Lembaga Eksekutif Kepresidenan


3.1 Aturan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung 

1. Pengisian Jabatan Presiden 

Undang-Undang Dasar 1945 mengatur masalah pengisisan jabatan Presiden dalam pasal 6 ayat (1) dan (2). Pasal ini menyebutkan bahwa (1) Calon Presiden dan Wakil Presiden harus seorang warga negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri, tidak pernah menghianati negara, serta mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai Presiden dan Wakil Presiden, (2) Syarat-syarat untuk menjadi Presiden dan Wakil Presiden diatur lebih lanjut dengan undang-undang.

Perubahan Ketiga UUD 1945 pada Pasal 6A Undang-Undang Dasar 1945 ayat (1) Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat, ayat (2) pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum perlaksanaan pemilihan umum, ayat (3) pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih dari lima puluh persen dari jumlah suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya dua puluh persen suara disetiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden dan Wakil Presiden, ayat (4) dalam hal tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden terpilih, dua pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum dipilih oleh rakyat secara langsung dan pasangan yang memperoleh suara rakyat terbanyak dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden. 

Ketentuan pada Pasal 6A ayat (1) mengubah sistem pemilihan Presiden dengan tidak lagi dipilih oleh MPR sebagaimana ketentuan Pasal 6 ayat (2) UUD 1945 sebelum diubah. Perubahan sistem pemilihn Presiden tersebut membawa beberapa implikasi, yaitu : (1) Kedudukan Presiden adalah kuat karena tidak tergantung pada MPR; (2) Presiden tidak lagi bertanggung jawab kepada MPR melainkan bertanggung jawab kepada rakyat dan konstitusi; (3) MPR tidak dapat menjatuhkan Presiden, kecualimelalui mekanisme impeachment yang telah diatur dalam UUD 1945. 

Syarat-syarat untuk menjadi Presiden dan Wakil Presiden diatur lebih lanjut dengan undang-undang (Pasal 6 (2) UUD 1945). Dalam Pasal 6 UU No. 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden dinyatakan, bahwa calon Presiden dan calon Wakil Presiden harus memenuhi syarat: 


1. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa; 

2. Warga negara Indonesia sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri; 

3. Tidak pernah mengkhianati negara; 

4. Mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden dan Wakil Presiden; 

5. Bertempat tinggal dalam wilayah negara kesatuan RI; 

6. Telah melaporkan kekayaannya kepada instansi yang berwenang memeriksa laporan kekayaan penyelenggara negara; 

7. Tidak sedang memiliki tanggungan utang secara perseorangan dan/atau secara badan hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang merugikan keuangan negara; 

8. Tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan; 

9. Tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; 

10. Tidak pernah melakukan perbuatan tercela; 

11. Terdaftar sebagai pemilih; 

12. Memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP) dan telah melaksanakan kewajiban pajak selama lima tahun terakhir yang dibuktikan dengan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi; 

13. Memiliki daftar riwayat hidup; 

14. Belum pernah menjabat sebagai Presiden dan Wakil Presiden selama dua kali masa jabatan dalam jabatan yangsama; 

15. Setia kepada Pancasila sebagai dasar negara, UUD 1945, dan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945; 

16. Tidak pernah dihukum penjara karena melakukan tindak pidana makar berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; 

17. Berusia sekurang-kurangnya 35 tahun; 

18. Berpendidikan serendah-rendahnya SLTA atau yang sederajat; 

19. Bukan bekas anggota organisasi terlarang Partai Komunis Indonesia, termasuk organisasi massanya, atau bukan orang yang terlibat langsung dalam G 30 S/PKI; 

20. Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara lima tahun atau lebih. 


3.2 Kedudukan, kekuasaan, wewenang dan tugas presiden 

A. Kedudukan Presiden 

Kedudukan presiden yaitu sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan.Berikut adalah perbedaan antara Kepala Pemerintahan dan Kepala Negara: 

1. Kepala Negara – Sebagai Kepala Negara, Presiden memiliki hak politis yang ditetapkan sesuai dengan konstitusi sebuah Negara.Berdasarkan sifatnya, Kepala Negara dibagi menjadi Kepala Negara Simbolis dan Kepala Negara Populis. Sedangkan jika berdasarkan tanggung jawab dan hak politis, Kepala Negara berdasarkan jenis konstitusi dapat dibagi menjadi Sistem Presindensiil dan Sistem Semi-presidensiil. 

2. Kepala Pemerintahan – Sebagai kepala pemerintahan, Presiden dibantu oleh menteri-menteri dalam kabinet untuk melakukan tugas pemerintahan dan menjalankan kekuasaan legislatif. 


