberikan dorongan dan motivasi (Ing ngarso sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani). 

Kedudukan guru yang demikian itu senantiasa relevan dengan zaman dan sampai kapan pun diperlukan. Kedudukan seperti itu merupakan penghargaan masyarakat yang tidak kecil artinya bagi guru, sekaligus merupakan tantangan yang menuntut prestise dan prestasi yang senantiasa terpuji dan teruji dari setiap guru. 



PENUTUP 

3.1 KESIMPULAN 

Dalam pengelolaan kelas yang dilakukan oleh seorang guru mampu mengatur siswa dan sarana pengajaran serta mengendalikannya dalam suasana yang menyenangkan untuk mencapai tujuan pengajaran. Pengelolaan kelas ini mempunyai tujuan umum dan tujuan khusus, yaitu : 

Tujuan umum : Pengelolaan kelas adalah menyediakan dan menggunakan fasilitas kelas untuk bermacam-macam kegiatan belajar dan mengajar agar mencapai hasil yang baik. 

Tujuan khusus : Mengembangkan kemampuan siswa dalam menggunakan alat-alat belajar, menyediakan kondisi-kondisi yang memungkinkan siswa bekerja dan belajar, serta membantu siswa untuk memperoleh hasil yang diharapkan. 

Membina dalam hal ini dapat dikatakan sebagai kegiatan menuntun anak didik dalam perkembangannya dengan jalan memberikan lingkungan dan arah yang sesuai dengan tujuan pendidikan. Sebagai pendidik, guru harus berlaku membina, dalam arti menuntun sesuai dengan kaidah yang baik dan mengarahkan perkembangan anak didik sesuai dengan tujuan yang dicita-citakan. 

3.2 SARAN 

Saran yang dapat disampaikan yaitu agar seorang guru melaksanakan tugas, peran, dan tanggung jawab seorang guru dengan baik. Profesi guru berbeda dengan profesi lainnya. Perbedaan tersebut terletak dalam tugas dan tanggung jawab yang besar serta kemampuan dasar yang disyaratkan (kompetensi). 


Masalah pengelolaan kelas 

Pada prakteknya pengelolaan kelas akan menemui masalah, menurut sifatnya masalah yang ditemui dapat di bagi menjadi 2 katagori : 

1. Masalah perorangan 

2. Masalah kelompok 

Masalah Perorangan 

Penggolongan masalah perorangan ini didasarkan atas anggapan dasar bahwa tingkah laku manusia itu mengarah pada pencapaian suatu tujuan. Setiap individu memiliki kebutuhan dasar untuk memiliki dan untuk merasa dirinya berguna. Jika seorang individu gagal mengembangkan rasa memiliki dan rasa dirinya berharga maka dia akan bertingkah laku menyimpang. Ada empat jenis penyimpangan tingkah laku, yaitu tingkah laku menarik perhatian orang lain, mencari kekuasaan, menuntut balas dan memperlihatkan ketidakmampuan. Keempat tingkah laku ini diurutkan makin lama makin berat. Misalnya, seorang anak yang gagal menarik perhatian orang lain boleh jadi menjadi anak yang mengejar kekuasaan. 

Seorang siswa yang gagak menemukan kedudukan dirinya secara wajar dalam suasana hubungan sosial yang saling menerima biasanya (secara aktif ataupun pasif) bertingkah laku mencari perhatian orang lain. Tingkah laku destruktif pencari perhatian yang aktif dapat dijumpai pada anak-anak yang suka pamer, melawak (memperolok), membikin onar, memperlihatkan kenakalan, terus menerus bertanya; singkatnya, tukang rewel. Tingkah laku destruktif pencari perhatian yang pasif dapat dijumpai pada anak-anak yang malas atau anak-anak yang terus meminta bantuan orang lain. 

Tingkah laku mencari kekuasaan sama dengan perhatian yang destruktif, tetapi lebih mendalam. Pencari kekuasaan yang aktif suka mendekat, berbohong, menampilkan adanya pertentangan pendapat, tidak mau melakukan yang diperintahkan orang lain dan menunjukkan sikap tidak patuh secara terbuka. Pencari kekuasaan yang pasif tampak pada anak-anak yang amat menonjolkan kemalasannya sehingga tidak melakukan apa-apa sama sekali. Anak-anak ini amat pelupa, keras kepala, dan secara pasif memperlihatkan ketidakpatuhan. 

Siswa yang menuntut balas mengalami frustasi yang amat dalam dan tidak menyadari bahwa dia sebenarnya mencari sukses dengan jalan menyakiti orang lain. Keganasan, penyerangan secara fisik (mencakar, menggigit, menendang) terhadap sesama siswa, petugas atau pengusaha, ataupun terhadap binatang sering dilakukan anak-anak ini. Anak-anak seperti ini akan merasa sakit kalau dikalahkan, dan mereka bukan pemain-pemain yang baik (misalnya dalam pertandingan). Anak-anak yang suka menuntut balas ini biasanya lebih suka bertindak secara aktif daripada pasif. Anak-anak penuntut balas yang aktif sering dikenal sebagai anak-anak yang ganas dan kejam, sedang yang pasif dikenal sebagai anak-anak pencemberut dan tidak patuh (suka menetang. 

Siswa yang memperlihatkan ketidakmampuan pada dasarnya merasa amat tidak mampu berusaha mencari sesuatu yang dikehendakinya (yaitu rasa memiliki) yang bersikap menyerah terhadap tantangan yang menghadangnya; bahkan siswa ini menganggap bahwa yang ada dihadapannya hanyalah kegagalan yang terus menerus. Perasaan tanpa harapan dan tidak tertolong lagi ini biasanya diikuti dengan tingkah laku mengundurkan atau memencilkan diri. Sikap yang memperlihatkan ketidakmampuan ini selalu berbentuk pasif. 