B. Kekuasaan Presiden 

Kekuasaan Presiden setelah perubahan UUD 1945 sebanyak empat kali sejak tahun 1999-2002, terjadi banyak perubahan terhadap kekuasaan konstitusional Presiden RI.Kekuasaan Presiden diatur dalam Bab III UUD 1945 tentang Kekuasaan Pemerintahan Negara. Pada Bab III UUD 1945 yang berisi 17 pasal mengatur berbagai aspek mengenai Presiden dan lembaga kepresidenan, termasuk rincian kewenangan yang dimilikinya dalam memegang kekuasaan pemerintah. Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar sebagaimana ditentukan dalam Pasal 4 ayat (1) UUD 1945. Artinya dalam menjalankan kewenangannya, Presiden menjalankan pemerintahan menurut konstitusi. 

1. Terjadi pengurangan dalam bidang pembuatan undang-undang. Pada perubahanpertama, ditegaskan bahwa kekuasaan membentuk undang-undang ada ditangan DPR (Pasal 20 ayat (1) UUD 1945), bukan lagi di tangan presiden (pasal 5 ayat (1) UUD 1945 sebelum perubahan). Selain itu, selain Rancangan Undang-Undang sudah memperoleh persetujuan bersama DPR dan Presiden, maka dalam jangka 30 hari sejak persetujuan bersama, RUU tersebut akan sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan meskipun tidak disahkan oleh presiden. Hal tersebut berbeda dengan sebelum perubahan UUD 1945, dimana setiap rancangan undang-undang kalau sudah disahkan oleh presiden. 

2. Terjadi sedikit pengurangan dalam kekuasaan hubungan luar negeri yaitu dalam hal mengangkat duta, presiden memperhatikan pertimbangan DPR. Begitu juga dalam hal presiden menerima penempatan duta negara lain, dimana presiden memperhatkan pertimbangan DPR (pasal 13). Sebelum perubahan, presiden tidak memerlukan pertimbangan DPR dalam melaksanakan kekuasaan tersebut. Begitu juga dalam hal kekuasaan membuat perjanjian internasional. Setelah perubahan, ketentuanmengenai perjanjian internasional diharuskan diatur lebih lanjut dangan undang-undang. Sebelum perubahan, keteentuan seperti itu tidak ada (pasal 11) 

3. Terjadi sedikit pengurangandalam hal kekuasaan yudisial. Dalam hal presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan MA (pasal 14 ayat (1)). Sebelum perubahan, tidak ada kewajiban bagi presiden untuk meminta pertimbangan kepada MA ketika akan memberi grasi dan rehabilitasi. Begitujuga dalam hal kekuasaan memberi amnesti dan abolisi, presiden memperhatikan pertimbangan DPR (pasal 14 ayat (2)). Sebelum perubahan, presiden tidak memerlukan pertimbangan dari DPR ketika akan memberi amnesti dan abolisi. 

4. Terjadi sedikit penguranan dalam hal kekuasaan presiden memberi gelar, tanda jasa dan lain-lain tanda kehormatan. Setelah perubahan pertama, diharuskan ketentuan tersebut diatur dengan undang-undang, padahal sebelum perubahan, ketentuan seperti itu tidak ada. Dengan keharusan diatur dengan undang-undang, pelaksanaan dari kekuasaan tersebut haarus mengacu pada undang-undang tersebut. Pembuatan undang-undang dilakuakan oleh DPR dan presiden yang tentunya harus mengakomodir kepenringan DPR agar menjadi persetujuan bersama (pasal 15) 

5. Terjadi sedikit pengurangan kekuasaan presiden dalam hal pembentukan, pengubahan, dan pembubaran Kementerian Negara yaitu dengan adanya pengaturan oleh undang-undang. Sebelum perubahan, ketentuan seperti itu tidak diatur dalam UUD 1945 yang dalam praktiknya dianggap sebagai hak prerogatif presiden dalam rangka menjalankan program yang direncanakannya sebagaimana ia mempunyai kekuasaan untuk mengangkat dan memberhentikan menteri negara. Namun, setelah perubahan, hal tersebut tidak bisa dilakukan karena harus sesuai dengan undang-undang yang mengatur hal tersebut. 

6. Setelah perubahan keempat, presiden mendapat kekuasaan konstitusional “tambahan” untuk membentuk dewan pertimbangan yang bertuga memberikan nasihat dan pertimbangan kepada presiden (pasal 16). Sebelum perubahan, secara konstitusional presiden tidak memiliki kekusaan tersebut, meskipun begitu dalam praktiknya dahulu, presiden mempunyai kekuasaan mengangkat dan memberhentikan anggota dan Ketua Dewan Pertimbangan Agung (DPA). 

7. Secara konstitusional, presiden juga mendapatkan kekuasaan tambahan, yaitu mempunyai kekuasaan untuk meresmikan anggota Badan Pemeriksa Keuangan yang telah terpilih oleh DPR dengan memperhatikan pertimbanga DPD, menetapkan calon Hakim Agung usulan dari Komisi Yudisiak yang telah disetujui oleh DPR, mengangkat dan memberhentikan anggota Komisi Yudisial dengan persetujuan DPR, serta mengusulkan tiga hakim konstitusi dan menetapkan sembilan hakim konstitusi yang diusulkan masing-masing tiga dari MA, tiga dari DPR dan tiga dari Presiden sendiri. Kekuasaan-kekuasaan yang berkaitan dengan MK dan KY adalah kekuasaan yang baru karena sebelum perubahan UUD 1945, lembaga tersebut tidak ada. Sementara kekuasaan yang berkaitan dengan peresmian anggota BPK dan penetapan anggota MA dalam praktiknya sudah dimiliki presiden sebelum terjadi perubahan UUD 1945. 

8. Kekuasaan presiden dalam memegang kekuasaan tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan laut dan Angkatan Udara (pasal 10). 

9. Kekuasaan Presiden untuk menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain harus dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Ketentuan ini membatasi kekuasaan Presiden, karena dalam melaksanakan kewenangan Presiden harus mendapat persetujuan dari DPR. 

10. Kekuasaan Presiden menjadi terbatas, karena Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara, dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan undang-undang harus dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. 

11. Kekuasaan Presiden terbatas dalam hal perjanjian internasional, karena ketentuan-ketentuan lebih lanjut tentang perjanjian internasional diatur dengan undang-undang. Dengan ketentuan ini, berarti penyelenggaraan pemerintahan yang terkait dengan perjanjian internasional dapat dilaksanakan jika ada perangkat undang-undang. 

12. Kekuasaan Presiden terbatas dalam hal menyatakan keadaan bahaya, maka syarat-syarat dan akibatnya keadaan bahaya ditetapkan dengan undang-undang. Dengan penetapan undang-undang terlebih dahulu berarti Presiden akan berhadapan dengan DPR secara bersama-sama membahas rancangan undang-undang yang terkait. 


C. Wewenang Presiden 

Wewenang Presiden sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 adalah: 

1. Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan Rakyat (Pasal 5 Ayat 1). 

2. Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain (Pasal 11 Ayat 1) 

3. Presiden dalam membuat perjanjian internasional lainnya yang menimbulkan akibat yang luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara, dan/atau mengharuskan perubahan atau pembentukan undang-undang harus dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (Pasal 11 Ayat 2) 

4. Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan akibatnya keadaan bahaya ditetapkan dengan undang-undang (Pasal 12) 

5. Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung (Pasal 14 Ayat 1) 

6. Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat (Pasal 14 Ayat 2) 

7. Presiden memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan yang diatur dengan undang-undang (Pasal 15) 

8. Presiden membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden, yang selanjutnya diatur dalam undang-undang (Pasal 16) 

9. Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang (Pasal 22 Ayat 1) 

10. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara (Pasal 33 Ayat 2) 

11. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat (Pasal 33 Ayat 3) 


D. Tugas Presiden 

Dalam negara republik, seorang Presiden sebagai orang nomor 1 di negara memiliki dua tugas dan jabatan, yakni sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan. 

Tugas Presiden sebagai Kepala Negara 

Sebagai Kepala Negara, Presiden memiliki tugas-tugas khusus yang harus dilakukan selaku Kepala Negara. Tugas Presiden sebagai Kepala Negara tercantum dalam peraturan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD ’45) adalah: 

· Presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara (Pasal 10) 

· Presiden mengangkat duta dan konsul (Pasal 13 ayat 1) 

· Presiden menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat (Pasal 13 ayat 3) 

· Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu (Pasal 29 Ayat 2) 

· Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional (Pasal 31 Ayat 4) 

· Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya (Pasal 32 Ayat 1) 

· Negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional (Pasal 32 Ayat 2) 

· Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara (Pasal 34 Ayat 1) 

· Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan (Pasal 34 Ayat 2) 

· Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak (Pasal 34 Ayat 3) 

Tugas Presiden sebagai Kepala Pemerintahan 

Sebagai Kepala Pemerintahan Presiden mempunyai UUD 1945 adalah: 

· Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar (Pasal 4 ayat 1) 

· Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-undang sebagaimana mestinya (Pasal 5 ayat 2) 

· Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden (Pasal 17 ayat 2) 

· Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota, atau provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah (Pasal 18B Ayat 1) 

· Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang (Pasal 18B Ayat 2) 

· Presiden mengesahkan rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama untuk menjadi undang-undang (Pasal 20 Ayat 4) 

· Rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah (Pasal 23 Ayat 2) 

· Anggota Badan Pemeriksa Keuangan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah dan diresmikan oleh Presiden (Pasal 23F Ayat 1) 

· Calon Hakim Agung diusulkan Komisi Yudisial kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden (Pasal 24A Ayat 3) 

· Anggota Yudisial diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (Pasal 24B Ayat 3) 

· Mahkamah Konstitusi mempunyai sembilan orang anggota hakim konstitusi yang ditetapkan oleh Presiden, yang diajukan masing-masing tiga orang oleh Mahkamah Agung, tiga orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat, dan tiga orang oleh Presiden (Pasal 24C Ayat 3) 

· Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah (Pasal 28I Ayat 4) 

· Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya (Pasal 31 Ayat 2) 

· Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang (Pasal 31 Ayat 3) 

· Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menunjang tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia (Pasal 31 Ayat 5) 

3.3 Pertanggung jawaban Presiden dan Wakil presiden 

Dalam UUD 1945 sebelum dan sesudah di amandemen terdapat persamaan dan perbedaan dalam hal pertanggungjawaban Presiden. Adapun persamaannya adalah adanya pertanggungjawaban moral dari seorang Presiden untuk memenuhi atau mematuhi sumpah. Sedangkan perbedaannya adalah bahwa sebelum amandemen Presiden dipilih oleh MPR dengan suara terbanyak, MPR mengangkat Kepala Negara (Presiden) dan Wakil Kepala Negara (Wakil Presiden), maka Presiden bertanggungjawab kepada MPR. Setelah di amandemen Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu-pasangan secara langsung oleh rakyat, maka Presiden bertanggungjawab kepada rakyat selaku yang memilihnya. 

Analisis Kasus : 

Kenapa Dewan Pertimbangan Agung (DPA) dihapus? 

Dari 16 Pasal UUD 1945 yang dibahas oleh PAH I dalam rangka Perubahan Keempat UUD 1945, ada 10 (sepuluh) pasal yang sudah disepakati oleh seluruh fraksi, dan ada 6 (enam) pasal yang masih belum disepakati, sehingga keenam pasal tersebut masih berbentuk alternatif. 

Kesepuluh pasal itu adalah Pasal 8 ayat (3), Pasal 16, Pasal 23B, Pasal 24, Pasal 32, Pasal 33, Pasal 34, Pasal 37, Aturan Peralihan dan Aturan Tambahan. Sedangkan Pasal-pasal yang masih berbentuk alternatif adalah Pasal 2, Pasal 3, Pasal 6A, Pasal 23D, Pasal 29, dan Pasal 31. 

Dari Rancangan Perubahan Keempat UUD 1945 yang dibacakan oleh Ketua PAH I diketahui bahwa Bab IV tentang DPA dihapus, sehingga Pasal 16 yang semula mengatur tentang keberadaan DPA menjadi Bab III dan bunyi Pasal 16 pun diubah. Adapun bunyi Pasal 16 adalah: Presiden membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat dan pertimbangan kepada Presiden, yang selanjutnya diatur dalam undang-undang. 


Dengan demikian keberadaan DPA sebagai lembaga tinggi negara dihapus dan akan digantikan oleh suatu dewan pertimbangan yang dibentuk oleh Presiden. Di samping itu, dalam Rancangan Perubahan Keempat UUD 1945 khususnya dalam Aturan Peralihan ditetapkan bahwa Mahkamah Konstitusi harus dibentuk selambat-lambatnya pada tanggal 17 Agustus 2003. Dan selama belum dibentuk, fungsi Mahkamah Konstitusi dilakukan oleh Mahkamah Agung. 

Mengenai pro kontra apakah tahun 2003 nanti akan ada Sidang Tahunan MPR atau tidak, sudah terjawab dalam Rancangan Perubahan Keempat UUD 1945. Karena dalam Aturan Tambahan Rancangan Perubahan Keempat tersebut ditetapkan bahwa MPR ditugasi untuk melakukan peninjauan terhadap materi dan status hukum Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR untuk diputuskan pada Sidang MPR 2003. 