Ada empat teknik sederhana untuk mengenali adanya masalah-masalah perorangan seperti diuraikan diatas pada diri para siswa. 

Pertama, jika guru merasa terganggu (atau bosan) dengan tingkah laku seorang siswa, hal itu merupakan tanda bahwa siswa yang bersangkutan mungkin mengalami masalah mencari perhatian. 

Kedua, jika guru merasa terancam (atau merasa dikalahkan), hal itu merupakan tanda bahwa siswa yang bersangkutan mungkin mengalami masalah mencari kekuasaan. 

Ketiga, jika guru merasa amat disakiti, hal itu merupakan tanda bahwa siswa yang bersangkutan mungkin mengalami masalah menuntut balas. 

Dan keempat, jika guru merasa tidak mampu menolong lagi, hal itu merupakan tanda bahwa siswa yang bersangkutan mungkin mengalami masalah ketidakmampuan. Ditekankan, guru hendaknya benar-benar mampu mengenali dan memahami secara tepat arah tingkah laku siswa-siswa yang dimaksud (apakah tingkah laku siswa itu mengarah ke mencari perhatian, mencari kekuasaan, menuntut balas, atau memperlihatkan ketidakcampuran) agar guru itu mampu menangani masalah siswa secara tepat pula. 


Masalah Kelompok 

Dikenal adanya tujuh masalah kelompok dalam kaitannya dengan pengelolaan kelas: 

1. Kekurang-kompakan 

2. Kekurangmampuan mengikuti peraturan kelompok 

3. Reaksi negatif terhadap sesama anggota kelompok 

4. Penerimaan kelas (kelompok) atau tingkah laku yang menyimpang 

5. Kegiatan anggota atau kelompok yang menyimpang dari ketentuan yang telah ditetapkan, berhenti melakukan kegiatan atau hanya meniru-niru kegiatan orang (anggota) lainnya saja 

6. Ketiadaan semangat, tidak mau bekerja, dan tingkah laku agresif atau protes 

7. Ketidakmampuan menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan 

Kekurang-kompakan kelompok ditandai dengan adanya kekurang-cocokkan (konflik) diantara para anggota kelompok. Konflik antara siswa-siswa dari kelompok yang berjenis kelamin atau bersuku berbeda termasuk kedalam kategori kekurang-kompakan ini. Dapat dibayangkan bahwa kelas yang siswa-siswa tidak kompak akan beriklim tidak sehat yang diwarnai oleh adanya konflik, ketegangan dan kekerasan. Siswa-siswa di kelas seperti ini akan merasa tidak senang dengan kelompok kelasnya sehingga mereka tidak merasa tertarik dengan kelas yang mereka duduki itu. Para siswa tidak saling bantu membantu. 

Jika suasana kelas menunjukkan bahwa siswa-siswa tidak mematuhi aturan-aturan kelas yang telah ditetapkan, maka masalah yang kedua muncul, yaitu kekurang-mampuan mengikuti peraturan kelompok. Contoh-contoh masalah ini ialah berisik; bertingkah laku mengganggu padahal pada waktu itu semua siswa diminta tenang; berbicara keras-keras atau mengganggu kawan padahal waktu itu semua siswa diminta tenang bekerja di tempat duduknya masing-masing; dorong-mendorong atau menyela waktu antri di kafetaria dan lain-lain. 

Reaksi negatif terhadap anggota kelompok terjadi apabila ekspresi yang bersifat kasar yang dilontarkan terhadap anggota kelompok yang tidak diterima oleh kelompok itu, anggota kelompok yang menyimpang dari aturan kelompok atau anggota kelompok yang menghambat kegiatan kelompok. Anggota kelompok dianggap “menyimpang” ini kemudian “dipaksa” oleh kelompok itu untuk mengikuti kemauan kelompok. 

Penerimaan kelompok (kelas) atas tingkah laku yang menyimpang terjadi apabila kelompok itu mendorong timbulnya dan mendukung anggota kelompok yang bertingkah laku menyimpang dari norma-norma sosial pada umumnya. Contoh yang amat umum ialah perbuatan memperolok-olokan (memperlawakkan), misalnya membuat gambar-gambar yang “lucu” tentang guru. Jika hal ini terjadi maka masalah kelompok dan masalah perorangan telah berkembang dan masalah kelompok kelihatannya lebih perlu mendapat perhatian. 

Masalah kelompok anak timbul dari kelompok itu mudah terganggu dalam kelancaran kegiatannya. Dalam hal ini kelompok itu mereaksi secara berlebihan terhadap hal-hal yang sebenarnya tidak berarti atau bahkan memanfaatkan hal-hal kecil untuk mengganggu kelancaran kegiatan kelompok itu. Contoh yang sering terjadi ialah para siswa menolak untuk melakukan karena mereka beranggapan guru tidak adil. Jika hal ini terjadi, maka suasana diwarnai oleh ketidaktentuan dan kekhawatiran. 

Masalah kelompok yang paling rumit ialah apabila kelompok itu melakukan protes dan tidak mau melakukan kegiatan, baik hal itu dinyatakan secara terbuka maupun terselubung. Permintaan penjelasan yang terus menerus tentang sesuatu tugas, kehilangan pensil, lupa mengerjakan tugas rumah atau tugas itu tertinggal di rumah, tidak dapat mengerjakan tugas karena gangguan keadaan tertentu, dan lain-lain merupakan contoh-contoh protes atau keengganan bekerja. 

Pada umumnya protes dan keengganan seperti itu disampaikan secara terselubung dan penyampaian secara terbuka biasanya jarang terjadi.

0 Response to "Peran Guru dalam Pengelolaan Kelas"

Post a Comment