Pada masa lalu, kinerja DPA sering disorot. DPA bertugas memberikan saran kepada presiden. Namun karena terlalu dekat dengan presiden, DPA saat dipimpin oleh A.A. Baramuli malah terlalu dekat dengan Presiden B.J. Habibie. Akibatnya, Ketua DPA dianggap melangkah terlalu jauh. 

Pada masa lalu pula, anggota DPA sering dianggap sebagai jabatan hadiah bagi para pensiunan pejabat. Karena diangkat oleh presiden, sering kali anggota DPA jadi sungkan memberi saran atau kritik kepada presiden. 

Menurut Pasal 16 (1), susunan Dewan pertimbangan Agung ditetapkan dengan undang-undang. Lalu dalam Pasal 16 (2) disebutkan bahwa Dewan ini berkewajiban memberi jawab atas pertanyaan Presiden dan berhak mengajukan usul kepada pemerintah. 

Dalam rancangan perubahan kedua UUD 1945 pasal yang menyangkut DPA ini diamandeman. Alternatif pertama, DPA dihapus, diganti dengan rumusan baru sebagai berikut: Presiden dapat membentuk badan penasehat yang bertugas memberikan pertimbangan kepada presiden sesuai dengan kebutuhan menurut ketentuan yang ditetapkan oleh undang-undang. 

Alternatif kedua, DPA tetap dipertahankan dengan rumusan: Dewan Pertimbangan Agung terdiri dari para anggota yang dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat atas dasar integritas pribadi, wawasan kebangsaan, ketokohan dalam masyarakat, serta sejarah pengabdiannya kepada negara dan bangsa. 

Pada Pasal 16 A disebutkan bahwa Dewan ini berkewajiban memberikan jawaban atas pertanyaan presiden dan berhak memajukan usul kepada Presiden dalam mengatasi masalah-masalah kenegaraan. Selanjutnya dalam Pasal 16 B dinyatakan bahwa Susunan dan kedudukan Dewan Pertimbangan Agung ditetapkan dengan Undang-undang. Hal yang menjadi kelemahan DPA adalah bahwa DPA tidak mempunyai kewenangan yang memaksa Presiden untuk mematuhi pertimbangan-pertimbangan yang diberikan DPA.Oleh karena itu apabila tidak jadi dihapuskan, DPA mengajukan tambahan-tambahan wewenang. 

1.1 Kesimpulan 

Presiden sebagai badan eksekutif negara dipilih secara langsung oleh rakyat melalui pemilihan umum. Undang-Undang Dasar 1945 mengatur masalah pengisisan jabatan Presiden dalam pasal 6 ayat (1) dan (2). Pasal 6A Undang-Undang Dasar 1945 ayat (1) (2) (3) (4) (5) mengatur aturan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara langsung. Syarat-syarat untuk menjadi Presiden dan Wakil Presiden diatur lebih lanjut dengan undang-undang (Pasal 6 (2) UUD 1945). 

Presiden sebagai badan eksekutif negara mempunyai keududukan sebagai kepalannegara dan kepala pemerintahan. Kekuasaan Presiden setelah perubahan UUD 1945 sebanyak empat kali sejak tahun 1999-2002, terjadi banyak perubahan terhadap kekuasaan konstitusional Presiden RI. Wewenang Presiden sebagaimana tercantum dalam UUD 1945 (Pasal 5 Ayat 1), (Pasal 11 Ayat 1, 2), (Pasal 12), (Pasal 14 Ayat 1), (Pasal 14 Ayat 2), (Pasal 15), (Pasal 16), (Pasal 22 Ayat 1), (Pasal 33 Ayat 2), (Pasal 33 Ayat 3). Negara. Tugas Presiden sebagai Kepala Negara tercantum dalam peraturan Undang-Undang Dasar 1945 (Pasal 10), (Pasal 13 ayat 1), (Pasal 13 ayat 3), (Pasal 29 Ayat 2), (Pasal 31 Ayat 4), (Pasal 32 Ayat 1), (Pasal 32 Ayat 2), (Pasal 34 Ayat 1), (Pasal 34 Ayat 2), (Pasal 34 Ayat 3). Tugas Presiden sebagai Kepala Pemerintahan berdasarkan UUD 1945 diatur dalam (Pasal 4 ayat 1), (Pasal 5 ayat 2), (Pasal 17 ayat 2), (Pasal 18B Ayat 1), (Pasal 18B Ayat 2), (Pasal 20 Ayat 4), (Pasal 23 Ayat 2), (Pasal 23F Ayat 1), (Pasal 24A Ayat 3), (Pasal 24B Ayat 3), (Pasal 24C Ayat 3) dan lain sebagainya.

0 Response to "Lembaga Eksekutif Kepresidenan"

Post a Comment